KABAR PAPUA

Maju Membangun Bangsa

Pemilihan MRP Belum Siap, Semua Pihak Dinilai Lalai

JAYAPURA – Belum adanya persiapan apapun terkait pemilihan anggota MRP periode berikutnya seiring dengan akan berakhirnya masa jabatan anggota MRP periode 2005 – 2010 ini rupanya dipandang Kepala Pusat Kajian Demokrasi (Democratic Center) Uncen, DR H.M Abud Musa’ad,M.Si sebagai kelalaian semua pihak.
“Harus diakui bahwa itu adalah kesalahan semua pihak, 5 tahun ini kita kerja apa? Baik DPRP, Pemerintah Daerah maupun MRP dan kita semua,” katanya, Minggu (29/8).
Menurut akademisi yang juga salah seorang perumus UU Otsus Papua ini, seharusnya paling tidak 2 tahun sebelum masa jabatan anggota MRP sekarang ini berakhir, sudah ada persiapan Perdasusnya dan 6 bulan sebelum masa tugasnya berakhir, panitia pemilihannya sudah terbentuk.
“Tetapi ternyata semua lalai. Sekarang hanya tinggal 2 bulan lagi baru semua pihak kebakaran jenggot. Pemerintah Daerah kaget baru masukan draf Perdasusnya, MRP juga baru kaget masa jabatannya mau berakhir. Begitu pula DPRP juga kaget dan baru berencana mau membahas. Jadi harus diakui bahwa ini semua karena kelalaian daerah dalam menyikapi semua proses yang seharusnya dilakukan secara baik,” katanya serius.
Terkait dengan permintaan Ketua MRP Drs. Agus A. Alua,M.Th yang meminta agar masa tugas anggota MRP diperpanjang, Musa’ad mengatakan bahwa sebenarnya yang menetapkan anggota MRP adalah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sehingga sepenuhnya adalah hak Mendagri.
Tetapi Musa’ad menyarankan empat opsi yang mungkin saja bisa ditempuh, sebab mekanismenya dalam proses ini tidak ada yang baku. Opsi pertama adalah, masa tugas semua anggota MRP semua diperpanjang. Opsi kedua, bisa juga ditempuh hanya pimpinan saja yang diperpajang dan opsi ketiga adalah pemerintah membentuk tim khusus atau semacam caretaker anggota MRP yang terdiri dari berbagai komponen masyarakat, sedangkan opsi keempat adalah dengan mengoptimalkan sekretariat MRP untuk melaksanakan tugas – tugas adminsitarsi. “Intinya masa jabatan anggota MRP yang sekarang tidak perlu diperpanjang,” ujarnya.
Lanjut Musa’ad, seharusnya MRP mendorong pemilihannya lebih cepat, tetapi selama ini terkesan MRP dalam posisi menunggu dan mungkin saja selama ini MRP tidak mengingatkan pemerintah bahwa masa jabatan mereka akan berakhir, harusnya paling tidak 6 bulan sebelum berakhirnya masa jabatannya MRP sudah mengingatkan gubernur. Tetapi yang terjadi sepertinya MRP diam saja dan semua pihak juga lalai.
“Kalau saya pribadi dari tiga opsi itu saya cenderung pada pada opsi ketiga yakni Pemprov membentuk semacam careteker yang bertugas mempersiapkan itu semua pemilihan. Meskipun ini tidak pernah terjadi, tetapi ini bisa saja. Sebab MRP berbeda dengan DPRD, kalau DPRD sesuai UU setelah dilantiknya anggota baru, maka masa jabatan anggota lama akan berakhir, tetapi untuk MRP setelah 5 tahun maka masa tugasnya akan berakhir. Tetapi semua tergantung pemerintah pusat dan apapun nanti yang akan dipilih oleh pusat maka semua harus bisa diterima semua pihak,” paparnya.
Di sisi lain, kata Musa’ad, seharusnya DPRP dan Pemprov Papua juga harus cepat menyelesaikan Perdasus, karena sekarang ini situasinya darurat, sehingga tidak bisa lagi berdasarkan pada mekanisme biasa.
Meski tidak dengan mekanisme biasa tetap harus tetap tunduk pada aturan. “Jadi harus diingat, jangan karena alasan waktu terus prosesnya tidak demokratis, sebaliknya harus tetap menjunjung tinggi aturan dan demokrasi dengan mengakomodir semua kepentingan. Saya khawatir karena waktunya mepet semua pihak akan ambil langkah potong kompas sehingga prosesnya menjadi tidak demokratis,” katanya.
Kata Musa’ad, sekarang ini Pemprov maupun Uncen juga sedang menyusun draf Perdasus ini, tetapi dengan melihat isinya, keduanya hampir sama yakni menggunakan pendekatan organis. “Jadi yang punya hak untuk memilih adalah institusi atau kelompok masyarakat adat. Kalau perempuan berarti pencalonannya dari organisasi perempuan. Begitu juga dengan agama, usulannya dari lembaga keagamaan dan nanti ada delegasi dari yang memenuhi syarat dan prosesnya dari tingkat kabupaten dan kota,” katanya.
Draf Perdasus dari Uncen ini rencananya akan diserahkan kepada Pempov Papua dan DPRP dalam pekan ini . “Uncen sudah selesaikan draf Perdasus dan rencananya Senin atau Selasa, kita serahkan ke DPRP dan Pemprov Papua dengan harapan akan membantu memperkaya muatan draf Perdasus yang di buat,” pungkasnya.
Sementara Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPRP, Alberth Bolang SH,MH, mengatakan, Baleg dalam rapat beberapa hari lalu telah menyelesaikan pembahasan mekanismenya dan menjadwalkan kerja Baleg khususnya Program Legislasi Daerah (Prolegda) antara legislatif dan eksekutif sampai dengan adanya persetujuan.
“Schedule atau jadwal pembahasan itu, akan menjadi kesepakatan berapa lama produk Perdasus itu akan selesai, karena pembahasan draf Raperdasus itu tergantung dari schedulenya,” jelasnya.
Alberth menegaskan bahwa pembahasan Raperdasus tentang tata cara pemilihan anggota MRP periode 2010-2015 menjadi prioritas utama, apalagi regulasi tentang tata cara pemilihan anggota MRP itu sampai sekarang belum ada dan masa keanggotaan MRP akan berakhir dalam waktu dekat ini.
Alberth mengatakan, dalam pembahasan Raperdasus tersebut tentu saja membutuhkan waktu yang cukup panjang, yang diawali mulai proses pembahasan antara legislatif dan eksekutif, konsultasi ke Depdagri soal pengharmonisan legislasi, selanjutnya paripurna untuk ditetapkan dan diajukan kepada gubernur untuk ditetapkan setelah 7 hari.
Namun, lanjut Alberth, jika dalam jangka waktu 30 hari diberi penetapan untuk regulasi tersebut dan jika gubernur tidak menetapkannya selama kurung waktu tersebut, maka dianggap sah.
“Setelah itu dilakukan pengundangan yang dibuat dalam lembaran daerah, kemudian disosialisasikan. Jadi, langsung atau tidak langsung pemilihan anggota MRP memerlukan proses regulasi yang dibuat yang diperlukan dalam waktu yang cukup panjang,” ujarnya.
Untuk itu, Alberth mengharapkan kepada seluruh pihak termasuk di DPRP untuk bekerjasama agar dapat mendorong dengan cepat persetujuan regulasi atau Perdasus tentang pemilihan anggota MRP tersebut.
Soal kevakuman MRP itu, Alberth menambahkan perlu dibicarakan antara legislatif dan eksekutif, apakah akan dilakukan perpanjangan keanggotaan MRP. “Kalau setuju atau tidak soal perpanjangan keanggotaan MRP itu, kami nilai itu wajar,” ujarnya.
Sementara itu, soal perubahan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus yang menjadi UU No 35 Tahun 2008 dianggapa merupakan polemik, dinilai ALberth Bolang, bukan dipolemikkan. “Perubahan UU Otsus ini, bukan dipolemikkan, tapi menjaga konsistensi UU Otsus itu sendiri, karena tidak melalui prosedur dan keinginan rakyat,” tandasnya.
Apalagi, jelas Alberth, perubahan-perubahan regulasi UU Otsus tersebut berdampak luas, bukan saja terhadap 2 hal yang diputuskan, yakni tentang Papua Barat dan pemilihan gubernur oleh DPRP.
“Dampak perubahan terutama soal Papua Barat ini, bisa saja terkait pembagian asset daerah, sedangkan terhadap pemilihan gubernur oleh DPRP berdampak pada 11 keanggotaan DPRP, pertangungjawaban,” jelasnya.
Alberth menambahkan bahwa ada perubahan seperti yang termuat dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan pemilihan kepala daerah memang ada, tapi harus dilihat kekhususan Papua, apalagi rangking antara UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 21 Tahun 2001 adalah sederajat

Posted with WordPress for BlackBerry.

31 Agustus 2010 - Posted by | Kabar Terkini

Belum ada komentar.

Tinggalkan komentar