KABAR PAPUA

Maju Membangun Bangsa

LKPJ Gubernur Papua, Bas Suebu Hanya Sebatas Pencitraan

Jayapura,- LKPJ Gubernur Papua hanya bersifat formalitas dan normatif semata, bagusnya semakin banyak masalah yang disuguhkan menjadi lebih baik, kalau hanya yang baik – baik saja, LKPJ masih sebatas alat pencitraan belaka”, kata Budi Setyanto, SH, Direktur Institute Civil Strengthening (ICS) atau Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil Papua.
Menurutnya dari tahun ke tahun LKPJ Gubernur Provinsi Papua masih berpola sama seperti era Orde Baru dahulu, formalitas dan normatif, mestinya sudah harus ada perubahan dalam hal penyampaian LKPJ sehingga masyarakat benar – benar mengetahui apa sebenarnya yang terjadi.
Yang terpenting lagi adalah azas transparansi sebagai sebuah laporan itu harus lebih di tonjolkan sehingga masyarakat akan menilai dan melihat sejauh mana kesungguhan seorang Kepala Daerah menjalankan amanat rakyat.
“kalau semuanya di laporkan secara transparan, tanpa klaim berhasil sekalipun masyarakat bisa menilai dan merasakan, keberhasilan yang telah di raih oleh seorang Kepala Daerah”, katanya lagi.
Terkait pelaksanaan RESPEK menurut Budi Setyanto merupakan program yang bagus dan sudah semestinya di teruskan sekalipun nanti ada pergantian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
“jadi siapapun Gubernurnya sebaiknya RESPEK tetap di lanjutkan, karena program ini bagus, hanya perlu evaluasi dan pembenahan di sana – sini, salah satunya dalam hal penyediaan tenaga pendamping”, kata Budi Setyanto
Menurutnya dengan adanya program RESPEK terhadap masyarakat, yakni dimana masyarakat bisa merasakan dan terlibat langsung dalam proses perencanaan kegiatan dan program di kampung masing – masing karena ada uangnya, selain itu dari sisi partisipatif dengan adanya dana RESPEK ke kampung – kampung maka masyarakat bisa mendapatkan medium pembelajaran partisipatif untuk meningkatkan kapasitasnya.
Salah satu persoalan mendasarnya adalah kompetensi tenaga pendamping yang ditempatkan di tiap kampung, dimana masih banyak tenaga pendamping belum memahami tugasnya dengan baik, belum mengerti bagaimana mekanisme pengelolaan keuangan, proses perencanaan, hanya karena kejar target akhirnya mereka di tempatkan di kampung.
“rata – rata mereka ini baru lulus kuliah, pembekalan yang diberikan juga masih terbatas, 3 hari atau 1 minggu, apalagi bila tidak memiliki jiwa pekerja sosial, bisa dipastikan tidak optimal kinerjanya”, urai pengacara KPU Kota yang tengah berperkara di MK itu.
Ruben Magai, S.IP Ketua Komisi A DPRP mengatakan bahwa persoalan transparansi dalam era kepemimpinan Barnabas Suebu, SH – Alex Hesegem ini memang menjadi satu hambatan bagi mereka untuk melakukan fungsi kontrol sebagaimana diamanatkan di dalam Undang – Undang.
Termasuk dalam hal dana RESPEK ini, selama ini menurutnya masyarakat mengetahui dana Otsus itu untuk RESPEK, tapi masyarakat kurang terlalu mendapatkan informasi yang cukup bahwa dari dana Otsus hanya Rp 100 juta yang di serahkan ke kampung sebagai program RESPEK sedangkan dana bagi pendamping, konsultan dan lain – lain di danai dari donor  luar negeri baik itu Bank Dunia, UNDP, maupun USAID dan beberapa lembaga donor lainnya.
“transparansi dana dari donor untuk memback up dana Otsus yang di gelontorkan untuk RESPEK ini saja, kami sebagai anggota DPRP kurang mendapatkan informasi yang cukup, jadi masyarakat selama ini berpikir Otsus di era Kaka Bas ini hasilnya RESPEK itu sudah, dan selama ini program itulah yang di elu – elukan dan di gembar – gemborkan sebagai suatu keberhasilan”.
Menurutnya dari sisi konsep RESPEK memang program yang ideal, tapi dari sisi penyerapan anggaran yang berpihak ke publik masih sangat minim jika dibandingkan dengan besaran dana yang di gelontorkan pusat maupun lembaga donor ke Papua.
Hal itu juga di –ia-kan Budi Setyanto, menurutnya persoalan transparansi ini memang masih menjadi batu ganjalan, karena asumsi masyarakat bahwa dana Otsus adalah Rp 100 Juta dana RESPEK itu saja, padahal kan tidak sebatas itu saja, banyak program dan kegiatan lain baik dari Provinsi maupun lewat kabupaten. “Hal itu disebabkan oleh lemahnya kontrol dan pengawasan dari DPRP, juga dari institusi dan lembaga negara sepert BPK dan BPKP, mestinya DPRP bisa lebih optimal, kalau persoalan tidak memperoleh laporan, kan sebenarnya DPRP bisa memanggil Gubernur untuk di mintai keterangan, termasuk juga soal dana – dana dari donor, DPRP bisa kok` panggil lembaga – lembaga donor yang ada untuk di mintai keterangan tekait dana – dana yang mereka kucurkan khususnya yang langsung ke Pemerintah baik Provinsi maupun Kabupaten”, jelas Direktur ICS Papua ini.

30 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | Tinggalkan komentar

(Pilkada Papua) Golkar : HMS—Yop Kogoya, Final

JAYAPURA— Pasangan Habel Melkias Suwae (HMS)  dan Yop Kogoya akhirnya final. Ini setelah DPP Partai Golkar akhirnya resmi menetapkan dan mengesahkan HMS sebagai Cagub berpasangan Yop Kagoya sebagai Wacagub Provinsi Papua periode 2011-2016.    Pasangan HMS—Yop ditetapkan dan disahkan melalui Surat No R-308/Golkar/VI/2011 tertanggal 6 Juni 2011 perihal pengesahan pasangan Calon Kepala Daerah Provinsi Papua periode 2009-2016 yang ditandatangani Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal  Bakrie dan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham. Surat ini  ditujukan kepada Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Papua serta ditembuskan masing-masing kepada Wakil Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Ketua Bidang PP Wilayah Maluku, NTT dan Papua, Ketua Bidang Organisasi dan Daerah DPP Partai Golkar, Bendahara DPP Partai Golkar, DPD Partai Golkar Kabupaten/Kota Se-Provinsi Papua. Hal itu diungkapkan Wakil Sekjen Bidang Kaderisasi serta  Koordinator DPP Partai Golkar Wilayah Provinsi Papua Emanuel Blegur telah memperkenalkan Cagub dan Cawagub Provinsi Papua yang diusung Partai Golkar dan Partai Damai Sejahtera (PDS) Habel Melkias Suwae (HMS) dan Yop Kagoya ketika menyampaikan penjelasan di Restauran Bintang Laut, Entrop, Jayapura, Rabu (29/6).
Turut hadir dalam jumpa pers tersebut masing-masing Koordinator DPP Partai Golkar Provinsi Papua Hengki Sawaki, Koordinator DPP Partai Golkar Provinsi Papua Barat  Andi Rukman, Wakil Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Papua Bidang Pemenangan   Pemilu Wilayah 1 Drs Syamsudin Mandja, Wakil Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Papua Bidang Pemenangan   Pemilu Wilayah 6  Hengki Sawaki.  
Bahwa berdasarkan. Pertama, Petunjuk Pelaksana DPP Partai Golkar Nomor: Juklak-2/DPP/Golkar/XII/2009 tertanggal 29 Desember 2009 tentang Perubahan Juklak-05/DPP/Golkar/IX/2005 tentang Tata Cara Pemilihan Kepala Daerah dari Partai Golkar.
Kedua, hasil Keputusan Rapat Tim Pilkada Pusat tanggal 6 Juni 2011 yang membahas pemilihan dan penetapan Calon Kepala Daerah  Provinsi Papua  yang dipimpin  Ketua Umum DPP Partai Golkar  yang dituangkan dalam Berita Acara Tim Pilkada Pusat. Ketiga, Surat  DPD Partai Golkar Provinsi Papua Nomor: R-22/DPD/PG/P/VI/2011 tertanggal 15 Juni 2011 perihal Usulan Tambahan Bakal Calon Wakil Gubernur.     
Diinstruksikan kepada Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Papua. Pertama, menindaklanjuti keputusan tersebut diatas sesuai ketentuan organisasi dan peraturan perundang undangan yang berlaku. Kedua, mendaftarkan pasangan calon yang  sudah ditetapkan ke KPUD setempat sesuai jadwal yang ditetapkan.  Ketiga, keputusan ini bersifat final dan mengikat bagi seluruh jajaran Pengurus/Fungsionaris/Kader dan Anggota Partai Golkar. Keempat, segala tindakan yang bertentangan dengan hasil penetapan Rapat Tim Pilkada dan keputusan ini akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan organisasi yang  berlaku. 
Terkait DPP Partai Golkar menjatuhkan pilihan kepada HMS, Emanuel Blegur menegaskan, ada beberapa alasan yang menjadi dasar pertimbangan DPP Partai Golkar mengusung HMS untuk maju sebagai Cagub Provinsi Papua  yang paling utama adalah catatan prestasi atau track record dari HMS selama dua periode kepemimpinanya di  Kabupaten Jayapura mencatat program pemberdayaan kampung yang dirintisnya ternyata mampu meningkatkan kesejateraan masyarakat serta mendorong peningkatan pendapatan masyarakat di Kabupaten Jayapura. “Dibawah kepemimpinan HMS mampu mengeluarkan Kabupaten Jayapura sebagai salah satunya  Kabupaten di Provinsi Papua sehingga tak lagi tergolong sebagai Kabupaten miskin,” katanya.
Menurutnya, melalui program pemberdayaan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga mereka mengalami ketahanan pangan dan Kabupaten Jayapura merupakan salah satu Kabupaten  yang memiliki ketahanan pangan sementara Kabupaten Kabupaten  yang lain masih tergolong rawan pangan. 
Prestasi HMS menyangkut kinerja keuangan. Ia adalah salah satu Bupati  dari  6  Bupati di seluruh Indonesia yang memiliki prestasi  dalam hal kinerja keuangan. Dan tiga tahun terakhir ini beliau mendapat penghargaan dari Menteri Keuangan  dan hasil pemeriksaan BPK menunjukan bahwa Pemda Kabupaten Jayapura Wajar Dengan Pertimbangan (WDP). “DPP Partai Golkar Pihaknya melihat bahwa dalam lingkup yang paling kecil HMS mampu berprestasi. Orang yang setia pada perkara kecil adalah orang yang juga setia pada perkara besar,” ungkapnya.

30 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | Tinggalkan komentar

Dengan Dana Terbatas Ternyata Persipura Emang Macho

Terkesan, Sempurna atas kemenangan 2-1 Persipura atas tim bertabur bintang Indonesian Super League (ISL), All Star ISL pada pertandingan eksibisi tadi sore (29/6/2011) di Stadion Mandala Jayapura. Kemenangan tersebut benar-benar menjadi kado istimewa bagi fans tim yang berjuluk mutiara hitam ini.
Laga penutup ini tentunya punya nilai tersendiri bagi Jaksen F Tiago dan anak asuhanannya karena tampil luar biasa di hadapan supporter setia. Atas kemenangan tersebut, mengangkat trofi juara pertama ISL musim ini (2010-2011) pasti lebih berkesan.
Hebat, fantastis. Salut dengan permainan atraktif dan menghibur yang disajikan Boas dan kawan-kawan saat berhadapan dengan pemain-pemain yang kualitasnya sudah tak diragukan lagi di jagad persepakbolaan Indonesia. Melawan tim All Star yang dihuni oleh beberapa pemain tim nasional, seperti Gonzales, Bambang Pamungkas, Ridwan dan deretan nama besar lainnya seperti Aldo Bareto, tentu bukanlah lawan mudah. Buktinya, Persipura malah kebobolan lebih dulu lewat tendangan keras Ridwan.
Menarik, menelisik taktik dan pola yang kerap dimainkan oleh Persipura dengan sentuhan bola dari kaki ke kaki. Mereka selalu memberikan tontonan memikat mata penikmat sepak bola. Selain karena faktor pelatih dengan latar belakang dari Brazil, negara yang bisa dibilang gudangnya pemain hebat. Saya melihat ada hal yang paling menarik dari tim ini, yaitu pemain lokal.
Apresiasi mesti diberikan untuk pelatih karena tetap mengedapankan pemain asli Papua dalam skuadnya. Ia juga mampu menciptakan pemain-pemain muda berkualitas. Jika dulu, hanya ada pemain muda Boaz Salosa, Kabes, dan Wanggai, kini telah muncul lagi nama-nama baru Mandowen, Bonsafia, dan Tibo. Bahkan Boaz Salosa dinobatkan sebagai pemain terbaik dan top skor tahun ini.
Saya juga sempat ragu Persipura akan berprestasi lagi ketika tidak memperpanjang kontrak Ernes jeremiah dan Beto. Namun, masuknya Zah Rahan yang dipadu dengan pemain-pemain muda, ternyata membuat kilau Persipura lebih menarik walau dengan dana yang sangat terbatas dibandingkan tim2 ISL seperti Persija DLL tetapi Persipura punya cita rasa yang khas. Selamat untuk Persipura, semoga tradisi prestasi dapat diukir lagi. Liga Champion Asia yang masih diikuti, tentu akan menjadi ajang pembuktian Persipura siap menjadi tim terbaik di Asia. Salam, Maju terus sepak bola Indonesia!

30 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | Tinggalkan komentar

(Pemilukada Papua) Golkar dan PDS Usung HMS dan Yap Kogoya Surat Rekomendasi Sah dari Aburizal Bakrie Masih Teka- Teki

JAYAPURA—Meski DPP Partai Golkar telah memutuskan mengusung   Calon Gubernur Provinsi Papua periode 2011-2016 atas nama Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Papua,  Habel Melkias Suwae (HMS), namun  keputusan ini, ternyata belum disertai surat rekomendasi resmi dan sah. 
Hal  ini memunculkan sejumlah teka- teki yang belum terpecahkan baik pengurus Partai Golkar sendiri maupun publik.  
Wakil  Ketua Bidang Kaderisasi dan Keanggotaan DPD Partai Golkar Provinsi Papua Helmi Ihamahu dan Ketua Biro Pengabdian Masyarakat DPD Partai Golkar Provinsi Papua Raflus Dorangi  menegaskan,  prosedurnya sebelum ada rekomendasi atau apapun dia itu adalah keputusan rapat Tim Pemilukada DPP Partai Golkar beberapa pekan lalu yang dipimpin Ketua Umum Aburizal  Bakrie (ARB) sudah diputuskan dalam berita acara ditetapkan Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Papua HMS  sebagai Cagub dan  Cawagub belum diputuskan diminta 3 nama.  Tiga  nama yang diusung termasuk  Ev. Yop Kogoya MTh,SE,MSi disetujui DPP Partai Golkar.  Dikatakan, dari proses berita acara itu baru diterbitkan yang namanya rekomendasi atau kontrak politik. Tanpa  ini tak  bisa  diterbitkan apapun.
“Keputusan rapat ini menentukan berita acara ini,  baru diputuskan rekomendasi. Jadi kalau orang berpikir tanpa ini keputusan atau berita acara ini lalu  bisa membuat rekomendasi itu suatu mekanisme yang  tak benar atau keliru. Kan harus rapat dulu, keputusan disepakati dulu barulah dikatakan final,” katanya ketika ditanya Bintang Papua di Kantor Sekretariat DPD Partai Golkar Provinsi Papua, Jayapura, Jumat (24/6)
Alhasil, ujarnya, DPD Partai Golkar Provinsi Papua, DPD Partai Damai Sejahtera (PDS) Provinsi Papua serta DPP PDS akan  menandatangi perjanjian politik untuk mengusung pasangan Calon Gubernur dan Calon  Wakil Gubernur Provinsi Papua periode 2011-2016  Habel Melkias Suwae (HMS) dan Ev. Yop Kogoya MTh,SE,MSi di Kantor DPP Partai Golkar Kamis (23/6) pukul 14.00 WIB. Pengurus DPP Partai Golkar  yang hadir hanyalah Korwil DPP Partai Golkar Indonesia Timur Drs Fredy Latumahina. 
Siapakah Yop Kogoya ia adalah Ketua DPD PDS Provinsi Papua dan Wakil Ketua III DPR Papua.      
Raflus Dorangi menambahkan, surat rekomendasi resmi dari DPP Partai Golkar dan DPP PDS yang resmi  mengusung HMS dan Yap Kogoya direncanakan dibawa langsung oleh HMS dan Yap Kogoya yang kini masih berada di Jakarta.
“Pada Senin 27 Juni direncanakan HMS—Yap Kogoya serta Tim Gabus Sentani Persidafon  yang baru saja promosi ke Liga Super Indonesia (LSI) tahun 2011-2012  bakal diarak keliling  Kota Sentani. Selanjutnya HMS dan Yop Kogoya akan menggelar Jumpa Pers untuk menyatakan secara resmi kepada publik keduanya diusung Partai Golkar dan PDS untuk Pilgub Provinsi Papua lima tahun mendatang.
Sumber internal DPD Partai Golkar Provinsi Papua menyampaikan keputusan dan penetapan HMS sebagai Cagub Provinsi Papua dari Partai Golkar masih menyimpan tanda tanya besar, lantaran sesuai  hasil survey Partai Golkar yang dilakukan Lembaga Survey Indonesia (LSI) membuktikan Dr (HC) Barnabas Suebu SH (Rangking 1), Alex Hesegem SE (Rangking 2), Klemen Tinal (Rangking 3), HMS (Rangking 4). Tapi rumor yang berhembus  Barnabas Suebu terbentur aturan  tak  bisa mencalonlan diri ketiga kalinya.   Selanjutnya, Alex Hesegem belum secara resmi mendaftarkan diri kepada DPD Partai Golkar, walaupun yang bersangkutan adalah kader senior Partai Golkar.

28 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | Tinggalkan komentar

Papua Surga Koruptor

JAYAPURA—”Papua ini surga bagi para koruptor uang rakyat dan ada sejumlah pejabat tinggi di Papua berbuat seolah olah kebal hukum,” Demikian disampaikan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Uncen Jayapura Thomas Sugi ketika menyampaikan orasi politik di saat menggelar unjukrasa mahasiswa dan pemuda di Gedung DPR Papua, Senin (27/6).

Untuk itu, para mahasiswa mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua segera menerbitkan sebuah regulasi atau Perdasi tentang penanganan dan pemberantasan korupsi.

Hal ini menyusul adanya dugaan penyelewengan dana Otsus selama kurun waktu tahun 2002-2010 senilai Rp 28 triliun sebagaimana temuan BPK RI pada 18 April 2011 lalu.

Dia mengatakan, melalui penerbitan Perdasi pemberantasan korupsi tersebut diharapkan para pejabat tinggi di Provinsi Papua memperoleh efek jera apabila ingin menyelewengkan  uang rakyat.

Dia mengutarakan, pihaknya mendukung upaya pemberantasan korupsi sebagaimana dijanjikan Kapolda Papua Irjen (Pol) Drs Bekto Suprapto pada pelbagai kesempatan. Tapi apabila aparat penegak hukum sengaja melindungi para koruptor, maka pihaknya segera menyampaikan mosi tak percaya kepada Kapolda Papua karena telah mengingkari  janjinya.  

Di tempat yang sama, Kapolresta Jayapura AKBP Imam Setiawan SIK yang didaulat menyampaikan dukungan terhadap pemberantasan korupsi di Papua menegaskan, aksi unjukrasa ini ikut menyemangati aparat penegak hukum untuk memberantas korupsi. Apabila ada laporan masyarakat terkait dugaan korupsi, maka pihaknya segera menindaklanjuti melalui proses hukum serta melaporkan tahapan pemeriksaan secara rutin kepada publik.
“Kapolda memberikan jatah kepada masing masing Kapolres dan Kapolresta selama setahun minimal 3 kasus korupsi yang diproses. Tapi pada 2011 kami menangani 5 kasus koruspsi,” tandasnya.

28 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | 2 Komentar

(Pemilukada Papua Barat) Mandacan Klaim Manokwari-Sorong, Basis Utama

MANOKWARI—Kubu DONOR atau pasangan Dominggus Mandacan-Origenes Nauw menargetkan meraih suara signifikan di wilayah Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong, pada pilkada Gubernur-Wakil Gubernur Papua Barat periode 2011-2016, 20 Juli mendatang. Duet pasangan putra asli Papua Barat itu menargetkan meraub 80 persen suara di dua wilayah tersebut.

Sekretaris Tim Sukses DONOR Dance Bleskadit, meski tak ingin sesumbar, mengklaim wilayah Manokwari dan Kota Sorong merupakan basis kultur mereka. “Kami berani mengklaim karena yakin massa trandisional secara adat istiadat tidak akan terpengaruh oleh pemberian apapun dari kandidat lain,” katanya ketika dihubungi melalui telepon selulernya, kemarin.

Penuh optimis, Dance mengatakan, basis kultur bukan hanya di Manokwari dan Kota Sorong. Wilayah kabupaten Sorong Selatan, Maybrat, Bintuni, Wondama Raja Ampat, Fak-Fak dan Kaimana pun sebagai wilayah konstituen DONOR. “Kami optimis mampu meraih 75 hingga 90 persen suara,” kata dia lagi.

Dance melanjutkan, telah bekerja secara militan dengan formulasi khusus. Namun ia tak ingin berbagi seperti apa rumus yang dimaksudkan dengan alasan pertimbangan politik. “Yang jelas Tim akan menitikberatkan pengawasan pada DPT (daftar pemilih tetap). Karena merupakan hal krusial. Semaksimal mungkin akan diawasi sehingga mencegah adanya penggelembungan suara,” tuturnya.

Ia menambahkan, selain DPT milik DONOR, DPT yang telah ditetapkan oleh KPU Papua Barat tetap menjadi fokus perhatian. “Intinya jumlah pemilih yang telah ditetapkan oleh KPU Papua Barat, tidak boleh berubah. Tim kami di kabupaten dan kota tetap memantaunya. Jika sampai terjadi manipulasi data atau penggelembungan suara maka kita pun akan melakukan proses hukum,” ujar Dance.

Sesuai data KPU Papua Barat, jumlah pemilih pada pilkada Gubernur-Wakil Gubernur 2011-2016 mencapai 629.032 jiwa yang terbagi dari kabupaten Manokwari: 151.535, kota Sorong: 152.408 pemilih, kabupaten Sorong: 79.522 pemilih, Sorong Selatan: 33.143, Raja Ampat: 31.365, Fak-fak: 47.269, Kaimana: 38.829, Teluk Bintuni: 43.248, Teluk Wondama: 16.547, Maybrat: 19.831, dan kabupaten Tambrauw: 15.263 pemilih. Dengan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) sebanyak 2.270.

28 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | Tinggalkan komentar

Lembaga Masyarakat Adat(LMA) Tolak LKPJ Gubernur Papua Barnabas Suebu ” Rp 29 miliar dana Otsus fiktif dalam tahun anggaran 2010 terdapat Rp 22,8 miliar dana Otsus yang dicairkan tanpa ada kegiatan fiktif “

JAYAPURA—Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua mengaspirasikan menolak LKPJ Gubernur Provinsi Papua. Ketua LMA Papua, Lenis Kogoya S.Th, M.Hum mengatakan, LMA Provinsi Papua menolak LKPJ Gubernur Papua ketika sidang paripurna LKPJ Gubernur Papua di Gedung DPRP, Kamis (23/6) lalu.  Penolakan ini lantaran Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Masa Jabatan Gubernur Provinsi Papua periode 2011-2016, LKPJ APBD Tahun Anggaran 2010 tak menyentuh hasil temuan BPK RI pada 18 April 2011 terkait dana Otsus di Papua  dan Papua Barat, dimana ditemukan sejumlah penyimpangan dalam penggunaan anggaran  selama kurun waktu 2002—2010 senilai Rp 28 triliun. Bahkan,  anggota BPK RI Rizal Djalil telah dilaporkan kepada Presiden dan DPR RI.
Demikian aspirasi penolakan LKPJ Gubernur Papua yang dibacakan Lenis Kogoya di hadapan Wakil Ketua II DPR Papua Komarudin Watubun SE MH dan Ketua Komisi C DPR Papua Carolus Boli SE disela sela aksi unjukrasa mahasiswa dan pemuda di Gedung DPR Papua, Senin (27/6).

Dikatakan, temuan BPK RI terkait penyimpangn penggunaan dana Otsus Papua. Pertama, pengeluaran dana Otsus tak didukung bukti valid senilai Rp 66 miliar. Dalam pemeriksaan tahun 2010-2011 ditemukan Rp 211 miliar tak didukung  bukti, termasuk realisasi belanja untuk PT TV Mandiri Papua dari  tahun 2006-2009 sebesar Rp 54 miliar tak sesuai ketentuan dan Rp 1,1 miliar  pertanggungjawaban perjalaan dinas menggunakan tiket palsu  serta temuan terdahulu belum sepenuhnya ditindaklanjuti  senilai Rp 354 miliar.

Kedua,  pengadaan barang dan jasa melalui dana Otsus  senilai Rp 326 miliar tak sesuai aturan, antara lain dana Rp 5,3 miliar terjadi di Kota Jayapura tahun anggaran 2008 tak melalui pelelangan umum. Pengadaan dipecah Rp 1.077.476.613 terjadi di Kabupaten Merauke tahun 2007-2008.

Pengadaan  tanpa adanya kontrak  Rp 10 miliar yang terjadi di Kabupaten Kaimana, Papua Barat tahun anggaran 2009. Disamping itu terdapat temuan tahun 2002-2009 yang  belum ditindaklanjuti Rp 309 miliar.

Rp 29 miliar dana Otsus fiktif dalam tahun anggaran 2010 terdapat Rp 22,8 miliar dana Otsus yang dicairkan tanpa ada kegiatan fiktif.

Rincian kegiatan fiktif tersebut masing masing Detail Enginering Design PLTA Sungai Urumuka tahap III Rp 9,6 miliar dan Detail Enginering Design PLTA Sungai Mamberamo tahap II  Rp 8,7 miliar serta studi potensi energi terbarukan di 11 Kabupaten Rp 3,1 miliar pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua. Fasilitas Sosialisasi Angggota MRP periode 2010-2015 Rp 827,7 miliar pada Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Daerah Provinsi Papua tahun 2010, sedangkan bagian tindaklanjut tahun sebelumnya Rp 6 miliar.
Dana Otsus tahun anggaran 2008-2010 dedepositokan senilai Rp 1,85 triliun masing masing Rp 1,25 triliun pada Bank Mandiri dengan Nomor Seri AA 379012 per 20 November 2008. Rp 250 miliar pada Bank Mandiri dengan Nomor Seri AA 379304 per 20 Mei 2009 dan Rp 350 miliar pada Bank Mandiri dengan Nomor Seri  A09610 per Januari 2010. “Penempatan dana Otsus dalam bentuk deposito bertentangan  dengan  pasal 73 ayar 1 dan 2 Permendagri No 13 Tahun 2006. Kegiatan fiktif tersebut harusnya digunakan untuk program pendidikan dan kesehatan rakyat Papua,” ungkapnya.
Sehubungan dengan hal hal tersebut, cetusnya, LMA Provinsi Papua dan didukung elemen masyarakat Papua lainnya menyatakan sikap sebagai berikut.
Pertama, mendesak DPR Papua untuk mempelajari, memeriksa dan meminta jawaban kepada Gubernur Papua terkait LKPJ tahun 2010 dihadapkan pada temuan BPK RI pada 18 April 2011.
Kedua, segera dibentuk Tim Independen yang mengaudit dan memeriksa kembali hasil temuan BPK RI kepada semua pejabat pemerintah baik di Provinsi Papua maupun Papua Barat.
Ketiga, kepada Fraksi Fraksi di DPR Papua diharapkan jujur menyampaikan temuan dari LKPJ Gubernur Papua tahun 2010 dihadapkan pada fakta fakta  dari proyek  proyek  yang telah dilaksanakan oleh Pemprov Papua dan hasil temuan BPK RI 10 April  2011.
Keempat, mendesak KPK RI untuk  turun ke Provinsi Papua dan memeriksa  hasill temuan BPK RI sampai tuntas dan diumumkan kepada masyarakat Papua.
Wakil Ketua II DPR Papua Komarudin Watubun SE MH usai menerima aspirasi menyampaikan berkaitan dengan temuan BPK RI terhadap dugaan penyelewengan dana Otsus senilai Rp 28 triliun selama kurun waktu 2002-2010, maka pihaknya segera mengambil 2 langkah masing masing DPR Papua tengah menggelar sidang LKPJ Gubernur Papua serta menyiapkan pemandangan akhir Fraksi- Fraksi DPR Papua terkait LKPJ Gubernur Papua.
Selain itu, ungkapnya, dari aspek hukum pihaknya  segera mendorong kepada aparat penegak hukum baik Kepolisian maupun Kejaksaan memeriksa dan memproses dugaan penyelewengan dana Otsus.

28 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | Tinggalkan komentar

5 Tahun Bas—Hesegem ‘Habiskan’ Rp 33 Triliun

Catatan Penaku….!!!!

Selama 5 tahun kepemimpinan Gubernur Provinsi Papua Dr (HC) Barnabas Suebu SH dan Alex Hesegem SE, Provinsi Papua memiliki total anggaran kurang lebih sebesar Rp 32,722 triliun. Sebagian terbesar dari dana tersebut merupakan transfer  dari pemerintah pusat dalam Dana Perimbangan dan Dana Penerimaan Provinsi Papua dalam rangka Otsus. 

33 trilun utk biaya pembangunan Prov Papua selama 5 tahun terakhir di bawah pimpinan kaka bas – hesegem merupakan Angka yang cukup fantastis jika dibandingkan dengan provinsi lain seperti Maluku, NTT dan Gorontalo mis alnya. LKPJ kaka bas tentu bisa menjelaskan untuk apa saja dana sebesar itu telah digunakan….???

Apakah masyarakat papua di kampung- kam
pung sudah merasakan hasil pembangunan dgn dana 33 triliun
itu

33 triliun selama 5 tahun dipimpin kaka Bas tidak ada perubahan dan malah banyak yg mengatakan OTSUS GAGAL.

Hal Itu semua diakibatkan Kaka Bas dan kroni2nya dinilai menyelewengkan dana
OTSUS.

Sekarang baru kalian tahu Barnabas Suebu
Bagaimana hasil kerja nya ? apa yang sdh di Bangun ? RUKO yang berjajar sepanjang jalan utama adalah murni pembangunan yang dilakukan WARGA PENDATANG silahkan
SURVEY ? adakah jalan baru yang bisa
menghubungkan satu dgn yg lain sudah di bangun ? Belum lagi janji kampanye jalan kualitas tol yang menjadi jargon kampanye kaka Bas…

27 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | Tinggalkan komentar

5 Tahun Bas—Hesegem ‘Habiskan’ Rp 33 Triliun

Catatan Penaku….!!!!

Selama 5 tahun kepemimpinan Gubernur Provinsi Papua Dr (HC) Barnabas Suebu SH dan Alex Hesegem SE, Provinsi Papua memiliki total anggaran kurang lebih sebesar Rp 32,722 triliun. Sebagian terbesar dari dana tersebut merupakan transfer  dari pemerintah pusat dalam Dana Perimbangan dan Dana Penerimaan Provinsi Papua dalam rangka Otsus. 

33 trilun utk biaya pembangunan Prov Papua selama 5 tahun terakhir di bawah pimpinan kaka bas – hesegem merupakan Angka yang cukup fantastis jika dibandingkan dengan provinsi lain seperti Maluku, NTT dan Gorontalo mis alnya. LKPJ kaka bas tentu bisa menjelaskan untuk apa saja dana sebesar itu telah digunakan….???

Apakah masyarakat papua di kampung- kam
pung sudah merasakan hasil pembangunan dgn dana 33 triliun
itu

33 triliun selama 5 tahun dipimpin kaka Bas tidak ada perubahan dan malah banyak yg mengatakan OTSUS GAGAL.

Hal Itu semua diakibatkan Kaka Bas dan kroni2nya dinilai menyelewengkan dana
OTSUS.

Sekarang baru kalian tahu Barnabas Suebu
Bagaimana hasil kerja nya ? apa yang sdh di Bangun ? RUKO yang berjajar sepanjang jalan utama adalah murni pembangunan yang dilakukan WARGA PENDATANG silahkan
SURVEY ? adakah jalan baru yang bisa
menghubungkan satu dgn yg lain sudah di bangun ? Belum lagi janji kampanye jalan kualitas tol yang menjadi jargon kampanye kaka Bas…

27 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | | 1 Komentar

Menagih Mimpi Gubernu Papua Bas Suebu Lima Tahun Yang Penuh Kebohongan

LKPJ Akhir Masa Jabatan Gubernur Papua Barnabas Suebu dinilai sarat dengan pembohongan publik.

Direktur La-Keda Institute, Papua Lamadi de Lamato yang dihubungi di Abepura, Minggu (26/6) menandaskan, pidato LKPJ Akhir Masa Jabatan Gubernur Papua yang menyampaikan  indikator keberhasilannya antara lain ekonomi terus bertumbuh dalam lingkungan yang tertata dan terpelihara secara damai, tertib dan teratur.

Lapangan kerja terus bertumbah. Makanan dan gizi mereka terus bertambah baik. Kesehatan mereka terus bertambah baik. Pendidikan mereka terus bertambah baik. Perumahan, air bersih dan sanitasi terus bertambah baik. Kualitas hidup mereka terus meningkat dari waktu ke waktu.

Membaca LKPJ Akhir Masa Jabatan Gubernur Papua, , ungkapnya, ini adalah pembohongan publik yang paling nyata. Ekonomi betul tumbuh tapi rakyat asli Papua kenapa banyak sekali yang miskin? Lapangan kerja terus bertumbuh, tapi kenapa banyak orang asli Papua yang tidak terakomodir dalam setiap lapangan kerja yang ada.

“Masih banyak sekali orang asli Papua yang tidak puas dengan rekruitmen setiap pembukaan lowongan kerja yang ada. Janganlah membuat laporan klaim, rakyat tidak perlu dibohongi dengan politik lips service. Ini bukan laporan tapi ini semacam mau kampanye karena beliau masih ingin jadi gubernur lagi,” tandasnya.

Menurut dia, LKPJ Akhir Masa Jabatan Gubernur Papua sangat berbeda dengan kenyataan sehari hari. Hal ini berbeda dengan pidato Gubernur Provinsi Papua Barnabas Suebu SH pada tanggal 6 November 2006 di hadapan sidang DPR Papua menyampaikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Papua (RPJMD) tahun 2006-2011 terkandung visi dan misi, Pembangunan Berkelanjutan sebagai Strategi Dasar, dan 6 prinsip dasar pembangunan. Pertama, Prinsip Kesinambungan, Keseimbangan, Efisiensi, Efektivitas, kemandirian dan akuntabilitas.

Seperti diketahu,4 agenda utama yang akan menjadi fokus pemerintahan selama 2006-2011. Pertama, menata kembali  pemerintahan daerah dalam rangka  membangun tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance) pada semua jajaran dan tingkatan.
Kedua, membangun Tanah Papua yang damai dan sejahtera melalui upaya  yang sungguh sungguh untuk meningkatkan kesejahteraan  rakyat secara adil dan merata bagi semua, dengan titik berat perhatian kepada rakyat yang  hidup di kampung kampung, daerah daerah terpencil serta   rakyat miskin di daerah perkotaan. Ketiga, membangun Tanah Papua yang aman dan damai yang rakyatnya ikut serta memelihara dan menikmati suasana yang aman, damai, penuh disiplin, takut kepada Tuhan, taat kepada hukum, dan menjunjung tinggi Hak Hak Asasi Manusia (HAM).
Keempat, meningkatkan dan mempercepat pembangunan prsaranadasar (infrastruktur) diseluruh Tanah Papua antara lain terdiri dari  prasarana perhubungan/trasportasi dalam  rangka membangun  jaringan transportasi terpadu (darat, laut dan udara), ketersediaan air bersih, ketersediaan energi  dan ketersediaan sistim telekomukasi yang  cukup dan memadai bagi seluruh  rakyat.
Secara umum  target yang ingin dicapai oleh RPJM Provinsi Papua tahun 2006-2011 adalah meningkatnya secara menyolok kualitas  kehidupan seluruh rakyat di Provinsiu Papua sebagai akibat  dari upaya sistimatis yang kita lakukan bersama untuk  pengentasan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan  rakyat, khususnya orang asli Papua atau  prioritas pembangunan selama tahun 2006-2011 adalah sebesar besarnya pembangunan manusia Papua (Human Development).    

27 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | 2 Komentar

UU Nomor 32 Akan Dipecah Jadi Tiga UU

Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Mendagri), Gamawan Fauzi, mengatakan bahwa saat ini pihaknya sedang intens membahas rencana perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 untuk dipecah menjadi tiga undang-undang sebagai perbaikan ataupun penyempurnaan.

“Ketiga undang-undang tersebut adalah pemerintahan daerah, grand design UU pemilihan kepala daerah dan terakhir undang-undang tentang desa. Kami berjanji tiga undang-undang ini harus masuk ke DPR RI [ada bulan Juni ini juga,” katanya saat membuka Rakernas dan Munaslub Apkasi ke VII di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Selatan, Jumat.

Masalahnya, lanjut dia, ada beberapa prinsip penting dalam aturan undang-undang tersebut. Dan itu menjadi jawaban akan masalah otonomi daerahg.

Selain itu, Gamawan juga meminta hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) VII dan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) menjadi bagian poin penting.

“Tolong disampaikan kepada Kemendagri apabila ada hasil kesepakatan tambahan untuk rancangan UU otda sebelum dikirimkan ke DPR-RI harus diserahkan. Kita, masih ada waktu menambah, mengurang dan menyempurnakan. Masalahnya masih banyak hal di UU 32 belum dijawab tuntas,” tuturnya.

Saat membuka kegiatan tersebut, Gemawan juga memuji dan menyambut baik dengan tema yang diangkat dalam Rapat Kerja Nasional VII atau Musyawarah Luar Biasa Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia di Kabupaten Kubu Raya.

“Saya baca dan cermati antara tema dan mars APKASI yang dibawakan. Tema Mengejar Kemandirian Daerah Menuju Kejayaan Bangsa bagi saya adalah Spirit Desentralisasi Otonomi Daerah sebenarnya,” katanya.

Menurutnya, sesuai sistem pemerintahan nasional, otonomi berlangsung di Negara Kesatuan Republik Indonesia,? katanya memberikan sambutan dihadapan ratusan Bupati se-Indonesia.

Dia mengatakan, bukan saja tema sebagai spirit untuk mars Apkasi yang dinyanyikan juga menyanyikan minta dihentikannya sentralisasi sebagai upaya memantapkan otonomi sebagai bentuk kemandirian daerah dan kejayaan bangsa.

“Titik berat terbentuknya Apkasi adalah UU 32 tahun 2009. Saya waktu itu sebagai bupati sempat melaksanakan otonomi daerah bahkan dijabarkan dalam undang-undang nomor 5 tahun 74. Akan tetapi otonomi daerah waktu itu, kewenangannya lebih banyak berada di tangan provinsi,” katanya.

Selain itu, undang-undang nomor 32 pernah tidak punya hirarki jelas antara pemerintah Kab/Kota. Makanya ketika itu terjadi ada bupati tidak mau diundang Gubenur karena tidak punya hirarki.

Tidak heran koordinasi macet dan hirarki dari provinsi-kab/kota hingga ke pusat banyak tidak terarah. “Ini yang harus diubah. Karena sitem pemerintahan nasional khusus otda berlangsung di NKRI, bukan di negara federal,” ujarnya.

Dia menjelaskan dalam pasal 4 UU Nomor 32 tersebut dijabarkan kekuasan pemerintah berada di tangan presiden. Akan tetapi dalam pasal 18 Bab VI tentang Pemerintahan Daerah disebutkan kewenangan pemerintahan berada di daerah otonom untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

“Sudah waktunya jelas ada sinergis dan harmonisasi. Makanya, apabila dalam perjalannya tidak pas, haruslah disempurnakan,” katanya.

25 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | Tinggalkan komentar

Pilkada Provinsi Papua Disepakati 23 September 2011

JAYAPURA—Meski tahapan pendaftaran Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua masih ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan, namun soal pelaksanaan pemilihan, sepertinya sudah tidak bergeser lagi, yakni disepakati 23 September 2011.  Demikian Wakil Ketua I DPR Papua Yunus Wonda SH usai       pembukaan Rapat Paripurna DPR Papua dalam  rangka pembahasan LKPJ  Akhir Masa Jabatan Gubernur Provinsi Papua periode 2011-2016 di DPR Papua, Kamis (23/6).  Menyoal  tentang siapa yang berwenang melakukan proses pendaftaran dan verifikasi cagub dan cawagub Papua,  dikatakan, semua UU  mesti disejajarkan tanpa mengorbankan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua. Pasalnya, sesuai Pasal 139 PP No 6/2005 ayat 1 menyebutkan, Pemilihan Gubernur dan Wakil  Gubernur di Provinsi Papua dilakukan secara langsung oleh rakyat, yang pencalonannya diusulkan melalui DPR Papua oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang- kurangnya 15% dari jumlah kursi di DPR Papua atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu Legislatif. Selanjutnya ayat (2) menyebutkan DPR Papua sebagaimana dimaksud pada atau (1) melakukan penjaringan bakal calon  Gubernur dan Wakil Gubernur melalui tahapan yang tertulis dari huruf a—huruf i. Huruf f sebelum menetapkan pasangan calon menjadi pasangan paling sedikit dua (2) pasangan calon, DPR Papua  meminta pertimbangan dan persetujuan MRP.  
Dari ketentuan ini jelas menunjukkan bahwa proses verifikasi administrasi  dan politik merupakan kewenangan daripada DPR Papua. Karena itu, KPU hanya bertugas sebagai penyelenggara pemilihan setelah menerima klarifikasi dan verifikasi dari DPR Papua. MRP pun dalam memberi pertimbangan dan persetujuan mesti melewati mekanisme  DPR Papua, tanpa itu maka pelaksanaan Pilkada Papua cacat secara hukum.  
Dia mengutarakan, pihaknya menghendaki UU Otsus No 21 Tahun 2001 diletakkan di depan dan menjadi acuan tanpa mengorbankan UU  yang lain. Pasalnya, saat Pilgub Provinsi Papua tahun 2004  tetap mengacu pada PP No 6 Tahun 2005 tentang peranan dan tugas DPR Papua pada Pilgub.
“Saat ini  Tim sedang Konsultasi ke pemerintah pusat  untuk membawa semuanya  kepada  tantanan hukum yang benar,” katanya.
Ditanya  konsultasi kepada pemerintah pusat bakal menghambat tahapan Pilgub, dia mengatakan, yang bergeser adalah jadwal tahapan tapi  pihaknya telah  menyepakati  Pilgub tetap digelar 23 September 2011.  
Sebagaimana diwartakan, yang membedakan DPR Papua dengan DPRD lain di Tanah Air adalah bahwa DPR Papua dalam  hal  pelaksanaan Pilkada mempunyai tugas dan  fungsi melakukan penjaringan terhadap bakal calon gubernur  dan wakil gubernur. Tugas dan  fungsi ini sesuai dengan amanat UU Otsus No 21 Tahun 2001 dalam hal penjaringan bakal calon gubernur dan wakil gubernur  dilakukan oleh DPR Papua  dan kemudian memperoleh rekomendasi berupa pertimbangan dan persetujuan dari MRP terhadap   bakal calon pasangan yang berkaitan dengan syarat Orang Asli Papua (Orpa).
Pasal 139 PP No 6/2005 ayat 1 jelas menunjukkan bahwa proses verifikasi administrasi  dan politik merupakan kewenangan daripada DPR Papua. Karena itu, KPU hanya bertugas sebagai penyelenggara pemilihan setelah menerima klarifikasi dan verifikasi dari DPR Papua. MRP pun dalam memberi pertimbangan dan persetujuan mesti melewati mekanisme  DPR Papua, tanpa itu maka pelaksanaan Pilkada Papua cacat secara hukum. 
Lahirnya Pasal 139 PP No 6/2005 adalah hasil sinkronisasi antara UU Otsus No 21 Tahun  2001 dengan UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan  Daerah. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa. Pertama, telah terjadi  amandemen ke 3 dari UUD 1945 yang mengamanatkan tentang pemilihan langsung Presiden dan Wapres. Kedua, amandemen ke 3 ini menjadi  dasar bagi UU No 32/204 untuk pemilihan gubernur, bupati/walikota pun dipilih secara langsung. Dalam kasus Papua  (2005-2006) sesuai dengan ketentuan pasal 7 ayat 1, UU No 21 Tahun 2001, DPR Papua mempunyai kewenangan untuk memilih  Gubernur dan Wagub. Tapi karena suasana sosio-psiko-politis pasca amandemen ke 3 tersebut dan pemberlakuan UU No 32 Tahun 2004 dimana pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota  dilakukan secara  langsung oleh rakyat, sama seperti pemilihan langsung presiden dan wakil presiden maka dilakukan penyesuaian amandemen UUD 1945 maupun UU No 32 Tahun 2005(Binpa)

24 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | Tinggalkan komentar

DPR RI Sayangkan Penundaan Pilgub Papua

JAYAPURA – Terkait masalah penundaan tahapan pemilukada Gubernur Papua akibat adanya tarik ulur antara DPRP dan KPU Papua soal siapa yang melakukan berhak verifikasi berkas para cagub dan cawagub, kembali mendapat tanggapan. 

Jika sebelumnya Direktur ICS Papua, Budi Setyanto,SH berpendapat untuk mengatasi masalah itu sepatutnya diselesaikan melalui mekanisme hukum yakni dengan mengajukan judicial review dan ia menyarankan sebaiknya DPRP mengalah saja karena dasar yang digunakan DPRP yaitu PP No 6 Tahun 2005 itu secara strata hukum lebih rendah daripada Undang-Undang No 22 tahun 2007 tentang penyelenggaraan Pemilu yang menjadi dasar bagi KPU Papua.

Berkenaan dengan pernyataan sebaiknya DPRP mengalah saja, Wakil Ketua II DPRP Komarudin Watubun menyatakan, di sini bukan soal mengalah atau tidak mengalah, dan bukan soal punya kemauan atau tidak, tapi yang menjadi persoalan adalah aturan main itu sendiri yang harus sesuai dengan aturan hukum yang ada.
 
“Kenapa? Karena DPRP mempersoalkan kewenangan yang ada padanya itu sebagai mana terdapat di dalam 139 PP No 6 Tahun 2005 tersebut, yang mana DPRP melakukan pendaftaran dan verifikasi terhadap bakal calon Gubernur/Wakil Gubernur Provinsi Papua, seperti dilakukan pada periode 2005-2006 lalu,” katanya.

Sebagaimana hal yang sama dipersoalkan oleh KPU Provinsi Papua, karena memiliki kewenangan seperti diamanatkan di dalam UU No. 22 Tahun 2007.
  “Sebelum PP No 6 Tahun 2005 tersebut dihapus, maka sangatlah wajar DPRP berkewajiban melaksanakan kewenangan yang ada padanya itu,” ujarnya.

Menurutnya, agar tidak menimbulkan pertentangan dan permasalahan di kemudian hari, maka alangkah lebih bijaknya semua harus taat pada aturan, dengan melakukan pengujian materi kedua aturan hukum itu di Mahkamah Agung (MA). Guna diputuskan oleh lembaga yang berkompeten itu bahwa kewenangan menerima pendaftaran dan melakukan verifikasi berkas bakal calon gubernur/wakil gubernur itu sesungguhnya ada di mana, apakah di DPRP atau KPU Provinsi Papua.

“Kalau diputuskan di DPRP ya silakan saja, tapi kalau di KPU ya silakan saja juga. Jadi saya pikir tidak ada soal untuk siapa yang akan kerjakan atau menerima pendaftaran dan melakukan verifikasi berkas bakal calon gubernur/wakil gubernur. Ini kan masing-masing melakukan penafsiran yang berbeda-beda dan mencari kebenarannya sendiri-sendiri,” tuturnya.

Soal pertentangan aturan itu atas kesalahan siapa, Watubun tidak menyebutkannya, hanya saja ia menyatakan, sejak bergulirnya era reformasi menyebabkan banyak dikeluarkannya peraturan perundangan oleh Pemerintah Pusat, yang mana aturan-aturan itu ada yang saling bertentangan dan ada juga yang tidak bertentangan, maka kadang ada aturan yang saling bertentangan dan bertabrakan itu yang akhirnya menimbulkan penafsiran yang berbeda.

Sementara itu, terkait penundaan pemilukada Gubernur Papua ini ternyata sangat disayangkan salah seorang anggota DPR-RI asal Papua, Diaz Gwijangge. Kepada Cenderawasih Pos, Diaz mengatakan, pemilihan Gubernur Papua adalah menjadi salah satu persoalan yang penting bagi seluruh orang Papua karena menyangkut kepentingan pemimpin Papua dalam rangka menjalankan kebijakan pembangunan, namun ditunda tanpa ada alasan yang jelas.

Penundaan itu menurutnya, telah mengorbankan masyarakat pendukung balon gubernur yang sudah berdatangan dari berbagai daerah termasuk pegunungan, lembah, pantai dan pesisir yang ingin menyaksikan langsung calonnya mendaftarkan diri.
 
“Masyarakat pendukung yang berdatangan itu pasti sangat antusias ikut serta dalam pendaftaran itu, namun ternyata ditunda, kan kasihan mereka sudah datang jauh-jauh tapi malah kecewa,” ujarnya.

Harusnya, katanya, KPU Papua harus konsisten dengan jadwal yang sudah ditentukan dan harus menjalankannya sesuai rencana, bahkan KPU harus menjelaskan secara rinci alasan kenapa ditunda pendaftaran itu dan jangan hanya mengatakan belum ada kesepakatan antara KPU dengan DPRP.

“Harusnya lagi KPU legowo melakukan pendaftaran itu dan biarkan saja berjalan sebagaimana mestinya karena kalau sampai tunda seperti ini maka bisa saja publik menilai ada nepotisme. Intinya yang sudah siap itu dilaksanakan tanpa ada alasan yang membuat orang banyak menjadi menilai buruk KPU,”tandasnya.

23 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | 1 Komentar

Tim Rekonsiliasi Optimis Dorong Pemilukada Sarmi

SARMI – Ketua Tim Rekonsiliasi Pemilukada Kabupaten Sarmi, Pendeta Robbi Depondoye optimis timnya mampu  mendorong Pemda Sarmi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, KPU, dan Panwas untuk bertemu dan mencapai keputusan terkait pemilukada yang terus molor.

“Rekonsiliasi sudah terjadi. Hanya saja pada 15 Juni lalu penentu kebijakan tidak hadir. Padahal beliau yang mengundang kami,” kata Depondoye yang tidak mau menyebut dengan tegas “beliau” yang dimaksud, kemarin.

Tim yang terdiri dari delapan orang itu dibentuk berdasar keinginan pemerintah. Depondoye mengatakan tugas dari Tim Rekonsiliasi memberikan informasi yang jelas dan akurat tentang permasalahan yang menyebabkan kemandegan pemilukada.

“Agar semua pihak bisa menelaah apa yang terjadi,” harapnya.

Selain itu, kata Depondoy, tim akan menolong lembaga penyelenggara pemilukada baik Pemda, DPRD, KPU, Panwas, dan masyarakat luas untuk mengembalikan kepercayaan rakyat kepada institusi tersebut.

Sejauh ini, pihaknya telah menemui beberapa pihak untuk mengetahui sumbatan utama dari mandegnya pemilukada. Menurutnya, adanya saling ketidakpercayaan lah yang menjadi pokok persoalan.

“Jangan melihat apa yang dikerjakan orang lain, bercerminlah dulu apa yang sudah dikerjakan. Jangan lagi ada saling menuding, melempar permasalahan,” ujar Depondoye. Dalam waktu dekat, pihaknya akan memberikan laporan temuan kepada instansi terkait.

Lebih jauh, dirinya mengharapkan ada pertemuan antara pihak kunci dengan pelaksana pemilukada.

“Kesatuan hati dan pikir dari semua pihak untuk melihat kepentingan rakyat, darah, dan bangsa di atas kepentingan pribadi, golongan, dan mengaktualisasikan itu di Sarmi,” harap Depondoye.

Sementara itu, terkait tertundanya pemilukada, beredar kabar ada Surat Perintah Nomor 900/1667/SET tertanggal 16 Juni 2011 dari Gubernur Papua ke Penjabat Bupati Sarmi agar secepatnya menyerahkan dana ke KPU Kabupaten Sarmi. Tim Rekonsiliasi dan KPU yang dihubungi,
Rabu (22/6), belum dapat memberikan konfirmasi.

Sebelumnya, beredar juga surat kawat dari Gubernur Papua ke Penjabat Bupati Sarmi yang dihembuskan Ketua KPU Kabupaten Sarmi untuk segera mencairkan dana pemilukada, namun sampai hari ini belum bisa dibuktikan kebenarannya. (Binpa)

23 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | Tinggalkan komentar

Pekan Ini, MRP Papua Barat PAW 6 Anggota ” Ketua MRP Dorkas Dwaramuri Di PAW”

MANOKWARI –Lahirnya Provinsi Papua Barat dinilai sebagian kalangan sebagai anak haram dari perjalanan otonomi khusus di Papua. Begitupun sebaliknya, Majelis Rakyat Papua yang terlahir dari Otsus kini menjadi dilema dengan lahirnya MRP Papua Barat.

Direncanakan dalam pekan ini, Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) akan melaksanakan pleno usulan pergantian antar waktu (PAW) terhadap 6 anggota MRP asal wilayah pemilihan Papua Barat, yang belum melaksanakan tugasnya di Provinsi itu.
Ketua MRPB, Vitalis Yumte, dalam sebuah konferensi pers di Mansinam Beach Hotel kemarin mengatakan, keenam anggota tersebut masing-masing, Dorkas Dwaramuri, Ketua Definitif MRP, yang merupakan wakil perempuan bersama Atakia Sirfefa, juga tiga wakil adat yakni Zeth Mlaskit, Lukas Surbay dan Walas Karenak, serta satu wakil dari unsur agama yakni Edward Sangkek.

Vitalis mengatakan, terhadap mereka-mereka yang belum melaksanakan tugas di Papua Barat, pihaknya akan menegakan aturan sesuai dengan amanat UU Otsus. “Jadi bagi mereka yang tidak melaksanakan tugas, dalam waktu dekat, kita akan berikan deadline, sesuai dengan kode etik dalam MRP sendiri. Nanti akan kita plenokan, usulan itu seperti apa, akan kami sampaikan kepada media,” ujar Vitalis.

Dia menyebutkan, MRPB adalah lembaga kultur yang dibentuk di Papua Barat dan diberikan gaji oleh pemerintah Provinsi Papua Barat. “Untuk itu, tidak ada kata lain, untuk mereka harus kembali dan melaksanakan tugas di Papua Barat. Jika sampai batas waktu yang ditentukan nantinya mereka tidak kembali, kami akan ambil sikap tegas,” katanya.

Sementara itu, terkait dengan rencana pleno untuk usulan PAW, salah satu dari keenam anggota MRP, Edward Sangkek, yang berhasil dikonfirmasi kemarin mengatakan, yang melanggar kode etik itu sebenarnya adalah mereka yang membentuk MRP di Papua Barat.

“Saya ingin mempertanyakan, kode etik mana yang kami langgar? Karena kode etik yang diakui sebanyak 73 anggota MRP adalah Kode Etik yang ditandatangani oleh ketiga unsur pimpinan terpilih, yakni Dorkas Dwaramuri, Herman Saud dan Thimo Murip. Dan tidak ada satu pun yang kami langgar untuk saat ini.

Kami bekerja di MRP itu karena kami tidak ingin keluar dari aturan yang ditetapkan, bukan karena untuk kepentingan lalu kami tanggalkan semua ketentuan yang sudah kami sepakati,” kata Edward.

Edward juga mempertanyakan, tata tertib (tatib) mana yang dipergunakan oleh MRPB untuk memilih 3 pimpinan sementara hingga pimpinan definitif. “Kalau mau jujur, pada saat itu, MRPB belum punya tatib. Kalau memang MRPB punya tatib, tidak mungkin dilaksanakan secepat itu. Pembahasan Tatib di MRP saja memakan waktu hingga sebulan, itu pun belum final sampai saat ini. Dengan kata lain, tatib dan segala keputusan lain ibarat mie instant,” ujarnya.

Ia menyesal dengan perilaku elit politik di Papua Barat, yang secara terang-terangnya mengakui pemilihan pimpinan sementara MRPB, padahal hanya dihadiri oleh 11 anggota MRPB. “Kalau secara organisatoris, ini tidak sah, karena keputusan diambil tidak memenuhi quorum.

Dan lebih parahnya lagi, pelantikan pimpinan MRPB yang dilaksanakan dengan pengawalan super ketat aparat keamanan tersebut, tidak ada dasar hukumnya,” pungkasnya.

23 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | 1 Komentar

1,2 Triliun untuk Rekonstruksi Wasior

MANOKWARI – Rehabilitasi dan rekonstruksi Kota Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, pasca banjir bandang yang menghantam wilayah itu, Oktober 2010 silam, masih belum bisa dilakukan. Pemerintah pusat belum menetapkan anggaran yang rencananya akan digunakan untuk membangun Wasior sebesar Rp 1,2 trliun, sebagaimana diusulkan Pemerintah Provinsi Papua Barat.
Derek Ampnir Ketua Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Papua Barat Rabu (22/6) mengatakan, anggaran itu sendiri masih sementara dibahas menteri keuangan dan komisi VIII DPR RI serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). “Tapi Pemerintah Papua Barat sudah menyampaikan usulan dana itu kepada DPR RI untuk ditetapkan,” katanya.
Dijelaskan Ampnir, pembahasan anggaran RR (Rehabilitasi dan Rekonstruksi) ini baru dibahas dalam dua kali pertemuan yaitu pada tanggal 1 Juni bersama Badan Anggaran DPR RI, lalu dibahas juga oleh komisi VIII DPR RI. “Saya harap Semua pihak memahami, kami ini hanya mengkoordinasikan tetapi yang melaksanakan kegiatan adalah kementrian teknis. Dan kementrian pekerjaan umum juga telah membentuk Program Managemen Unit yang bertugas untu mengelola rencana RR,” kata ampnir. Dikatakan Ampnir, BPBD Papua Barat telah melakukan kegiatan earli atau pemulihan awal di Wasior dengan dana Rp 3 milyar dari usulan sebesar Rp 9 miliar. Dana tersebut sudah digunakan untuk pembersihan lingkungan dan untuk program air bersih, “sedangkan sisanya 40% belum keluar hingga kini masih menunggu pencairan anggaran dari pusat,” ujarnya.
Sementara untuk dana 12,9 milyar lainnya yang dipertanyakan beberapa pihak, kata Ampnir telah dialokasikan untuk pembangunan tambahan barak hunian sementara sebanyak 43 unit. Pembangunan itu sesuai rapat koordinasi awal Oktober 2010 lalu bersama BNPB.
“Meskipun hunian tersebut sudah dibangun namun beberapa diantaranya belum berpenghuni. Pemerintah Papua Barat sendiri telah mendata siapa saja yang berhak mendapatkan hunian sementara” katanya..

23 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | Tinggalkan komentar

Dualisme MRP Ancam Eksistensi Orang Papua

JAYAPURA – Pro dan kontra soal lahirnya Majelis Rakyat Papua Barat (MRP PB) masih berlanjut dan diperkirakan akan terus berkepanjangan. Bahkan dengan adanya dualisme MRP tersebut diklaim menjadi ancaman bagi eksistensi orang asli Papua. Hal itu terungkap dalam seminar sehari yang dilegar Badan Eksekutif Mahasiswa, Rabu (22/6), kemarin.   Seperti diketahui,  menyikapi pecahnya institusi MRP (Majelis Rakyat Papua) setelah MRP Papua Barat dilantik oleh Gubernur Papua Barat atas nama Menteri Dalam Negeri, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Uncen, Rabu (22/6) menggelar seminar sehari, dengan mengambil thema ‘Dampak dualisme MRP bagi eksistensi Orang Asli Papua di atas Tanahnya Sendiri’.   Seminar yang digelar di Auditorium Uncen dan diikuti oleh sekitar 100 peserta dari berbagai kalangan yang didominasi para mahasiswa tersebut, menghadirkan dua orang pemateri, yaitu dari Dewan Adat Papua Fadhal Alhamid  dan Pastor Jong Jonga selaku tokoh agama.  Dengan dimoderatori Laus Rumayom.
Fadhal Alhamid mengatakan bahwa yang bahaya terkait dualisme MRP di Tanah Papua adalah, standar hak dasar orang Papua di Papua Barat dengan di Papua akan berbeda. Selain itu, menurutnya bahwa pembentukan MRP di Papua Barat, penuh dengan kepentingan, terkait konspirasi politik pemilihan Gubernur dan Wagub di Papua Barat. “MRP pernah membuat satu kesepakatan terkait satu kesatuan kultural dan ekonomi. Namun jika ada dua MRP, maka satu kesatuan kultural dan ekonomi tersebut terancam hilang,” ungkapnya saat memberikan materi secara lisan.  
Dan terkait dualisme MRP tersebut, menurutnya harus dimintakan pertanggungjawaban kepada MRP. “Betulkah MRP Papua Barat yang bentuk mereka,” itu perlu dipertanyakan.
Setelah dualisme MRP tersebut, diungkapkan bahwa telah terjadi kekacauan posisi jabatan pimpinan antara MRP di Papua dan MRP di Papua Barat. “Posisi Ketua MRP, Ibu Dorkas yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua di MRP Papua Barat. Tentunya ini sangat membingungkan,” katanya.
Sedangkan Pastor John Jonga lebih memaparkan  tentang pengalamannya mendalami permasalahan jemaatnya di wilayah Keerom. “Otsus sama sekali tidak memberi perlindungan, kenyamanan dan keamanan bagi orang asli Papua. Menurut saya, secara defacto Otsus gagal, karena hanya dinikmati masyarakat yang tinggal di sekitar daerah dimana ibukota Kabupaten,” ungkapnya.
Padahal di daerah tersebut, menurutnya  prosentase orang asli Papua sangat kecil dibandingkan dengan masyarakat migran (pendatang). “Sedangkan keberadaan MRP yang diharapkan menjadi alat pemersatu, sekarang menjadi alat pemecah belah orang asli Papua,” ungkapnya.
dalam kesempatan tanya jawab, sejumlah mahasiswa yang maju lebih menyoroti masalah penolakan Otsus.
“MRP adalah salah satu lembaga yang hadir karena Otsus. Dan Otsus lahir ini hanya memperpanjang penderitaan orang asli Papua. Otsus adalah kepanjagan tangan Pemerintah Pusat. Sehingga harus segera digelar sidang paripurna DPRP untuk menggagalkan pembentukan MRP Papua Barat,” tegas salah satu mahasiswa bernama Yulian Goby.
Ungkapan senada diungkapkan mahasiswa lain yang diberi kesempatan mengajukan pertanyaan kepada pemateri.(Binpa)

23 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | 7 Komentar

Inilah Produk Undang Undang Yang Dibuat DPR-RI Yang Pro Kepentingan Asing

Menurut Dani Setiawan,Ketua Koalisi Anti Hutang,bahwa beberapa aturan yang dibuat oleh DPR waktu itu justeru dibiayai dengan  dana yang berasal dari hutang .Karenanya sangat wajar jika  produk aturan-aturan atau undang-undang tersebut kelihatannya  sangat pro investor asing sebagai penyandang dana itu.Undang-undang tersebut adalah sebagai berikut:

1.Undang-undang no. 22 tahun 2001 mengenai minyak dan gas

2.Undang-undang no.21 tahun 2002 mengenai ketenaga listerikan

3.Undang-undang no.19 tahun 2003 mengenai Badan Usaha Milik Negara

4.Undang-undang no. 7 tahun 2004  mengenai Sumber daya air

5.Undang-undang no. 25 tahun 2007 mengenai penanaman modal

6.Undang-undang no. 27 tahun 2007 mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

7.Undang-undang no. 9 tahun 2009  mengenai Badan Hukum pendidikan

Bertitik tolak dari undang-undang semacam itu memungkinkan intervensi asing terutama para penyandang dana tersebut,untuk mempengaruhi proses hulu sampai hilir berbagai kebijakan pemerintah Indonesia  supaya selalu menguntungkan mereka,meskipun dikecam keras oleh masyarakat Indonesia.Karena tidak heran,sekiranya berbagai kebijakan pemerintah sekarang lebih menguntungkan investor asing ketimbang bangsa Indonesia.

Sebagai konsekuwensinya,maka pertambangan nasional tahun 2011 75 persen dikuasai oleh investor asing,dan perbankan dikuasai asing sekitar 50 persen.Sedangkan industri telekomunikasi juga dikuasai asing 23,91 persen (smartfren Telecom),35 persen(Telkomsel),60 persen(Hutchinson),70,14 persen(Indosat),80 persen(XL Axiata)  dan 95 persen(Natrindo).Sedangkan industri kelapa sawit  juga sudah dilego kepada investor -investor asing, yang terdiri dari Guthrie Bhd,Malaysia seluas 167.908 hektar,Wilmar International Group,Singapore lahannya  seluas 85.000 hektar.Lalu Hindali-Cargill(AS) mengelola lahan seluas 63.455 hektar,Kuala Lumpur Kepong Bhd seluas 45.714 hektar,kemudian perusahan Belgia(Sipef group)30.952 hektar dan perusahaan Malaysia lainnya Golden Hope group sekitar 12810 hektar .

Karenanya meskipun Indonesia memiliki lahan yang luas dan subur,namun dikelola bukan oleh bangsa Indonesia sendiri sehingga mereka tidak memperdulikan bangsa yang justeru tinggal disekitar jutaan hektar lahan kelapa sawit  atau pertambangan  minyak dan gas.Oleh sebab itu sudah pantas sekiranya bangasa Indonesia sering sekali  mengalami kelangkaan  minyak goreng atau minyak dan gas,dan jikapun ada harganya sudah melambung tinggi . Nah,hal ini tidak bisa dibiarkan lagi terus berlangsung,makanya sudah waktunya bangsa Indonesia memiliki pemimpin yang bernyali tinggi namun profesional dan proporsional,yang mempunyai daya tawar-menawar tinggi dengan perusahan-perusahan asing yang sudah lama memeras bangsa Indonesia karena ketololan pemimpinnya.Jika tidak sekarang ,kapan lagi bung ?!  kita sudah muak dengan politisi busuk ,yang hanya getol korupsi  meras dan meras rakyat .Selamatkan Indonesia dari New Liberaslisme !.

23 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | Tinggalkan komentar

Bupati Supiori Harap Jaga Kebersamaan

SUPIORI — Bupati Kabupaten Supiori, Fredrik Menufandu SH MH MM., meminta kepada kontingen Pramuka asal Kabupaten Supiori yang akan mengikuti Kegiatan Jambore Nasional (Jamnas) Pramuka di Palembang, agar menjaga nama baik daerah dan tetap memupuk kebersamaan bersama selama mengikuti kegiatan.
Hal ini dilontarkan Fred sapaan akrabnya, saat melepas secara resmi, 50 Kontingen Pramuka asal Kabupaten Supiori, di Hotel Mapia Kabupaten Biak Numfor, pukul 23.00 WIT, Senin (21/6) malam lalu.
“Saya berharap, agar apa yang sudah diperoleh selama masa persiapan di Supiori, dan kegiatan didaerah lain, agar diperhatikan dengan baik, sehinga nantinya bisa diterapkan. Tunjukkan kemahiran yang telah diperoleh dalam Pramuka untuk nama keharuman Supiori,” ungkap Fred yang sebelumnya memberikan salam khas Pramuka kepada para kontingen Pramuka yang kebanyakan anak usia sekolah dasar dan menegah pertama di Supiori. Pramuka, kata Fred, merupakan kegiatan yang paling disukai anak-anak bahkan orang dewasa di hampir seatero manusia di Bumi, karena banyak ilmu yang dapat diperoleh dari kegiatan kepramukaan, mulai dari ketangkasan hidup hingga kedisiplinan.
Fred mengatakan, sebagai Bupati yang baru menjabat tiga pekan di Kabupaten Supiori. Ia bersama wakilnya Yan Imbab telah mengambil kebijakan yaitu menutup sementara rekening kas daerah, sehingga apapun bantuan yang telah diberikan Pemerintah Daerah Kabupaten Supiori dalam rangka menyukseskan Munas Palembang agar di manfaatkan semaksimal mungkin.
“Kami dua (Fred dan Yan) baru saja menjabat tiga minggu di Supiori, Ada kebijakan yang saya ambil, yaitu menutup sementara rekening kas daerah, agar semua penggunaan anggaran di tahun 2010 bisa dipertanggungjawabkan. Sehingga apa yang bisa Pemda berikan hanya itu, manfaatkan secara baik,” jelas Fred.
Selaku Kaka Majelis Pembimbing Cabang, Kwarcab 2620 Supiori, Fred tidak lupa menitipkan pesan kepada para pembina maupun pengurus Kwarcab 2620 Supiori yag ikut dalam kegiatan Jamnas agar mengutamakan keslamatan kontingen, mengingat kontingan pramuka asal Supiori lebih didominasi anak-anak.
“Ini tanggungjawab yang diberikan oleh orang tua mereka kepada kalian, jaga mereka baik-baik. Dan bawa pulang mereka sampai di Orang Tua mereka dengan sehat,” harap Fred.
Sementara itu, M. Hasan, selaku Ketua Kwarcab 2620 Kabupaten Supiori, dan juga Asisten Bidang Umum, Setda Kabupaten, kepada Bupati Fred mengatakan, kwarcab 2620 Kabupaten Supiori memberangkat 50 kontingen yang terdiri dari para anggota serta pembina. Segala kebutuhan kontingen mulai dari perlengkapan tenda hingga pakaian ditanggung Pemda Supiori.(Binpa)

22 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | Tinggalkan komentar

Memilih Bupati Boven Digoel Definitif, Tunggu Keputusan MA

MERAUKE – Terhitung sejak tanggal 7 Maret 2010 lalu, pemegang  kuasa Pemerintahan Kabupaten Boven Digoel secara resmi berada di tangan Wakil Bupati Merasi Yesaya. Dengan demikian Wabup sebagai penjabat Bupati melaksanakan tugas Pemerintahan yang ada.
Dibawah kepemimpinan Yesaya ini juga terjadi rotasi jabatan terhadap sejumlah kepala dinas.
Hal ini yang membuat beberapa mantan kepala dinas mengajukan komplain, sehingga Wabup saat ini harus pulang pergi ke Jayapura untuk konsultasi dengan Gubernur Provinsi Papua dan Kepala Badan Kepegawaian agar bagaimana mengatur para kepala dinas tersebut.
“Padahal mereka (mantan kepala dinas) bukan dinonaktifkan melainkan mereka digeser ke staf ahli untuk bagaimana membantu mengatur Pemerintahan secara teknis agar berjalan lebih baik lagi. Dan, saya sendiri melihat kinerja Wabup cukup baik menjalankan amanahnya sebagai penjabat Bupati,” kata Ketua DPRD Kabupaten Boven Digoel, Marcelus K. Kimbiraka kepada wartawan terkait kisruh yang tengah terjadi di Pemkab Boven Digoel, Selasa (21/6). Secara resmi tongkat komando Bupati sementara ini diserahkan kepada Wabup, namun Bupati definitif tetap diharapkan ada secepatnya. Meski DPRD sendiri memiliki hak inisiatif dalam menentukan Bupati, tetapi DPRD harus menunggu keputusan Mahkamah Agung tentang status Bupati.
“Kalau sudah ada keputusan MA di bulan ini atau bulan depan, baru kami akan mengatur bagaimana Wabup ini naik sebagai Bupati, dan juga memilih dua orang lainnya untuk mendampinginya sebagai Wabup,” terangnya yang tidak bisa menentukan deadline dalam masalah ini.
Marcelus sendiri enggan menyebutkan siapa bakal calon yang di gadang-gadang untuk maju sebagai Wabup. Menurutnya, hal itu masih menjadi rahasia internal sehingga belum bisa dipublikasikan. Yang jelas, sambungnya, yang berhak mengusung calon adalah berasal dari partai pemenang.
“Kalau soal itu saya tidak bisa menjawab sekarang. Tapi yang berhak menunjuk para calon adalah partai pemenang, dimana partai  akan mengusung dua orang calonnya,” kilahnya.

22 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | 1 Komentar

Karateker Gubernur Papua Tengah Diajukan ke Mendagri

Ketua tim panitia khusus pemekaran Propinsi Papua Tengah Afred L.Numberi, Sth.MA kemarin mengatakan, dalam mempersiapkan karateker gubernur untuk pemekaran Propinsi Papua Tengah, perlu adanya dukungan dan kerjasama dari semua masyarakat.

“Menyangkut persiapan karateker akan diajukan ke Mendagri, kami telah siap mulai dari dasar hukum yang didukung oleh dokumentasi sepuluh kabupaten, juga peraturan daerah dan peraturan lainnya kami telah siap,” ujarnya.

Menurutnya, untuk pembentukan Propinsi Papua Tengah yang diatur dalam UU, ibukotanya di kabupaten Nabire. “Kami telah menerima pembebasan tanah dari delapan kepala suku besar dengan luas sepuluh ribu hektar yang terdapat di daerah Kuartisore, Nabire barat. Dengan luas tanah yang kosong dan sebesar itu, kami akan membangun Provinsi Papua Tengah yang baru,” ujarnya.

Daerah yang termasuk wilayah Propinsi Papua Tengah meliputi, Supiori, Biak, Biaknumfor, Yapen, Waropen, Dogiyai, Dayai, Nabire, Intan Jaya, Paniai, dan Timika.

22 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | 2 Komentar

Persipura Masuk Peringkat 207 Dunia

JAYAPURA – Luar biasa, Persipura Jayapura saat ini naik dari peringkat 264 menjadi peringkat  207 dunia. Hal ini  seperti dilansir oleh International Federation of Football History & Statistics (IFFHS) dalam situs resminya, Tim Kebanggaan masyarakat Papua, Persipura Jayapura saat ini berada di Peringkat ke 207 dunia, pada medio sebelumnya anak asuh Jacksen Tiago ini hanya berada di Peringkat 264. IFFHS sendiri adalah sebuah Federasi Internasional yang bertugas melakukan pendataan sejarah dan statistic klub di seluruh dunia berdasarkan data base yang diperoleh FIFA. Keberhasilan dalam peningkatan peringkat Persipura ini adalah sebuah kebanggaan lain yang telah ditorehkan oleh para prajurit muda Port Numbay sehingga semakin meninggikan derajat dan martabatat sepakbola Indonesia di kancah Internasional, terlebih lagi harkat dan martabat orang Papua terangkat dengan prestasi ini. “Ini adalah bukti dari kerja keras yang telah dilakukan oleh anak-anak Papua, semoga hal ini juga bisa membuka mata public sepakbola Indonesia yang belum sepenuhnya mengakui kehebatan anak-anak Papua,” ungkap pengamat dan pelatih sepakbola Papua, Ferdinand Fairyo.
Ditambahkan juga oleh Nando bahwa, “Seharusnya pelatih Tim Nasional juga harus bisa membuka mata untuk kenyataan ini, jangan lagi melihat talenta-talenta Papua ini dengan subyektifitas, mereka sudah menunjukkan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh pemain dan tim-tim lain di Negeri ini,” jelas Nando lagi.
Dari susunan peringkat klun dunia yang dirilis tersebut peringkat lima besar diisi oleh, Barcelona, Real Madrid, FC Porto, Manchester United dan Manchester city, sementara perwakilan Serie A Italy hanya mendududuki peringkat 6 melalui Internazionale Milan.
Peringkat 207 yang dihuni Persipura Jayapura (Indonesia), ternyata jauh lebih baik dari beberapa klub besar Eropa dan Amerika Latin yang sudah sangat tersohor seantero jagat raya, sebut saja Nama-nama seperti, Maccabi Haifa, Israel (208), River Plate, Argentina (213), Fiorentina, Italy (246), dan Newcastle United, Inggris (292).
“Semoga apa yang sudah diraih oleh Persipura ini bisa terus dipertahankan dan kalau bisa ditingkatkan lagi karena semua tidak mustahil kalau ada kemuan, usaha dan dukungan, serta ijin dari Tuhan, jadi untuk seluruh tim Persipura teruslah berjuang, kalian sudah buktikan didalam negeri, kita tetap akan memberikan dukungan untuk kalian bisa berprestasi di tingkat Asia,” ujar Emon Ondoafo, seorang Persipura Mania yang berdomisili di Abepura.

22 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | Tinggalkan komentar

Pusat Diminta Terbitkan Pemendagri Pengeloaan Dana Otsus

JAYAPURA—Pemerintah Daerah (Pemda) dinilai lemah dalam melaksanakan perintah UU Otsus No 21 Tahun 2001. Akibatnya, pelaksanaan  UU Otsus di Papua mengalami hambatan.  Pasalnya, sejumlah peraturan pelaksana yang diamanatkan UU Otsus ternyata hanya sebagian yang telah dibuat pemerintah daerah, baik DPR Papua, MRP maupun Gubernur. Selebihnya belum dilakukan. Hal ini disampaikan Researcher The House of Representantives of the Republic of Indonesia (DPR-RI) Riris Katharina ketika dihubungi usai melakukan pertemuan dengan Ketua Fraksi Partai Golkar DPRP Jan Ayomi S.Sos di ruang kerjanya, Senin (20/6).   Dia mengatakan, pihaknya ingin melihat  sampai sejauh mana implementasi UU Otsus Nor 21 Tahun 2001 di Papua, khususnya  dari sisi peran lembaga perwakilannya yaitu DPRP dan MRP. Ditanya apa yang diharapkan dari kegiatan ini, dikatakan pertama pihaknya sangat mengharapkan mendapat data riil tentang pelaksanaan Otsus. Karena ternyata selama ini Tim Pemantau Otsus DPR RI  sangat sulit mendapatkan data yang akurat mengenai berapa sebenarnya jumlah  peraturan   pelaksanaan yang sudah dibuat maupun yang belum di buat oleh DPRP dan Gubernur. Kedua, pihaknya ingin mencari tahu  apa sebenarnya yang menjadi masalah di daerah ini, sehingga pembuatan peraturan pelaksanaan itu terhambat, apakah pihak Gubernur, DPRP atau MRP.
Pihaknya juga ingin mencari tahu kenapa sulit mendapatkan data mengenai jumlah dana Otsus dan peruntukannya. Pihaknya baru tahu ternyata Gubernur menggunakan Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang laporan keterangan pertanggungjawaban keuangan. Jadi Permendagri itu mendasari UU No 32 Tahun 2004. Padahal di UU N0 21 Tahun 2001 itu kan anggaran Otsus itu diatur tersendiri untuk kesehatan, pendidikan, perekonomian dan Infrastruktur.
Dia mengatakan, ketika laporan keuangan dari Gubernur itu disatukan maka DPRP kemudian tak bisa melihat seberapa besar UU Otsus dilaksanakan oleh Gubernur.  Itu menjadi salah satu kendala. Kemudian pihaknya juga mendapat  data bahwa ternyata pemerintah pusat belum pernah belum pernah mengundang DPRP untuk mendengarkan suara DPRP. “Jadi selama ini yang diundang selalu pihak eksekutif  karena dianggap yang lebih representatif untuk mewakili pemerintah daerah,” tukasnya.
Ditanya kenapa DPR RI sulit mendapatkan data terkait penggunaan dana Otsus, dia menandaskan, DPR RI tak mempunyai  data tertulis mengenai pelaksanaan Otsus. Pasalnya, menurut informasi pemerintah daerah  kurang terbuka menyampaikan  kepada DPR RI. Kalaupun ada  hanya informasi sepihak dari Gubernur.
“Nah mungkin disitu letak permasalahannya jadi versi Gubernur mungkin yang lebih banyak didengar daripada DPRP,” tukasnya.
Karena  itu, tambahnya,   hal ini merupakan masukan bagi pemerintah pusat bahwa seharusnya mengundang Gubernur, DPRP dan MRP duduk dan membahas bersama pelaksanaan UU Otsus.
Terkait Evaluasi Otsus, dia mengatakan, hal ini pernah dipertanyakan DPR RI  ketika mengundang Menkeu, Mendagri ternyata evaluasi Otsus pernah dilaksanakan, tapi hanya parsial yang didasarkan pada sektoral dan belum pernah dilakukan evaluasi Otsus secara menyeluruh.
Karena itu, dia menambahkan,  setelah pemerintah pusat mendengar DPR RI membentuk Tim Pemantau Otsus  kemudian merekomendasikan untuk membentuk semacam Badan Evaluasi Pelaksanaan Otsus, tapi hingga kini belum terbentuk.
Sementara itu, Ketua Fraksi Golkar DPR Papua Jan Ayomi SSos menandaskan guna mempertanggungjawabkan penggunaan dana Otsus Papua, maka pemerintah pusat dianjurkan membuat Permendagri tentang pengelolaan dana Otsus. Pasalnya, apabila ada Permendagri tentang pengelolaan dana Otsus jadi semua  dana yang dialokasikan diatur secara terpisah sehingga mudah mengontrolnya serta mudaj dipertanggungjawabkan. 
Dia mengatakan, selama ini dana Otsus dijadikan satu paket dengan Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) serta Pendapaat Asli Daerah (PAD) dan lain lainya yang masuk dalam satu paket dalam Buku APBD. Semua dana digabungkan  dan sulit dipisahkan antara  dana Otsus, DAK, DAU serta PAD.
Hal ini membuat sejumlah pihak termasuk DPR Papua  kesulitan memberikan evaluasi terhadap dana Otsus dari aspek segi anggaran. Pasalnya, selama ini kan pemerintah daerah menggunakan Permendagri Nomor 13 yang sumbernya dari UU Nomor 32.
“Jadi semua dana Otsus diatur disitu. Nah ini susah untuk mengontrol dana Otsus,” katanya.
Dengan demikian, lanjutnya,  dana Otsus ini akan diarahakan untuk membiayai KUA dan PPAS yang bersifat khusus bagi orang asli Papua  serta mempermudah pertanggungjawabannya.
Tapi kalau diantur secara khusus, maka mudah untuk kita kontrol dana Otsus misalnya di bidang kesehatan apakah sudah mencapai 15 persen, di bidang pendidikan apakah sudah mencapai 30 persen.(Binpa)

21 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | Tinggalkan komentar

( Pemilukada Papua Barat) Ataruri-Katjong Lapor Kandidat Lain ke Polisi

Pernyataan sikap koalisi tiga kandidat sebelum pleno pengambilan nomor urut Pemilihan Kepala Daerah di Manokwari, Papua,  Senin, berbuntut panjang. Pihak pasangan calon Abraham O Atururi-Rahimin Katjong melaporkan ketiga kandidat ke kepolisian.

Kuasa hukum Bram-Katjong, Christian Warinusy, Selasa (21/6/2011) menyatakan kliennya keberatan dengan beberapa isi pernyataan sikap koalisi tiga kandidat.

Pernyataan lain yang tidak diterima pasangan itu adalah Rahimin Katjong bukan orang asli Papua. Padahal, Majelis Rakyat Papua wilayah Papua Barat telah merekomendasikan, Katjong orang asli Papua.

Bahkan, dilihat dari UU nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus Papua, kata Warinusy, kandidat yang kini juga menjabat wakil gubernur PB adalah orang asli Papua.

Laporan pencemaran nama baik yang dilakukan tiga kandidat kepada Bram-Katjong, diserahkan ke Kantor Polres Manokwari sekitar pukul 12.00 WIT.

21 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | Tinggalkan komentar

MRP Papua Barat = MRP Tandingan

Manokwari – Pembentukkan Majelis Rakyat Papua Papua Barat atau MRP PB sama dengan membuat MRP tandingan di tanah Papua. Pasalnya, pembentukan itu bertentangan dengan hasil rapat pleno pimpinan dan seluruh anggota Majelis Rakyat Papua dari tiga unsur (Adat, Perempuan, Agama) pada tanggal 25 Mei 2011 lalu.
Eduard Sangkek anggota MRP dari unsur agama mengatakan, pada tanggal 26 April lalu, 73 anggota dari total 75 anggota Majelis Rakyat Papua bertolak ke Jakarta bertemu Menteri Dalam Negeri dan Dirjen Otonomi Daerah (Otda) untuk berkonsultasi mengenai tata tertib (tatib). Dia mengatakan, pemerintah pusat (Menteri Dalam Negeri dan Dirjen Otda) memerintahkan untuk merubah tatib dan membuatnya terpisah antara provinsi Papua dan Papua Barat.
“Hasil rapat tanggal 25 Mei yang dihadiri oleh seluruh anggota dari tiga unsur menyatakan pandangan bahwa MRP hanya ada satu dengan tiga unsur pimpinan. Namun untuk sekretariat yang di bagi dua. Dan SK-nya telah di tandatangani oleh Sekretaris Majelis,” jelas Eduard Sangkek kepada wartawan sesaat sebelum bertolak ke Jayapura, Papua. “Sikap 27 anggota MRP asal wilayah pemilihan Papua Barat sangat disesalkan. Berangkat secara diam-diam ke Provinsi Papua Barat tanpa ada surat resmi dari pemerintah provinsi setempat. Dan angenda kerja mereka pun tak jelas. Tiba-tiba tanggal 2 Juni telah mendeklarasikan pembentukkan MRP Papua Barat,” katanya.
Ada dua hal yang menjadi dasar, lanjut Eduard, mengapa seluruh anggota mendukung MRP hanya satu. Pertama, merupakan keputusan dari 73 anggota dari total 75 anggota MRP. Ia mengatakan dua anggota sakit. Dan kedua, hasil rapat pleno tanggal 30 Mei. “Kami 6 anggota asal Papua Barat, bersama 42 anggota Majelis Rakyat Papua lainnya cukup kaget dengan kabar telah terbentuk MRP PB. Ini sama saja sebagai MRP tandingan,” kata Eduard lagi.
”Ini (pembentukkan) sama halnya tidak menghargai rakyat sebagai pemegang demokrasi tertinggi. Jelas kalau rakyat telah sepakat MRP hanya satu, ya dilaksanakan karena itu adalah keputusan rakyat. Dan pembentukan yang dilakukan tergesa-gesa dan pelantikan yang hanya di hadiri 11 anggota. Jangan hanya karena kepentingan politik. MRP adalah lembaga kultural yang memperjuangkan hak-hak dasar orang asli Papua,” ucap Eduar yang didampingi rekannya Lukas Surbay.
Lukas Surbay menambahkan, dibentuknya Majelis Rakyat Papua karena telah terjadi pelanggaran HAM di Tanah Papua. “Hadirnya MRP PB sama halnya pemerintah telah melakukan pelanggaran HAM. Karena pembentukan Majelis Rakyat Papua di Papua Barat telah terkontaminasi kepentingan politik. Karena pembentukannya bertentangan dengan Undang-undang otonomi khusus maupun Peraturan Pemerintah nomor 54/2004,” kata Lukas

21 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | | 6 Komentar

Manokwari Bentrok 65 Warga Ditangkap

Manokwari- Diduga berawal dari kasus asusila, menyebabkan bentrok massal di Manokwari Provinsi Papua Barat. Aksi saling serang warga ini terjadi Senin sekitar pukul 15.45 WIT kemarin, mengakibatkan beberapa rumah warga di Sanggeng Dalam hancur. Kaca-kaca berguguran setelah sekelompok warga yang belum diketahui dari mana asalnya tersebut, menyerang warga di wilayah itu. Aksi penyerangan yang dilakukan tersebut, menyebabkan sebagian warga di Sanggeng Dalam harus berusaha menyelamatkan diri. Sebagian besar mereka mengungsi ke tempat yang aman, sementara lainnya masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu. Kejadian tersebut berlangsung sekitar 30 menit lamanya. Ulah main hakim sendiri dari sekelompok warga Manokwari tersebut, menyebabkan polisi harus turun tangan. Sekitar puluhan personil dari Polres Manokwari bergerak langsung menuju TKP. Pengepungan oleh aparat yang turun dengan senjata lengkap itu pun digelar. Dan alhasil, polisi berhasil meringkus sebanyak 65 warga yang diduga melakukan penyerangan. Setelah diringkus satu persatu akhirnya digelandang ke Mapolres Manokwari untuk selanjutnya diinterogasi.  Pantauan wartawan Koran ini, proses interogasi itu dilakukan oleh puluhan personil dari Satuan Reserse dan Kriminal Polres Manokwari, di Teras Aula Mapolres Manokwari. Hingga berita ini diturunkan, proses interogasi disertai foto sebanyak 65 orang tersebut dilakukan satu persatu oleh polisi. Kapolres Manokwari AKBP Agustinus Supriyanto, dalam keterangannya kepadda wartawan kemarin menjelaskan, penahanan terhadap 65 orang tersebut, dua diantaranya perempuan terkait perngrusakan rumah dan kendaraan. “Jadi awalnya kejadian ini bermula dari kasus asusila dan penganiayaan. Untuk itu saat ini kita masih dalam pendalaman terhadap kasus ini. Pemeriksaan akan tetap kita lakukan terhadap mereka-mereka yang terlibat. Nanti hasilnya akan saya sampaikan kepada teman-teman,” ujar Kapolres.
Kapolres juga menyebutkan, terkait dengan pengamanan terhadap perumahan warga saat ini sedang dikawal oleh pihaknya. Hal itu ditakutkan jangan sampai adanya penyerangan menyusul, karena sebagian warga yang melakukan penyarangan tersebut lari ketika hendak ditangkap polisi. “Ini akan kita kembangkan. Dan bagi yang terlibat dalam kasus ini akan kita proses hukum. Saat ini kita terus melakukan pemeriksaan intensif kepada 65 orang ini,” kata Kapolres lagi.
Pasca bentrok yang terjadi kemarin, kondisi wilayah Sanggeng Dalam kembali berjalan normal. Sebagian warga sudah mulai melakukan aktivitas mereka. Namun mereka masih trauma dengan aksi penyerangan yang dilakukan oleh warga lainnya. Mereka takut, jangan sampai pada malam hari akan dilakukan penyerangan kembali, karena mereka tidak puas dengan penyerangan sebelumnya.

21 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | Tinggalkan komentar

Nilai Aset Kabupaten Supiori Capai Rp 739 Miliar

SUPIORI—Upaya Bupati Kabupaten Supiori, Fredrik Menufandu SH, MH, MM., dan Wakilnya Drs. Yan Imbab, untuk terus mendata semua aset Pemda Supiori mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan. Tercatat hingga Oktober 2010, total asset mencapai Rp 739 Miliar lebih.

Bupati Kabupaten Supiori, Fredrik Menufandu SH MH MM.

Nilai aset ini dilaporkan Kepala Sub Bagian verikasi dan aset daerah, Bagian Keuangan Setda Kabupaten Supiori, Katerina Arwakon, pada lanjutan Pemeriksaan SPJ TA 2010 serta pemeriksaan data aset milik Pemda Kabupaten Supiori tahap pertama, yang dilakukan Bupati Kabupaten Supiori, Fredrik Menufandu SH MH MM., selama beberapa pekan terakhir.

Nilai aset Pemkab Supiori yang dicatat sejak tahun 2005 hingga Oktober tahun 2010 merupakan suatu prestasi yang luar biasa, pasalnya nilai aset yang dimiliki Pemda Supiori ini tidak pernah terekspos ke publik, bahkan terkesan ditutup-tutupi. Nilai aset ini baru terungkap (walaupun kebenarannya masih diragukan) setelah Bupati definitif Supiori, Fredrik Menufandu memerintahkan pendataan ulang semua aset Pemda.

Sebelumnya juga, Ir. Helly Weror M.Si., yang menjabat Penjabat Bupati Supiori selama beberapa bulan sebelum pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Supiori, kepada media ini beberapa waktu lalu, menegaskan bahwa pendataan aset merupakan salah satu agendanya.

Tidak terdatanya aset pemda Supiori serta pengelolan keuagan yang jelek sejak menjadi daerah Otonom, menyebabkan Supiori menjadi salah satu Kabupaten di Provinsi Papua yang terus sulit keluar dari Opini Disclimer alias amburadul dari BPK RI.

Nilai aset ini kemungkinan masih akan bertambah, karena data aset yang terhimpun oleh Sub Bagian Verikasi dan Aset Daerah hanya pada data kendaraan roda dua dan roda empat dari SAMSAT Kabupaten Biak Numfor serta aset di Setda Kabupaten Supiori. Sedangkan aset lainnya yang diadakan oleh setiap SKPD tidak semuanya terdata.

“Laporan hasil pendataan aset sejak tahun 2005 hingga oktober 2010 sesuai SP2D, sedagkan nilai asset November-Desember belum sempat dilakukan,” jelas Arwakon.

Ia juga mengakui bahwa data aset yang dipegang pihaknya juga tidak dapat dipercaya, pasalnya setelah dilakukan croscek dengan SKPD ternyata banyak sekali perbedaan yang muncul.

Menyikapi hal itu, Bupati Kabupaten Supiori, Fredrik Menufandu, menegaskan kepada seluruh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) untuk melaporkan aset yang dimilikinya. Pasalnya dari laporan masyarakat, banyak aset Pemda yang dipakai oleh oknum tertentu untuk memperkaya diri. “Yang dipinjamkan atau dipindahkan ke pihak ke dua harus ada tanda bukti atau terima. Ada informasi yang masuk ke telinga saya, ada kendaraan rumah sakit dijadikan taksi,” ungkap Fred.

Oleh karena itu, untuk penertiban aset Pemda Supiori, kata Fred, Pemda Supiori akan membuat perjanjian kerjasama dengan institusi Polri sebagai lembaga yang diakui Undang-Undang dalam hal ini Polres Supiori untuk menertibakan semua aset Pemda.

“kita akan buat MoU dengan Polres untuk usut. Kalau memang dihibahkan atau diserahkan kepada pihak kedua, mana buktinya dan barangnya dimana. Kalau mau di dem, harus melalui mekanisme yang jelas dan benar,” tegas Fred. (Binpa)

20 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | Tinggalkan komentar

Percepat Infrastruktur Bupati Supiori Seriusi Kerjasama Bank Papua

SUPIORI—Kapasitas keuangan yang terbatas dan tidak seimbang dengan kebutuhan pembangunan di daerah memaksa Pemerintah Daerah harus cerdas. Dalam rangka tersebut, Bupati Kabupaten Supiori, Fredrik Menufandu SH, MH, MM., tengah menseriusi kerjasama dengan perbankan untuk membantu kapasitas keuangan daerah.

Bupati Kabupaten Supiori Fred Menufandu dan Wakil Bupati Yan Imbab bersama para pimpinan dari PT. Bank Papua.

Salah satu bank yang akan digandeng Pemda Supiori adalah Bank Papua.

Upaya kerjasama antara Pemda Supiori dengan Bank Plat merah ini dibuktikan dengan pertemuan yang dilakukan di kantor Bupati Supiori, Sabtu pekan kemarin.

Bupati Fred mengatakan, kerja sama Pemda dengan Bank Papua mutlak dilakukan, mengingat kapasitas keuangan Pemda sangat terbatas terutama untuk membiayai pembangunan infratruktur jalan, jembatan, gedung serta energi listrik yang membutuhkan biaya yang cukup besar.

Fred mengatakan, pembangunan infrastruktur yang memadai dan aman seperti jalan, merupakan syarat mutlak yang harus dipersiapkan Pemerintah daerah dalam rangka menembus keterisolasian daerah yang tentunya akan diikuti dengan pembangunan ekonomi masyarakat di kampung-kampung.

“Kita ingin membangun masyarakat yang ada dikampung-kampung, tapi kita terbatas pada infrastruktur, maka itu untuk mempercepat pembangunan, kita harus buka semua akses, seperti jalan dan penerangan yang memadai dan baik. Keuangan kita terbatas dan banyak yang harus dibiayai, maka tidak ada salahnya kalau Pemda gandeng Bank untuk kerjasama,” jelas Fred.

Fred mengatakan, pertemuan dengan Bank Papua selain membahas kerjasama, juga membuat rencana untuk meningkatkan status Bank Papua Kantor Cabang Pembantu (KCP) Sorendiweri menjadi Kantor Cabang (kancab).

Peningkatan status ini tentu membutuhkan dukungan infrastruktur yang layak dan baik, seperti listrik dan telekomunikasi.

“Ada rencana mereka untuk tingkatkan status KCP ke Kancab, jadi kita bicarakan, apa-apa saja yang dibutuhkan mereka yang harus disiapkan Pemda,” jelas Fred.( Binpa)

20 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | Tinggalkan komentar

KPU Papua Tolak Fatwa MA

Jayapura,-Terkait fatwa MA, Ketua KPU Provinsi Papua Benny Sweny SSos yang dihubungi sebelumnya menegaskan, pihaknya menolak fatwa MA yang mengabulkan permohonan Barnabas Suebu untuk  maju sebagai Gubernur Provinsi Papua yang ketika kalinya.
Hal ini membantah sebuah Sumber. Yang menyebutkan bahwa saat ini Barnabas Suebu dan Alex Hesegem bersama Tim Sukses Gabungan PDIP, PBR dan Partai Kedaulatan pada Selasa (21/6) bertolak ke Jakarta untuk menindaklanjuti fatwa Mahkamah Agung (MA) kepada pihak KPU Pusat. Fatwa MA mengabulkan permohonan Barnabas Suebu untuk minta agar  keputusan KPU  No 13 Tahun 2010, khususnya pasal 9 tentang syarat kepada daerah  yang tak sesuai dengan pasal  12  dan pasa 17 ayat (1) UU Otsus Papua, putusan MA dengan  perkara No Reg 18 P/HUM/2011n yang diajukan 25 Maret 2011.
Sekadar diketahui, Lima Balon Gubenur Diusulkan PDI-P
Saat pendaftaran yang dibuka DPD beberapa waktu lalu,  hanya menerima lima nama yang mendaftarkan diri ke sekretariat..  Kelima nama itu masing-masing-masing-masing, Leon Wayoi, Barnabas Suebu, Alex hesegem, Klemen Tinal dan Lukas Enembe.
Dikatakan,  Ia saat ini sedang mengupayakan untuk bertemu unsur pimpinan DPP PDI Perjuangan di Jakarta guna membicarakan proses verifikasi lebih lanjut. Dalam waktu satu minggu ini diharapkan sudah ada kejelasan hasil verifikasi di DPP. .

20 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | Tinggalkan komentar

“Jelang Pilgub Papua ” PDIP Tolak Rekomendasikan Bas- Hesegem

JAYAPURA—Adanya kabar  yang menyebutkan DPP PDIP telah secara resmi  memberikan rekomendasi kepada Dr (HC) Barnabas Suebu SH dan Alex Hesegem SE untuk maju dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Provinsi Papua periode 2011-2016 yang dijadwalkan digelar 26 September mendatang, ternyata dibanta Ketua Fraksi PDIP  di DPR Papua Drs Marcus Mirino SH MH ketika dikonfirmasi menegaskan bahwa pihaknya hingga kini belum memberikan rekomendasi resmi kepada Cagub dan Cawagub Provinsi Papua, termasuk Barnabas Suebu SH dan Alex Hesegem. Namun demikian, untuk rekomendasi kepada Cagub dan Cawagub adalah kewenangan DPP PDIP untuk memutuskan setelah diusulkan DPD PDIP Provinsi Papua.  Sebuah sumber terpercaya menandaskan, DPD PDIP Provinsi Papua, DPD Partai Bintang Reformasi Provinsi Papua  (3 kursi di DPR Papua) serta Partai Kedaulatan Provinsi Papua (3 kursi di DPR Papua)  telah membahas bersama guna memberikan rekomendasi kepada   Barnabas Suebu dan Alex Hesegem untuk maju dalam Pilgub Provinsi Papua. Sumber itu juga menambahkan, Barnabas Suebu dan Alex Hesegem bersama Tim Sukses Gabungan PDIP, PBR dan Partai Kedaulatan pada Selasa (21/6) bertolak ke Jakarta untuk menindaklanjuti fatwa Mahkamah Agung (MA) kepada pihak KPU Pusat. Fatwa MA mengabulkan permohonan Barnabas Suebu untuk minta agar  keputusan KPU  No 13 Tahun 2010, khususnya pasal 9 tentang syarat kepada daerah  yang tak sesuai dengan pasal  12  dan pasa 17 ayat (1) UU Otsus Papua, putusan MA dengan  perkara No Reg 18 P/HUM/2011n yang diajukan 25 Maret 2011.

20 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | Tinggalkan komentar

MRP di Papua Barat = Otsus Gagal

JAYAPURA – Tanggapan keras terus mengalir terhadap Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat, yang baru saja dilantik oleh Gubernur Papua Barat Abraham O. Ataruri, Rabu (15/6) lalu. Kali ini datangnya dari Koordinator Program The Institute for Civil Strengthening (ICS) Papua, Yusak Reba saat dihubungi , kemarin.
 Menurutnya, sikap elit-elit politik di Papua Barat yang sengaja membentuk MRP di Papua Barat melambangkan sikap yang akan memberikan stigma kepada orang Papua, bahwa undang-undang otonomi khusus di Papua telah gagal.
 “Saya menilai ini permainan dari elit politik di Papua Barat, yang sengaja membentuk MRP, tanpa dasar hukum yang kuat, akan meluruskan opini masyarakat  Papua, bahwa otsus gagal. Jangan heran masyarakat Papua selalu menolak otsus di Papua,” tegasnya.
 Bahkan, Yusak meminta kepada pemerintah pusat dalam hal ini Presiden dan Menteri Dalam Negeri jangan sekali-kali memberikan peluang kepada elit-elit politik yang sengaja mengacaukan pelaksanaan undang-undang otsus di Papua, bahkan pusat harus segera menegur kepada gubernur yang bersangkutan.
“Jika pusat memberikan kesempatan kepada elit-elit politik untuk mengacaukan pelaksanaan otsus di Papua, maka pusat juga ikut dalam perpecahan orang Papua,” terangnya.
 Bahkan kata Yusak, sesuai dengan Undang-Undang Otsus No.21/2001, MRP adalah lembaga negara, bukan bawahan dari gubernur, sehingga gubernur tidak pantas melantik pimpinan MRP, seperti yang dilakukan oleh Gubernur Papua Barat, dengan melantik MRP di Papua Barat, bisa terkesan dua kali pelantikan dalam periode yang sama.
  “Ini terkesan dua kali pelantikan, ini bisa dikatakan melanggar hukum,” ucapnya.
  Yusak menjelaskan, pembentukan MRP di Papua Barat oleh elit-elit politik di Provinsi termuda tersebut membuktikan bahwa elit-elit politik di Provinsi tersebut belum memahami regulasi soal undang-undang otsus secara baik, terutama Undang-undang no.21/2001, serta perubahan UU.no.35/2008, tentang perubahan undang-undang 21.2001, untuk Provinsi Papua Barat, Kata Yusak,jika dibaca dengan baik, tidak ada salah satu pasal yang mengatakan MRP harus ada di Papua Barat.
 “Tidak ada landasan hukum yang kuat untuk membentuk MRP di Papua Barat, jadi MRP di Papua Barat ilegal. Pusat harus segera ambil sikap,” terangnya.
 Sementara itu, MRP Papua Barat hanya membutuhkan waktu satu hari untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon menyangkut syarat keaslian calon sebagai orang asli Papua. Berkas yang diserahkan KPU Papua Rabu (15/6) sekitar pukul 16.00 WIT langsung diserahkan kembali, Jumat (17/6) pukul 09.00 WIT. Dari 33 anggota MRP Papua Barat, sebanyak 24 anggota MRP Papua Barat hadir menyaksikan penyerahan berkas tersebut.
 Berkas diserahkan langsung Ketua MRP Papua Barat Vitalis Yumte dan diterima Plt Ketua KPU Papua Barat Philep Wamafma yang juga Devisi Hukum. Ketua MRP Papua Barat didampingi Wakil Ketua I Anike T.H Sabami dan Wakil Ketua II Zainal Abidin Bay. Penyerahan berkas pasangan calon tersebut dihadiri Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi dan Wagub Drs Rahimin Katjong, M.Ed dan Muspida Kabupaten Manokwari.
 Saat dikonfirmasi usai penyerahan berkas, Vitalis enggan menyampaikan hasil verifikasi yang dilakukannya. Yang jelas pihaknya sudah melakukan tugasnya sesuai yang diamanatkan dalam undang-undang Otsus nomor 21 Tahun 2001 maupun PP 54 Tahun 2004 yakni memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap calon khususnya menyangkut orang Papua asli. Vitalis mengaku akan segera melanjutkan proses pembahasan tugas MRP Papua Barat lainnya.
 Setelah menerima berkas dari MRP Papua Barat, KPU Papua Barat, Jumat (17/6) sekitar pukul 14.00 WIT langsung menggelar pleno untuk menetapkan pasangan calon yang sudah mendapatkan pertimbangan dan persetujuan terkait keaslian calon sebagai orang Papua.
 Plt Ketua KPU Papua Barat Philep Wamafma yang juga komisioner Devisi Hukum dalam jumpa pers, Jumat (17/6) di Kantor KPU Papua Barat di Jalan SKMA II Basecamp Arfai Distrik Manokwari Selatan langsung membacakan surat keputusan KPU Papua Barat nomor 26 Tahun 2011 tentang penetapan pasangan calon yang memenuhi syarat dan lolos dalam pencalonan untuk mengikuti pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Tahun 2011.
  Dalam surat keputusan KPU Papua Barat nomor 26 Tahun 2011 tersebut telah menetapkan empat pasangan sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Tahun 2011. “Pasangan calon yang sudah kita tetapkan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur sudah mendapat pertimbangan dan persetujuan dari MRP Papua Barat,”tuturnya.
Keempat pasangan tersebut antara lain pertama Abraham O Atururi sebagai Calon Gubernur dan Drs Rahimin Katjong, M.Ed sebagai calon wakil gubernur. Kedua, Drs Dominggus Mandacan sebagai calon gubernur dan Origenes Nauw, S.Pd sebagai calon wakil gubernur. Ketiga, George Celcius Auaparay, SH, MM, MH sebagai calon Gubernur dan Hasan Ombaer, SE sebagai calon wakil gubernur. Keempat, DR Wahidin Puarada, M.Si sebagai calon Gubernur dan Ir Herman Donatus Felix Orisoe sebagai calon wakil gubernur.
 Dikatakan, pasangan-pasangan calon gubernur yang sudah ditetapkan akan mengikuti proses tahapan selanjutnya sesuai dengan keputusan KPU Provinsi Papua Barat Nomor 25 Tahun 2011. Sesuai dengan jadwal, KPU Papua Barat akan melakukan pencabutan nomor urut, Senin (20/6) di Kantor KPU Papua Barat.(cepos)

19 Juni 2011 Posted by | inilah.com, Kabar Terkini | Tinggalkan komentar

Menyelusuri Tokoh Intelektual Di Balik Pergolakan Timur Tengah

Oleh: Nurdin Muhammad

Tulisan ini coba mengungkapkan menurut fakta-fakta yang ada ,bahwa pergolakan yang sampai sekarang masih dan akan berlangsung lama di kawasan Timur Tengah tersebut merupakan hasil -hasil desain besar yang sengaja dilakukan oleh organisasi-organisasi yang di danai AS untuk mewujudkan suatu konsep yang disebut “Timur Tengah Raya”atau”Timur Tengah Baru” yang paralel dengan konsep lain,yakni”Israil; Raya”,buatan Freemasonry Zionis  itu.                                       

Agenda besar Washington -NED(Natonal Endowment for Democracy)yang dibiayai Gedung Putih itu kini menjadi pemain utama di kawasan Timur Tengah,serta akan merambah keseluruh dunia muslim.Karena program NED tersebut sudah di rancang sedemikian rupa supaya semua pemerintahan negara-negara muslim disesuaikan dengan demokrasi gaya Paman Sam,sehingga semua kepentingannya tetap terjamin dikawasan-kawasan teresebut.Proyek itu meliputi negara -negara yang mayoritas populasinya muslim dari Pakistan,Afghanistan ,Asia Tengah,Timur Tengah,Afrika Utara ,Afrika Barat,Afrika Timur ,dan tidakmmustahil juga Asia tenggara.                                                                               

Pada tahun 2009 sebelum Barack H.Obama mengunjungi Mesir,untuk bertemu Husni Mubaraq,Menlu AS  Hillary Clinton mengumpulkan sejumlah aktifis muda Mesir di Washington  dibawah naungan Freedom House ,yang menamakan diri sebagai organisasi yang bergerak pada hak asasi manusia yang berbasis di Washington dengan rangkaian sejarah panjang keterlibatannya dalam berbagai aktifitas mendalangi perubahan rejim-rejim yang di sponsori Gedung Putih,yang kini secara aktif terlibat dalam hal serupa di kawasan-kawasan dunia muslim.                                                                       

Proyek Timur Tengah Raya yang juga disebut Timur Tengah Baru bertujuan untuk memaksakan “demokrasi”dan “pasar bebas”selaras kaca mata kuda Washington dan sekutunya terhadap bangsa -bangsa lain,terutama kawasan Timur Tengah yang kaya tersebut.Hillary Clinton dan Jeffrey Feltman  menjadi pembimbing akatis-aktifis muda Mesir di Washington dibawah naungan Freedom House,yang mencuci otak generasi muda Timur Tengah supaya tunduk,patuh kepada berbagai kebijakan Washington dan sekuutnya.                                                                                                                 

Sebagai arsitek dan direktur pertama NED,Allen Weinstein yang mengatakan kepada koran Washington Post tahun 1991  ,bahwa “Banyak yang kita lakukan hari ini ,telah dilakukan secara terselubung 25 tahun yang lalu oleh CIA”,demikian kata tokoh Freemasonry dan Zionisme politik tersebut.Kemudian coba kita lihat siapa-saja yang duduk dalam jajaran NED tersebut.Frank Carlucci,mantan Menteri Pertahanan dan Deputi kepala CIA.Kemudian Jenderal Wesley Clark,pensiunan dari NATO,dan ia sebagai “Warhawk” Zalmay Khalilzad,arsitek invasi George W.Bush  ke Afghanistan dan Iraq.Sedangkan anggota NED lainnya juga seperti Vin Weber,salah seorang pimpinan satuan independen atas Arab.Ia juga sebagai perancang kebijakan luar negeri AS terhadap reformasi di dunia bersama mantan Menlu AS berdarah Yahudi,Madeleine  Albright.Wanita ini sebagai salah seorang  anggota pendiri  lembaga think-tank Project for a New American Century dengan  Dic Cheney dan Donald Rumsfeld,yang menganjurkan pemaksaan perubahan rejim di Iraq tahun 1998 .                    

Kononnya NED ini adalah lembaga swasta  non pemerintah,yayasan non profit ,namun menerima alokasi tahunan untuk peroyek internasional dari Kongres  AS.Memang NED sangat tergantung kepada para pembayar pajak AS untuk semua pendanaannya ,tetapi karena NED bukaninstansi pemerintah,maka ia tidak tunduk pada pengawasan Kongres.Sehingga  tidak diketahui berapa dana yang dikeluarkan setiap tahunnya dalam proses menciptakan dunia ini sesuai dengan kepentingan AS dan sekutunya tersebut.Dana  disalurkan keberbagai kawasan target melalui empat yayasan berikut: National Democratic Institute for International Affairs(NDIIA)yang terkait erat dengan Partai Demokrat ,partainya Barack H.Obama.Kemudian Institute International Republic(IIR)yang juga terkait dengan Partai Republik  yang sekarang  mendominasi Kongres dan Senat AS.The American Center for International Labor Solidarity yang terkait dengan AFL-CIO (federasi buruh AS)  dan Departemen Luar Negeri AS.Selanjutnya,Center for International Private Interprise(CIPE)yang sangat erat kaitannya dengan Kadin-nya AS,yakni US Chamber of Commerce.                                                                    

Oleh sebab itu,maka pergolakan di kawasan Timur Tengah kelihatannya masih berkepanjangan sampai rejim-rejim yang tidak disukai oleh AS dan Israel bisa dirontokkan,sehinnga semua kepentingan Washington dan sekutunya akan tetap terjamin.Untuk itulah,maka perlu segera Washington dengan semampunya akan menrealisasikan konsep “Timur Tengah Raya”atau”Timur Tengah Baru”yang seirama dengan konsep yang sejak lama dikembangkan oleh Freemasonry -Zionis Israel,yakni Israel Raya dari Lembah Sungai Nil (Mesir)sampai Lembah Sunagi Tigris-Euprat di Iraq  .

19 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | Tinggalkan komentar

Pemilukada Kab Sarmi Tidak Jelas, Ondoafi Nyatakan Mosi Tidak Percaya

SARMI – Karena pemilukada tak kunjung jelas digelar, Ondoafi se-Kabupaten Sarmi akan melayangkan mosi tidak percaya pada pemerintah. Para ondoafi menuding pemerintah tidak bekerja sesuai tugasnya, dan akan menuntut mundur para pejabat yang tidak melakukan tugasnya dengan baik.
Hal ini terungkap dalam rapat adat yang melibatkan Ondoafi Sobey, Armati, Rombay, Manirem, dan Isirawa, serta perwakilan dari Dewan Adat Sarmi dan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Sarmi bertempat di kediaman Ondoafi Yonias Awete di Bagaiserwar, Sarmi, Jumat (17/6). “Kita akan layangkan mosi tidak percaya pada pemerintah. Jika ada pejabat yang tidak melakukan tugas harus dicopot dari jabatan,” tandas salah seorang ondo.
Menurut ketua LMA Sakweray, dirinya menganggap pemerintah bekerja dengan tidak jujur karena dirugikan oleh kepentingan seseorang. “Uang untuk pilkada itu ada atau tidak, kenapa ditunda,” ungkap Sakweray. Ondoafi Sawar Lukas Senis mengatakan pihak adat akan mendesak pemerintah mempercepat pelaksanaan pemilukada. Jika masih berlarut-larut, lanjutnya, mereka akan bertindak. “Kalau masih berlarut-larut, adat harus bertindak pakai penunjukan atau cara lainnya,” kata Lukas.
Selain itu, rapat adat menyepakati dibentuknya Badan Pengurus Masyarakat Kabupaten Sarmi. Dalam waktu dekat, akan bertemu dengan pemerintah daerah, dalam hal ini bupati, sekretaris daerah, dan DPRD.
Pasca pertemuan Muspida beberapa pekan lalu di Jayapura, tahapan pemilukada di Sarmi belum juga jelas. Selain masyarakat adat, ada juga Tim Rekonsiliasi yang merupakan perwakilan adat, agama, pemuda, dan perempuan melakukan mediasi untuk mempercepat pelaksanaan pemilukada.(Binpa)

18 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | 2 Komentar

Disiplinkan PNS, Bupati Supiori Minta SKPD Mendata Ulang PNS

Fred Menufandu: Saya Tidak Akan Toleransi

SUPIORI—Untuk mendisiplinkan serta menertibkan administrasi kepegawaian, Bupati Kabupaten Supiori, Fredrik Menufandu SH, MH, MM.,memerintahkan seluruh Kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) untuk segera melaporkan status
Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan kerja masing-masing ke Bagian Kepegawaian Setda Kabupaten Supiori, paling lambat Senin pekan depan.
Penegasan Fred sapaan akrabnya ini muncul menyusul adanya pengangkatan pejabat dalam Internal Pemda Supiori serta pemutasian PNS baik yang bergabung ke Pemda Supiori maupun yang memilih bertugas di daerah lain, yang mungkin saja dilakukan oleh mantan pejabat terdahulu atau sesuka hati PNS, tanpa melalui aturan-aturan kepegawaian yang benar.
“Kepada seluruh kepala SKPD agar segera menyerahkan nama-nama PNS Pemkab Supiori yang melaksanakan ijin belajar atau tugas belajar disertai nama pejabat yang memberi ijin atau yang menugaskan,” tegas Fred melalui surat edaran Bupati Supiori Nomor 602/278/SET, kepada masing-masing SKPD, Kamis lalu. Bupati Fred juga meminta seluruh kepala SKPD untuk melaporkan daftar nama PNS yang melakukan mutasi baik ke luar maupun masuk ke Pemerintah Daerah Kabupaten Supiori yang sampai saat ini prosesnya tertunda atau bermasalah.
Sebelumnya Bupati Fred pada setiap kesempatan telah menegaskan kepada seluruh PNS di Kabupaten Supiori agar mendisiplinkan diri dengan tertib masuk kantor dan pulang kantor

18 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | Tinggalkan komentar

LSI Diskriminatif TIM PERANG BINTANG TANPA PEMAIN PAPUA

JAYAPURA – Pemain-pemain sepakbola Papua kembali harus mengurungkan niatnya untuk unjuk gigi pada partai perang Bintang yang akan diselenggarakan di Stadion Mandala Jayapura, 29 Juni 2011 nanti, pasalnya dari 64 pemain yang dinominasikan oleh PT. Liga Indonesia melalui Badan Liga Indonesia tidak ada satupun pemain atau anak Papua yang terdapat di dalamnya. Selain Persipura, tim dari Papua yang ikut berlaga di ajang ISKL adalah Persiwa wamena, sementara pemain Persiwa Wamena yang masuk nominasi pemain pada perang bintang adalah, Ferdinand Sinaga dan Boakay Edi Foday. Menanggapi kondisi ini, pengamat dan mantan pemain Persipura, Daud arim, berpendapat bahwa, “Jangan karena Persipura sudah juara jadi pemain Papua yang lain diabaikan, itu tidak boleh, kita masih bisa lihat beberapa pemain asal Papua yang bermain di klub luar, seperti Elie Aiboy, Engelbert Sani, Ruben Sanadi dan lain-lain, sedangkan pemain Persiwa, masih ada Yesaya Desnam, Habel Satya, Isak konon”, ungkap Daud Arim.
Senada dengan Daud Arim, Abdul haji Mayor, yang juga eks pemain Persipura, menganggap bahwa, hal tersebut membuktikan bahwa Tim yang menentukan pemain-pemain itu belum jeli dan professional, “Jelas mereka kurang professional, bayangkan saja, dari mana dasarnya mereka memasukan sebelas pemain Sriwijaya FC ? apa hebatnya pemain-pemain itu, indikasinya adalah saat ini Sriwijaya berada di peringkat berapa ? kenapa pemain Sriwijaya banyak sekali ?, mudah-mudahan  kedepan mereka bisa lebih jeli melakukan pemantauan pemain”, ungkap pemain yang semasa bermainnya sangat lincah itu.
Perang Bintang yang diharapkan dapat menjadi representasi permainan para bintang sepakbola Indonesia, ternyata belum mampu memenuhi ekspektasi pecinta sepakbola tanah air, khususnya mereka yang berada di Papua, apapun perkembangan dari hasil poling SMS yang akan menentukan pemain yang akan berlaga nanti, diharapkan dapat menampilkan sebuah permainan yang berkelas dan enak disaksikan.

18 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | Tinggalkan komentar

MRP Papua Barat Terancam Di bubarkan

JAYAPURA— Pelantikan unsur pimpinan MRP Papua Barat  di Manokwari Rabu (15/6),   terus menuai sorotan. Kali ini, giliran Ketua DPR Papua Drs John Ibo MM memberikan tanggapannya.  Menurut John Ibo,  terkait pelantikan MRP Papua Barat tersebut, DPRP  merencanakan akan membahasnya dengan  MRP yang sah  guna membubarkan MRP Papua Barat. Selanjutnya, DPR segera melakukan paripurna-paripurna istimewa guna memutuskan pembubaran DPRP.  Dia mengatakan, pihaknya akan meminta agenda-agenda sidang DPRP sementara ditunda guna membahas tentang pertimbangan membubarkan MRP,  serta segera membuka sidang Non APBD untuk memberikan kesempatan kepada Fraksi- Fraksi DPRP  guna memberikan pertimbangan pembubaran MRP.

Menurut dia,  pihaknya melakukan kebijakan ini  biar pemerintahan di Papua menjadi vakum dan semua pihak boleh melihat bahwa pemerintah pusat tak mentolerir lagi daerah dan pusat tak menganggap daerah daerahnya pusat. Tapi pada segi lain pihaknya tetap menganggap pusat adalah pusatnya daerah.
Dia mengatakan,  DPRP mengagendakan  pembubaran MRP apalagi rakyat berkali kali menyampaikan aspirasi  untuk mengembalikan Otsus. Pasalnya, masyarakat Papua mengaggap  Otsus sudah mati dan segera  bubarkan MRP.
“Kalau rakyat sudah minta kami sebagai repsentatif rakyat ya akan juga menuju ke situ,” kata John Ibo MM didampingi Ketua Komisi E DPRP Drs Marcus Mirino SH MH ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya, Jumat (17/6). 
Untuk menindaklanjuti pembubaran MRP, lanjutnya, pihaknya telah menugaskan sejumlah anggota  DPRP yang sedang berada di tengah masyarakat ikut memperhatikan aspirasi yang berkembang terkait pembentukan MRP Papua Barat.  Dan ketika  anggota DPRP kembali dibuat pertemuan  pada  Badan Musyawarah DPRP untuk menghimpun seluruh aspirasi masyarakat.  “Inilah langkah-langkah yang kami akan lakukan di Papua agar dunia tahu apa yang terjadi di Papua,” katanya.
Penasehat DPD Partai Golkar Provinsi Papua ini menandaskan, jauh hari sebelum pemilihan MRP, DPR Papua Barat dan DPR Papua sepakat hanya satu MRP karena kultur masyarakat di Tanah Papua hanya satu maka MRP satu.  “Pemerintan pusat jangan terus lakukan intervensi dan mengurangi hak-hak kami orang asli Papua. Saya hanya beri peringatan Otonomi Khusus itu melalui UU Otonomi Khusus No 21  tahun 2001 ada kekhususan yang perlu dipertimbangkan,” katanya.
Karena itu, tambahnya,  melalui kekhususan itu membuat harkat dan martabat orang Papua terangkat dan menunjukan jatidiri  dan sikap rakyat Papua selama ini. 
“Kami anggota DPR yang biasanya mengutamakan kepentingan pemerintah negara kesatuan Republik Indonesai di Papua,” tukasnya.
Menurutnya, Gubernur  Papua Barat Abraham O Ataruri mengetahui mengapa ada semangat untuk  memiliki hanya MRP satu karena ada komitmen yang terbangun untuk memiliki satu pemahaman tentang semangat MRP. “Jujurkah Pak Bram setelah usai Gubernur masih bisa ingat tentang rakyat  Papua karena didalam hati Pak Bram ada nuansa ke Papua  dan dia sebagai anak Papua mengetahui dari mana semangat memiliki satu MRP,” ungkapnya.
Senada dengan itu, Ketua Komisi E DPRP Drs Marcus Mirino SH MH mengatakan, ketika proses pemilihan MRP Jilid II hendak digelar pihaknya bekerja serius dan sungguh sungguh guna menghimpun suara masyarakat dimana mana diseluruh Tanah Papua. Dan masyarakat sendiri menghendaki MRP hanya satu sebagaimana UU Otsus No 21 Tahun 2001.
Dengan aspirasi rakyat itulah   DPRP dan DPRPB sepakat aspirasi rakyat diwujudkan secara sempurna dalam rangka pembentukan MRP yang baru, maka lahirlah semua yang  kita saksikan dan Mendagri datang melantik sendiri anggota MRP Jilid II.
Tapi, ungkapnya,  kini tiba-tiba ada MRP Papua Barat, maka hal ini perlu dipertanyakan. Pasalnya, DPRP mesti mempertanggungjawabkan ketika suatu saat rakyat Papua datang bertanya mengapa ada MRP di Papua Barat. “Pembentukan MRP Papua Barat tak dapat dimengerti akal sehat. Pemerintah mana yang melantik MRP ini lalu pemerintah mana yang mensahkan MRP Jilid II,” katanya.(Binpa)

18 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | Tinggalkan komentar

Ratusan TKI Hamil dari Arab Saudi Tiba di Padang

Padang,- Setelah menempuh perjalanan 10 hari, Kapal Motor Labobar merapat di Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumatra Barat. Kapal itu mengangkut 2.349 tenaga kerja Indonesia (TKI) dari Arab Saudi. Para TKI dipulangkan karena berbagai masalah, di antaranya kasus overstay dan tidak memiliki dokumen.

Menurut Ketua Tim Pemulangan TKI Nugroho Mujianto, dari ribuan orang itu setidaknya ada 120 TKI dalam kondisi hamil, tiga di antaranya melahirkan dalam perjalanan ke Tanah Air. Salah seorang TKI bernama Musrifah binti Komar, 50 tahun, asal Pontianak, meninggal akibat gagal ginjal dua hari menjelang kedatangannya di Padang. Sementara itu, 173 orant TKI lainnya berstatus di bawah umur.

18 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | Tinggalkan komentar

NKRI Sebaiknya Bubar

Bung Hatta dulu pernah bilang,lebih rela melihat nusantara tenggelam drpd dikuasasi asing. Jadi kalau memang belum mampu menambang ya sabar,jgn diserahkan asing spt skrg,lah wong RRC aja menimbun SDAnya,menyimpan stok batubara,nikel dan gas,sumber saya alamnya sbg cadangan,kok RI lepas kontrol semuanya dikuasakan kpd asing.

Itulah begonya generasi kemarin itu,apakah kita mau ikutan bodoh,founding father kita justru lebih pintar. Generasi kemarin itu hasil cuci otak asing,bangganya bukan main kalo dipuji asing.

Apakah tambang emas di freeport sebegitu sulitnya diolah? Teknologi seperti apa yang anda maksud? terus terang. Sy tidak percaya sama propaganda pembodohan kyk ginian.

Tenaga ahli? Ente hidup di jaman apa? Lulusa ITB udah segitu banyaknya juga, yang sekolah di luar negeri juga banyak. Kurang apa coba? (cuma kurang niat pemerintah aja, masih mental babu, mental dijajah)

Apakah bagi hasil itu cukup menguntungkan bagi Indonesia? Udah tau berapa persen bagi hasil freeport? Itu bukan bagi hasil, tapi perampokan.

Masih mau juga dikadalin konsep globalisasi. Semua negara di dunia menerapkan proteksi terhadap pasar dan pelaku usaha dalam negerinya, termasuk amrik sendiri.

Ente kira korsel itu dulu langsung maju gitu? Mereka dulu bertahan dari gempuran mobil jepang, bertekad membuat industri mobil sendiri, dengan pasar korsel yang kecil, nyatanya bisa. Perancis juga, dan banyak negara juga.

Kalo birokrasinya yang ancur, yach ditata birokrasinya. Ada tikus banyak koq rumahnya yang dibakar.

Generasi kemaren itu pemimpinnya melakukan kudeta terhadap founding fathers kita, tim ekonominya hasil didikan anak buahnya Nixxon. Hasilx, Boediono, sri mulyani Dll…

siapa juga yang pengen politik isolasi?
Cuman membahas model pembangunan ekonomi yang perlu dikoreksi. sistem ekonomi kita sekarang aneh.

Globalisasi boleh, tapi ya ngga blak2an mempersilakan rumah sendiri buat dirampok orang to ya.

amrik aja memberi subsidi yg “reckless” terhadap petani jagungnya, lha kita mau2nya dikadalin suruh semuanya liberal mekanisme pasar globalisasi, borderless world.

Bagi yang pro neo liberalisasi dan melawan UUD’45,itulah hasil cuci otak barat,tak layak ngaku sbg orang Indonesia,tak layak tinggal di Indonesia,menguasai aset Indonesia dipergunakan seenak perutnya sendiri! PLN kendalanya justru krn gak kebagian gas yg justru diekspor,kebutuhan NKRI justru dikorbankan,lol! Generasi muda yg dicuci otak,sama spt generasi kemarin.

Anak muda harus bangkit dan mandiri,harus cerdas spy tidak dibodohi bangsa lain.

Generasi muda yang cerdas adalah generasi muda yang gak takut akan tantangan jaman, tantangan globalisasi, yang gak hiper ama orang2 berkulit putih, orang2 muda yang percaya diri ama kemampuannya untuk bersaing secara sehat dengan siapapun dari manapun.

Bukan anak muda yang cengeng, yang apa2 harus dilindungi negara.
Karena selama masih ada antek antek asing di Indonesia apalagi di pemerintahan,juga parlemen masih akan merongrong tuh,menggerogoti aset kekayaan RI dari dalam. Singapore saja masih mempertahankan BUMN nya kok,melaksanakan Pasal 33 UUD’45.

bodohnya Indonesia,justru mengamandemen UUD’45, itu begoo atau sengaja menbegokan diri!!! BUMN untuk bidang yg menguasai hajat hidup orang banyak di negara lain dipertahankan,dipegang erat erat spt amanat UUD’45,eh Indonesia yg sdh punya UUD’45 justru diamandemen,begoo!

alasan klise antek antek asing adalah UUD’45 bukan kitab suci,gitu kilahnya,dasar dongok! UUD’45 jelas bukan kitab suci,tapi UUD’45 itu adalah kesepakatan bangsa Indonesia,bahwa kemerdekaan Indonesia itu dilaksanakan sesuai kesepakatan dalam UUD’45,amanat founding father kepada generasi ke generasi! l

Nah buat yg nggak setuju dgn UUD’45 maka bukan tempatmu di sini! Kamu sudah makar dari NKRI! Keluarlah jadi WNA! UUD’45 itu kesepakatan seluruh rakyat Indonesia,sistem bernegara warga Indonesia, way of life bangsa Indonesia! Mengingkari UUD’45 berarti keluar dari negara RI yg diproklamasikan tgl 17 Agustus 1945! Bodoh sekali generasi yg dicuci otak barat itu,bener bener keblinger

Sistem Ekonomi Indonesia yang dikehendaki UUD 1945 (yang asli), sesungguhnya sudah ideal. Ada porsi Negara dan ada porsi Swasta. Selain yang menyangkut sumber-sumber ekonomi yang ada di Bumi dan Air (seperti SDA mineral, energi dan air serta penguasaan Lahan), dan jenis usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, pihak Swasta atau Pasar tidak dilarang bermain.

Tapi pasca Reformasi lalu diduga ada banyak UU yang dilahirkan diduga sarat kepentingan asing itu, seperti UU Migas 2002 dan UU Sumber daya Air .

Hal inilah yang telah merubah segalanya. Isi UU pro-asing itu selain diduga sarat kepentingan asing, diduga bertentangan dengan isi dan semangat pasal 33 UUD 1945.

Tatanan UU yang menyangkut masalah ekonomi pasca Reformasi itu, telah mengurangi banyak peran Negara dalam perekonomian, suatu hal yang sesungguhnya tidak diharamkan dalam UUD 1945.

Akibat lebih jauh daripada implementasi isi UU tadi, peran Swasta menjadi sangat penting di dalam menggerakkan roda perekonomian Nasional.

Masalahnya, kalau yang menggerakkan itu mayoritas adalah Swasta Nasional, mungkin masih bisa dipahami dan diterima. Tetapi manakala yang terjadi sebaliknya, justru Swasta Asing yang dominan menguasai kehidupan perekonomian Nasional, dengan menyisihkan perekonomian rakyat dan peran Swasta Nasional, hal itu yang patut dipertanyakan kepada Elit dan Pemimpin di Negeri ini. Mengapa hal itu bisa terjadi? Itu sama saja bentuk poenjajahan ekonomi model baru, atau Neo-Kolonialisme dengan memakai model Neo-Liberalisme.

18 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | Tinggalkan komentar

PT Freeport Dilaporkan ke KPK

JAKARTA – Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) pagi ini akan melaporkan PT Freeport ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan akan dimasukkan ke sekira pukul 10.00 WIB.

“Kami bermaksud untuk melaporkan dugaan kerugian negara sebesar USD256.179.405,00 yang dilakukan PT Freeport Indonesia sejak 31 Juli 2003,” ujar Ketua Komite Eksekutif IHCS Ecoline Situmorang dalam siaran pers kepada okezone di Jakarta, Selasa (16/6/2011).

Ecoline mengungkapkan, kerugian negara di atas akibat pembayaran royalti emas satu persen dari harga jual kali tonnase yang dibayarkan oleh PT Freeport Indonesia kepada Pemerintah Indonesia di bawah ketentuan PP No 45 Tahun 2003 yang mengatur besaran royalti emas sebesar 3,75 persen.

Lebih lanjut dia menjelaskan, Freeport beroperasi di Indonesia berdasarkan Kontrak Karya (KK) perpanjangan tahun 1991, di mana royalti emas Freeport yang harus dibayarkan kepada pemerintah Indonesia sebesar 1 persen.

Namun sejak 31 Juli 2003 royalti pertambangan diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, royalti emas ditetapkan sebesar 3,75 persen dari harga jual kali tonnase.

“Namun untuk Freeport, hanya dikenakan sebesar satu persen dari harga jual kali tonnase, padahal 3 persen saja, sudah sangat rendah dibandingkan di negara-negara Afrika,” ungkapnya.

Sebelumnya, selama kurang lebih 25 tahun, Freeport hanya membayar royalti tembaga kepada pemerintah sejak pertama kali masuk ke Papua berdasarkan Kontrak Karya Generasi Pertama (KK I) tahun 1967.

Freeport hanya melaporkan pihaknya menambang tembaga. Padahal pada tahun 1978, terbukti selain mengeksplorasi tembaga, Freeport juga mengeksplorasi emas. Dan yang mencengangkan, sebgai bangsa yang berdaulat, Negara Cq. Pemerintah waktu itu, tidak memberikan ”sanksi” apapun terhadap Freeport kala itu.

Pasal 33 UUD 1945 memandatkan kekayaan alam dan cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Negara kemudian bisa sendiri atau dengan pihak lain menyelenggarakan pengelolaan, dalam konteks ini lahirlah Kontrak Karya antara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia.

Ecoline menambahkan bahwasannya syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata Pasal 1320 BW, memerlukan empat syarat. Yaitu Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Suatu hal tertentu; Suatu sebab yang halal. Pasal 1337 BW menyebutkan, ”Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.”

Dalam konteks Kontra Karya, bahwa perjanjian telah tidak memenuhi syarat sah karena bertentangan dengan PP 45 tahun 2003 harus dinyatakan batal demi hukum. Atas dasar Hak Menguasai Negara, seharusnya PP tersebut mengikat PTFI, sehingga Pemerintah dan DPR melakukan renegoisasi Kontrak Karya Freeport. Namun nampaknya rakyat harus memberikan dorongan bahkan tekanan lebih kepada Negara.

Sebenarnya, sambung dia, Presiden SBY telah merespons usulan dan keresahan-keresahan rakyat terkait desakan agar Negara Cq. Pemerintah dan DPR RI untuk segera merenegosiasi Kontrak-kontrak Karya Pertambangan yang tidak adil bagi Bangsa Indonesia dengan mengatakan di berbagai media massa awal Juni lalu, bahwa pemerintah segera akan merenegosiasi kontrak-kontrak yang tidak adil.

Akan tetapi pernyataan tersebut buru-buru diikuti dengan mengatakan bahwa renegosiasi dilakukan dengan tanpa mengurangi penghormatan terhadap kontrak-kontrak yang masih berlaku, agar tidak menabrak asas sanctity of contract (kesucian kontrak).

“Agar pernyataan ”positif” Pemerintah tersebut tidak hanya menjadi pepesan kosong dan janji-janji semata, dan dimaksudkan sebagai bagian dari dorongan dan tekanan rakyat kepada Negara, kami bermaksud untuk melaporkan dugaan kerugian negara,” ungkapnya.

Menurut Ecoline, pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai mana telah diubah oleh UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan ”Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara dan perekonomian negara dapat dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.”

Begitu juga, dengan Laporan Kepala Unit Korupsi Internasional Biro Penyelidik Investigasi (FBI) Amerika Serikat Gery Johnson yang menyatakan bahwa terdapat sekian banyak Perusahaan AS yang beroperasi di Indonesia terindikasi melakukan suap/korupsi terhadap Pejabat Indonesia

“Hal ini disampaikan pada Konferensi Internasional KPK-OECD yang bertajuk Pemberantasan Penyuapan pada Transaksi Bisnis Internasional di Nusa Dua Bali belum lama ini,” ujarnya.

Dua hal tersebut, kata dia, merupakan indikasi kuat bahwa patut diduga Negara telah dirugikan keuangannya dan perekonomiannya akibat dari Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan PT Freeport Indonesia sesuai dengan kualifikasi Pasal 2 UU no. 31/1999 sebagaimana telah di ubah oleh UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

18 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar

MRP Papua Barat  = Masalah Baru

JAYAPURA—Pelantikan unsur pimpinan Majelis Rakyat Papua Papua Barat  (MRP PB)  oleh Gubernur Papua Barat, Abraham O Atururi hari Rabu (15/6) mendapat reaksi dari Gubernur Provinsi Papua, DR (HC) Barnabas Suebu, SH dan kalangan DPR Papua. baik Gubernur maupun DPR Papua sangat tidak setuju dengan pelantikan MRP PB yang dinilai ilegal tersebut.  Menurut Suebu, pelantikan unsur pimpinan MRP Papua Barat tersebut  merupakan sebuah masalah baru, karena tidak diatur dalam UU 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.  “Di dalam aturan UU MRP tidak ada pasal yang mengatur mengenai pembentukan MRP Papua Barat,” tandasnya  kepada wartawan di Gedung Negara, Kamis (16/6).  Menurutnya, MRP Papua Barat tidak seharusnya dibentuk. Pasalnya, sesuai aturan tidak ada yang namanya pembentukan dua MRP, jadi pembentukan MRP Papua Barat menjadi pertanyaan apakah sudah sesuai Undang-Undang Otsus atau belum.
“Jika hal ini dibiarkan, maka akan menimbulkan masalah baru sampai ke tingkat nasional bahkan sampai ke tingkat internasional,” urainya.
Untuk diketahui anggota MRP telah dilantik beberapa beberapa waktu lalu Pelantikan Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat oleh Gubernur Papua Barat, Abraham O Ataruri yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus). Pasalnya, pelantikan itu hanya didasarkan pada peraturan menteri yang kedudukannya jauh lebih rendah dari sebuah undang-undang sehingga itu  jelas menyalahi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus di Papua, sebab dalam Undang-Undang Otsus hanya menyebutkan satu MRP bukan dua MRP.
Sementara itu Ketua Pansus Otsus Ir Weynand Watori mengatakan, rakyat di seluruh Tanah Papua sangat tersinggung dengan sikap Gubernur Papua Barat Abraham Ataruri yang mewakili Mendagri Gamawan Fauzi melantik pimpinan MRP di Papua Barat pada Rabu (15/6). Pasalnya, sebelumnya yang bersangkutan nyata nyata melanggar perundang undangan  dan memaksakan pembentukan  Provinsi Papua Barat. Kini ia ingin membentuk dan melantik pimpinan MRP Papua Barat.
Dikatakan, jauh hari sebelum pembahasan pelantikan MRP yang melibatkan DPRP, DPR Papua Barat, Gubernur Papua serta Papua Barat seharusnya diusulkan agar MRP Papua Barat dibentuk tersendiri lepas dari MRP Papua. Tapi ironisnya, setelah disepakati pemilihan dan pelantikan MRP ternyata  muncul upaya- upaya dari oknum tertentu untuk membentuk  MRP Papua Barat. 
“Apabila  ingin mengubah kesepakatan itu ya kita mesti duduk semua, tak bisa Gubernur Bram merasa dia sebagai simbol keterwakilan orang Papua. Dari mana dia dapat simbol itu,” tandasnya ketika dihubungi Bintang Papua di Jayapura, Kamis (16/6).
Menurut dia, pihaknya menilai pembentukan dan pelantikan MRP Papua Barat secara ilegal adalah perbuatan yang sangat memalukan. Padahal, Gubernur Papua  DR (HC) Barnabas Suebu SH  sebelumnya mengatakan, apabila ada keinginan kuat untuk membentuk dua MRP, maka  dibuat referendum sesuai UU Nomor 5 Tahun 1985 untuk meminta orang asli Papua menentukan MRP  hanya satu atau dua MRP.
Karena itu, urainya, DPRP secara tegas menolak pembentukan dan pelantikan MRP Papua Barat serta mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan semua problem yang ada. Pasalnya, hal ini  menjadi persoalan besar yang akan menyebabkan situasi politik di Papua menjadi tak kondusif.
Terpisah, Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR Papua Albert Bolang SH MH menandaskan pembentukan MRP Papua Barat menjadi dilema hukum. Bahwanya, ketika berbicara soal etika menjalankan sistim pemerintahan Otonomi Khusus sekali tak dihormati maka hal ini akan berkonsekuensi pada pemangku kepentingan  dalam hal ini rakyat yang ada di Papua.
“Kami juga belum mendapatkan pemberitahuan tentang pelantikan MRP Papua Barat,” tukasnya.
Dia mengatakan, pihaknya mempertanyakan pembentukan MRP Papua Barat karena sesuai SK Kemendagri menetapkan 75 anggota MRP. Kini akan menjadi persoalan kemudian misalnya Perdasus atau pengajuan Calon Gubernur apakah cukup dengan 45  anggota MRP yang ada kemudian  dikurangi MRP yang ada di Papua Barat. Cukup dengan itu ataukah harus mendapat persetujuan 75 anggota MRP.
Karena itu, tambahnya, pembentukan MRP Papua Barat ini  perlu disikapi secara legal dan bukan ilegal karena provinsi induk sampai saat ini belum mendapatkan pemberitahuan resmi baik kepada DPRP maupun Gubernur. Apabila sudah dilakukan pelantikan MRP Papua Barat, maka hal ini  tak akan seiring dan seirama sesuai UU Otsus No 21 Tahun 2001 karena anggota MRP yang sah adalah 75 orang. Kalau diajukan dan ternyata diplenokan oleh hanya setengah anggota MRP. Ini juga menjadi dilema hukum sehingga pihaknya menyikapi kekhususan Papua ini jangan serta merta menjalankan sistim pemerintahan dengan tanpa berlandaskan hukum serta meninggalkan etika dan kode-kode etik terkait dengan menuju pada pemerintahan yang baik kedepan.
Ditanya apakah perlu dilakukan peninjauan ulang pasca pelantikan MPR Papua Barat, katanya, silahkan MRP dan pemerintahan induk menyikapinya.  Pasalnya, Gubernur adalah kepala pemerintahan di Papua. Apabila  pemerintahannya  mengalami kepincangan seperti ini lalu kemudian didiamkan oleh Gubernur ini juga patut diperhatikan lebih jauh karena ada kepincangan hukum dan kepincangan pemerintahan.
Dia mengatakan, jangan sampai pemekaran atau mendorong secepatnya pembentukan MRP hanya untuk melegitimasi kekuatan politik yang ada di Papua Barat menuju Pilgub. Jangan sampai mulai mengkotak-kotak atau ada kepentingan politik untuk mendorong keberadaan MRP mempertimbangkan Gubernur Papua Barat.
“Jangan sampai itu yang menjadi kepentingan-kepentingan indifidual, bukan kepentingan politik atau kepentingan kelompok yang akan menuju pada pesta politik kedepan. Yah ini juga menjadi kemungkinan-kemungkinan kenapa itu didorong secepatnya tanpa melalui etika-etika pemerintahan yang baik,” tuturnya. (Binpa)

17 Juni 2011 Posted by | Kabar Terkini | Tinggalkan komentar

Pencoblosan Pilgub Papua Barat Direncanakan 14 Juli

MANOKWARI – Hari pelaksanaan pemungutan suara Pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat, direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 14 Juli mendatang.
“Saat ini kita memberikan kesempatan dulu kepada Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) untuk menyiapkan segala alat kelengkapan mereka, seperti kelompok kerja dan Perdasus,” kata Gubernur Papua Barat, Abraham Octovianus Atururi, saat menggelar konferensi pers yang berlangsung belum lama ini di ruang kerjanya.
Gubernur dalam pernyataannya menyebutkan, pelaksanaan kampanye tersebut akan dilaksanakan pada tanggal 28 Juni. Namun dalam penjelasannya, Gubernur Bram, yang juga kandidat pilgub Papua Barat, belum mendapatkan surat pemberitahuan dari KPUPB soal tanggal penundaan tersebut.
Komisioner KPU Papua Barat, Divisi Hukum dan Humas, Filep Wamafma, SH, M.Hum sebelumnya menyebutkan, pihaknya belum bisa menentukan tanggal hari H pelaksanaan pemungutan suara, karena masih menunggu pelantikan Pimpinan MRPB. “Tanggal pelaksanaan hari H pemungutan tentu akan digeser, dari tanggal 27 Juni yang sudah kita tetapkan sebelumnya. Nanti akan kita sampaikan. Rencananya akhir pekan ini, kita akan menggelar Pleno penetapan perubahan tersebut,” ujar Filep. Pelaksanaan pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat telah mengalami penundaan sebanyak tiga kali. Sebelumnya, KPUPB menetapkan tanggal 30 April sebagai hari pencoblosan, namun terbentur dengan persoalan Yudicial Review terhadap UU nomor 21 tahun 2001 pasal 7 huruf a. Penundaan kedua pada tanggal 18 Mei 2011. Penundaan kedua disebabkan adanya tarik ulur persoalan kewenangan soal pendaftaran pasangan kandidat. Dimana KPUPB dan DPRPB bersikeras untuk sama-sama membuka pendaftaran. Sementara penundaan ketiga berkaitan dengan persoalan Majelis Rakyat Papua yang belum dibentuk saat itu, hingga menyebabkan molornya pemberian rekomendasi MRPB terhadap pasangan kandidat, pelaksanaan pencabutan nomor urut pasangan kandidat dan masa kampanye.

17 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar

13 Anggota DPRD Mamteng Nyatakan APBD “Tidak Sah”

JAYAPURA – 13 Anggota DPRD Kabupaten Mamberamo Tengah (Mamteng) menyatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)  tahun anggaran 2011 tidak sah. Pasalnya, ke-13 anggota DPRD Kabupaten Mamteng tak pernah dilibatkan dalam sidang pembahasan APBD tersebut.
Demikian ditegaskan Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Mamteng Agustinus Gundigi didampingi Ketua Komisi C Yakobus Logo, Ketua Badan  Anggaran, Wakil Ketua  Fraksi Gabungan Simon Gombo serta anggota Terianus Karupa ketika menggelar pertemuan dengan Ketua Komisi A DPRP Ruben Magay didampingi Anggota masing mansing Ny Yani dan Ina Kudiai  diruang pertemuan Komisi A DPRP, Kamis (16/6).   Menurutnya, DPRD Mamteng mengharapkan sidang APBD tahun anggaran 2011 digelar akhir Desember atau awal Januari 2011. Tapi sidang pembahasan APBD mengalami penundaan karena Penjabat Bupati tak segera membentuk Tim Anggaran Eksekutif. Alasannya, menurut Penjabat Bupati bahwa sidang pembahasan APBD tahun anggaran 2011 tak dapat  dilakukan apabila semua SKPD dan mantan pejabat lama belum diaudit KPK dan BPK.
Dia menjelaskan, sejak pertama kali bertugas sebagai Penjabat Bupati Mamteng Drs Yohanes Rumbiak tak menjalankan tugas sesuai Tupoksinya yakni menjalankan pelayanan publik dan mempersiapkan Pilkada. Tapi  justru ia memanggil KPK dan BPK untuk melakukan audit terhadap para SKPD termasuk pejabat lama dalam tahun anggaran 2008—2010.
Dia mengatakan, ke-13 anggota DPRD Mamteng yang tak dilibatkan dalan sidang pembahasan APBD terdiri  dari Ketua Komosi A, Komisi B, Komisi C, Dua Fraksi masing masing Fraksi Demokrat dan Fraksi Gabungan serta  7 dari 10 anggota Badan Anggaran.
Terkait permasalahan itu, Ketua Komisi A DPRP Ruben Magay menghimbau kepada Gubernur Provinsi Papua untuk mengambil langkah cepat mengganti Caretaker serta mengharapkan pejabat baru yang menggantikannya  segera melakukan tugas pelayanan pemerintah dan mempersiapkan Pilkada.
“Sikap yang ditunjukan Penjabat Bupati itu ikut menghambat proses pembangunan di Mamteng,” katanya.
Anggota Komisi A DPRP Ny Yani mengatakan, pihaknya melihat sikap yang ditunjukan Penjabat Bupati Mamteng itu bermuara kepada kepentingan agar posisinya berjalan panjang dan kalau bisa tak ada batas waktu atau menjabat selama lamanya sebagai Penjabat Bupati. Dia mengatakan, Penjabat Bupati menghalalkan segala cara antara lain pembahasan APBD tak melibatakan DPRD. Dia berpatokan pada Permendagri No 13 kalau tak ada kesepakatan maka sebagai pemerintah penyelenggara dia bisa mengambil patokan anggaran tahun yang lalu. 
“Karena itu dia tak terlalu peduli dengan anggota DPRD setuju atau menolak dia ada diatur oleh Permendagri  untuk mengacu kepada APBD tahun yang lalu,” tukasnya.(Binpa)

17 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar

Sharing Pin BB…add yach

25F1DB7C

16 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar

DAP Kecam Pelantikan MRP Papua Barat

Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah III Kepala burung Mnukwar mengecam pelantikan anggota Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat atau MRPPB yang dilaksanakan di Kantor Gubernur Papua Barat, belum lama ini.
Ketua DAP, Barnabas Mandacan menyatakan, keinginan masyarakat asli Papua yaitu hanya ada satu MRP sebagai lembaga representasi kultural di Tanah Papua. “Pembentukan majelis rakyat Papua Barat sarat dengan kepentingan. DAP sebagai perwakilan masyarakat adat Papua di ‘anak tirikan’, ujarnya.
Dia mengatakan, dalam Undang-Undang Otonomi Khusus mengisyaratkan adanya pemekaran-pemekaran provinsi baru di Tanah Papua. Tapi tidak untuk pembentukan Majelis Rakyat Papua. “Juga di dalam PP (Peraturan pemerintah) nomor 54 tahun 2004, menegaskan bahwa MRP hanya satu. Dan itu sesuai kesepakatan masyarakat asli Papua saat pertemuan di Jayapura-Papua, tahun 2010 lalu bersama seluruh anggota MRP jilid satu,” katanya lagi.
Menurutnya, dengan hanya satu MRP maka kontrol terhadap kinerja anggotanya semakin mudah.  Lanjutnya, pembentukan MRP PB di saat menjelang perhelatan suksesi Guberur-Wakil Gubernur Papua Barat, 2011-2016, hanya mencari momentum, dan terkesan terjadi pemaksaan kehendak. “DAP akan mengumpulkan seluruh elemen masyarakat dan mendesak agar 33 anggota MRP asal Papua Barat turun dari jabatannya. Kami akan lakukan itu secara adat,” tegas Barnabas Mandacan.
Sekretaris umum DAP Zeth Rumbobiar mengungkapkan, pembentukan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat secara diam-diam memiliki tujuan tertentu. Semestinya, kata dia, sebagai Negara yang menjunjung tinggi Pancasila, perlu ada musyawarah untuk mufakat. “Kalau pembentukan MRP PB, alasannya hanya karena uang. Itu sebuah ironi. Ingat aspirasi ‘Papua Merdeka’ masih jalan terus. Otonomi Khusus itu hanya gula-gula, ini harus dipikirkan oleh pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat sehingga tidak menjadi ancaman,” ucapnya.
Pemerhati politik Edi Kirihio menambahkan, MRP PB dibentuk dengan sarat kepentingan. “Apakah dengan dua MRP itu bisa menjamin  untuk meredam aspirasi ‘Papua Merdeka.  Ini harus dipikirkan oleh pemerintah sehingga kelak tidak menjadi masalah. Karena persoalan ini akan sampai kepada dunia international,” ucap Edi Kirihio.
Terpisah, Ketua terpilih Majelis Rakyat Papua Barat Vitalis Yumte mengatakan, dari seluruh anggota MRP PB yang berjumlah 33 orang, 8 orang  masih menunjukkan sikap menolak bergabung bersama 25 anggota lainnya. “Berilah dukungan agar anggota bisa kerja untuk memperjuangkan hak-hak dasar orang asli Papua. pelantikan MRP PB sudah sesuai aturan Negara,” pungkasnya

16 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar

Meski Dianggap Ilegal, MRP Papua Barat Tetap Dilantik Gubernur

Meski dinilai illegal, namun Pelantikan Majelis  Rakyat  Papua tetap saja dilakukan oleh Gubernur Provinsi Papua Barat, Abraham O Atururi, Rabu (15/6), kemarin. Pelantikan MRP Papua Barat ini kontan saja menuai banyak pertanyaan.  Pasalnya, dalam Pleno MRP 30 Mei lalu dihasilkan satu kesepakatan bahwa MRP hanya satu untuk Papua dan Papua Barat. Tapi belakangan tiga anggota MRP dari Papua Barat masing masing Vitalis Yumte, Ani Sabami dan Zainal Abidin  melakukan kompromi sepihak diluar kesepakatan bersama seluruh anggota MRP. Ketiga anggota MRP ini melakukan perjalanan ke Manokwari Ibu Kota Papua Barat untuk melakukan komunikasi internal yang diduga kuat sebagai upaya ketiganya untuk menghadirkan MRP di Provinsi Papua Barat. “Mereka bertemu dengan Gubernur Abraham Atururi, katanya untuk sirahturahmi,” ujar Ketua MRP Provinsi Papua, Dorkas Duaramuri Rabu(15/6)siang kemarin. Kepergian tiga orang ini tanpa diketahui anggota MRP lainnya. Setelah melakukan koordinasi sepihak,  tiba tiba terdengar kabar akan ada MRP di Papua Barat. Awalnya hanya sekertariat MRP Papua Barat saja disana untuk mempermudah koordinasi  kerja anggota MRP  Dapil Kepala Burung, namun yang terjadi Rabu(15/6) ketiga anggota MRP ini, Vitalis Yumte, Ani Sabami dan Zainal Abidin resmi dilantik sesuai SK Mendagri dan pelantikan dilakukan Gubernur Papua Barat Abraham Ataruri mewakili Mendagri.” Kami bertiga sudah dilantik pagi ini Rabu( 15/6) secara resmi oleh Gubernur dan dihadiri Kapolda Papua dan  Kajati Papua serta unsure Pemerintah lainnya,” kata Vitalis  Yumte yang dihubungi terpisah usai dilantik Gubernur Papua Barat siang kemarin.
Ketua MRP Papua, Dorkas Duaramuri menilai,  pelantikan MRP Papua Barat selain tidak sesuai undang undang Otsus, sebab pelantikan ketiganya  sebagai unsure pimpinan MRP Papua Barat mengacu pada peraturan Menteri yang nilainya lebih rendah dari sebuah Undang undang khusus undang undang Otsus Papua.
“Bagaimanapun juga sebuah aturan dan Undang undang harus diuji kekuatan dan kebenarannya. Menurut Dorkas Duaramuri adanya perpecahan MRP menjadi dua Papua dan Papua Barat bukan atas kemauan baik semua anggota, namun itu terjadi atas kemauan  yang disertai ambisi pribadi dari ketiga orang itu, mereka harus ingat, MRP bukan perorangan, tetapi MRP ada karena kepentingan  seluruh orang Papua.
Secara terpisah Vitalis  Yumte mengatakan, keberadaan MRP Papua Barat yang unsure Pimpinannya sudah dilantik Rabu( 15/6) kemarin, keberadaannya didasarkan pada peraturan  No. 54 pasal 73,74 dan 75, dasarnya disitu dan SK Mendagri yang pernah dibacakan saat pelantikan anggota MRP, jadi pegangan kuat bagi hadirnya MRP di Papua Barat, dan ada serta banyak pihak memperdebatkan hal itu, ujarnya.
“Kehadiran MRP Papua Barat itu dibutuhkan, bukan karena kepentingan Politik siapa siapa, tetapi keinginan Undang undang. Selain itu tujuan dari keberadaan MRP Papua Barat adalah mempermudah dari sisi pelayanan, hingga wajib Papua Barat punya MRP,  dengan demikian kehadirannya akan maksimal dari segi koordinasi kerja dengan Pemerintah  Provinsi. Tidak ada latar belakang lain, katanya. Semua untuk memudahkan koordinasi dengan konsituen, maupun  Pihak Pemerintah  soal kebijakan pembangunan di Papua Barat,” sambungnya.
Terkait pelantikan unsure pimpinan MRP Papua Barat kemarin, Ketua MRP Dorkas Duaramuri masih mempertanyakan pelantikan yang dilakukan Gubernur Abraham Ataruri dan tidak dihadiri semua anggota MRP lainnya,” Kita yang lain tinggal,  padahal Gubernur Papua Barat itu pejabat Negara, Cuma SMS, mereka ikut dalam pemilihan untuk MRP Papua  Barat, untuk itu dalam pleno nanti kita akan membuat mosi tidak percaya terhadap keberadaan MRP Papua Barat. 
“Bagaimanapun juga peraturan Pemerintah lebih rendah dibanding Undang undang, selain menimbulkan pertanyaan semua anggota MRP Ketua MRP Dorkas  Duaramuri menyatakan, silahkan, Gubernur lakukan pelantikan tiga orang itu, yang saya tahu dan semua anggota MRP tahu, ada persaingan diantara ketiga orang itu saat proses pelantikan  unsure pimpinan MRP beberapa waktu lalu, jadi ada kepentingan pribadi bukan kepentingan rakyat Papua,” ungkapnya. (Binpa)

16 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar

Keberadaan UNSAID di Papua harus dikritik

USAID diketahui sebagai lembaga yang sering memberikan bantuan luar negeri dalam bentuk bantuan kemanusiaan, ekonomi dan lain-lain kepada negara-negara asing termasuk Indonesia. Uniknya, pelaksanaan program-program kerja USAID di beberapa negara, USAID selalu secara berkala melaporkan seluruh kegiatannya kepada pemerintah Amerika. Isi laporan pada umumnya menginformasikan tentang dinamika sosial-politik di masing-masing negara termasuk Indonesia.

Ruang lingkup bidang kerja USAID di Indonesia ternyata cukup strategis. Seperti pertanian, demokrasi dan pemerintahan, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan, pendidikan dan universitas, lingkungan hidup, kerjasama global, kesehatan global, bantuan kemanusiaan, dan program-program lintas-kerjasama. Tetapi sebenarnya USAID merupakan kedok dari operasi terselubung yang dimainkan Amerika untuk mengamankan kepentingan strategis Amerika di luar negeri, termasuk Indonesia.

Dalam membongkar campur-tangan pemerintahan Amerika Serikat di luar negeri, termasuk Indonesia, tidak cukup hanya memantau sepak-terjang CIA maupun manuver para operator beberapa perusahaan trans-nasional Amerika. United States Assistance for International Development alias USAID, kiranya perlu mendapat sorotan secara lebih transparan.

Sebagai sebuah lembaga pemerintah Federal Amerika Serikat yang bersifat independent, maka USAID dalam misinya bertujuan memberikan bantuan luar negeri berupa bantuan kemanusiaan, ekonomi dan lain-lain kepada negara-negara asing termasuk Indonesia.

Tapi uniknya, pelaksanaan program-program kerja USAID di beberapa negara yang menjadi wilayah kerjanya, USAID selalu secara berkala melaporkan seluruh kegiatannya kepada pemerintah Amerika. Isi laporan pada umumnya menginformasikan tentang dinamika sosial-politik di masing-masing negara termasuk Indonesia.

Sekadar informasi, ruang lingkup bidang kerja USAID di Indonesia ternyata cukup strategis. Seperti Pertanian, Demokrasi dan Pemerintahan, Pertumbuhan ekonomi dan perdagangan, pendidikan dan Universitas, Lingkungan Hidup, Kerjasama Global, Kesehatan Global, Bantuan Kemanusiaan, dan program-program lintas-kerjasama.

Melihat begitu luasnya lingkup penanganan berbagai bidang kerja tersebut, sangatlah masuk akal banyak kalangnan yang menaruh curiga bahwa USAID merupakan kedok dari operasi terselubung yang dimainkan Amerika untuk mengamankan kepentingan strategis Amerika di luar negeri, termasuk Indonesia.

Dalam kasus Papua, sebagaimana merujuk pada sebuah studi yang dilakukan oleh Leo Liharma Dwipayana Saragih, dalam skripsinya yang berjudul Kepentingan Amerika Serikat Dalam Implementasi Program USAID di Papua, USAID sepertinya merupakan paradoks di dalam misi yang melekat dalam lembaga tersebut.

Pada satu sisi, USAID memberikan bantuan atau asistensi kepada Indonesia, namum pada sisi lain mewakili kepentingan Amerika Serikat di Indonesia.  Di sinilah sepak-terjang USAID di Papua menjadi satu contoh kasus yang cukup menarik.

Program-program yang dijalankan USAID di Papua, mencakup masalah pendidikan, lingkungan, kesehatan, pertumbuhan ekonomi, pelayanan umum dan masalah demokrasi serta HAM.

Mengutip ucapan John Rumbiak, aktivis LSM di Papua sebagaimana dipaparkan oleh Leo Liharma dalam skripsinya yang diselesaikannya pada 2007 lalu, USAID telah membiayai NGO(Non Governmental Organization) dari luar negeri untuk membantu masyarakat Papua. Khususnya mendorong proses demokratisasi di Papua dan memantau pelaksanaan dari proses-proses yang mendukung HAM di daerah tersebut.

Tak heran, dalam setiap dialog maupun seminar yg diadakan UNSAID menyangkut perkembangan HAM dan demokratisasi di Papua banyak dihadiri aktivis2 yang pro Papua merdeka.. Dari dialog dialog inilah wacana genocide mulai dihembuskan..

Menurut catatan yang berhasil dihimpun tim riset Global Future Institute, pada 2003 USAID mengeluarkan jumlah dana bantuan sebsar Rp 226,8 miliar. Sedangkan berdasarkan proposal yang diajukan Direktur USAID untuk Indonesia William Frej, untuk periode 2004-2008 perkiraan dana yang dikeluarkan berkisar US$ 130-140 juta/tahun dengan total biaya sekitar US$ 650-700 juta. Sekadar data pembanding, pembaca bisa mengakses situs USAID pada http://www.usindo.org/pa.htm.

Bagaimana kita memahami peran USAID sebagai intrumen politik luar negeri Amerika Serikat di Indonesia dan belahan dunia lainnya? Berbagai literatur tentang politik luar negeri Amerika pada umumnya menjelaskan bahwa politik luar negeri Amerika secara umum dilaksanakan untuk mencapai tujuan dasar sebagai berikut:

1.    National Security (Keamanan Nasional).
2.    World Peace (Perdamaian Dunia).
3.    Self Government (Pemerintahan Sendiri).
4.    Free and Open Trade (Perdagangan Bebas dan Terbuka).
5.    Concern for Humanity (Kepedulian Terhadap Kemanusiaan).

Dalam konteks ini, masuk akal jika pemerintah AS memprioritaskan terbentuknya berbagai lembaga atau institusi untuk mempromosikan kerjasama ekonomi dan keamanan. Di sinilah peran USAID di Indonesia menjadi sangat strategis, karena dalam misinya memadukan program dukungan terhadap proses demokratisasi dan hak asasi manusia pada satu sisi, dan program pengamanan kepentingan nasional Amerika Serikat pada sisi yang lain.

Dalam kasus Papua, Leo Liharma dalam skripsinya menulis, bagaimana Perusahaan Tambang Amerika Serikat Freeport McMoran, mencerminkan kehadiran kepentingan ekonomi Amerika yang begitu besar di Papua dan Indonesia pada umumnya.

Alhasil, situasi sosial-politik di Papua harus kondusif bagi kelangsungan keberadaan Freeport di Papua. Dengan begitu, USAID harus dibaca sebagai bagian integral dari kepentingan ekonomi-bisnis Amerika.

Namun melalui kegiatan USAID ini, kebijakan ganda Amerika di Indonesia secara jelas terlihat sangat mendua. Pada satu sisi USAID dalam agenda kerjanya, selalu mengatasnamakan demi kesejahteraan, HAM, kemakmuran, kemanusiaan dan sebagainya.

Namun pada kenyataannya, negara ini pasif ketika terjadi pelanggaran HAM, apalagi ketika mengarah pada keterlibatan Amerika itu sendiri dalam pelanggaran HAM tersebut. Sebagai contoh, keterlibatan Amerika dalam menggunakan jasa militer dari TNI kita untuk menjaga keamanan Freeport dari serangan penduduk setempat merasa diperlakukan tidak adil oleh perusahaan tersebut.

Tapi anehnya, pemerintah Amerika  sama sekali tidak memberi sanksi kepada Freeport yang telah menggunakan TNI untuk melakukan aksi kekerasan dan bersenjata untuk mengamankan perusahaan tambang emas Freeport.

Kalau begitu, lalu apa peran yang dimainkan USAID sebagai alat politik luar negeri Amerika untuk mengamankan kepentingan ekonominya di Indonesia? Dari berbagai studi terungkap, USAID pada perkembangannya menjadi salah satu instrumen untuk membantu negara-negara sedang berkembang supaya bisa menyesuaikan diri dengan struktur politik internasional yang didominasi Amerika.

Karena itu, melalui USAID, Amerika secara aktif memberikan asistensi(bantuan) pembangunan di berbagai daerah di Indonesia.

Dalam kasus Papua, USAID telah digunakan Amerika untuk membantu diterapkannnya otonomi khusus, karena melalui penerapan otonomi khusus inilah ketidakpuasan masyarakat setempat dapat diredam.

Maka, kemudian USAID membantu dalam penyelenggarakan pelatihan terhadap anggota-anggota LSM, tim Universitas Cendrawasih, dan Presidium Dewan Papua dalam menyusun Undang-Undang Otonomi Khusus di Papua. Sehingga akhirnya terciptalah UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus.

Sebagaimana kita ketahui, UU No.21/2001 disahkan DPR RI pada 22 Oktober 2001. Inilah satu bukti peran USAID sebagai intrumen tidak resmi dari politik luar negeri Amerika.

Sekilas Keterlibatan USAID di Indonesia

USAID didirikan pada 1961 dan berpusat di Washington, Amerika Serikat. Yang menarik dari lembaga ini, gagasan pembentukan USAID merupakan suatu bagian dari Undang-Undang  tentang bantuan luar negeri Amerika Serikat yang telah disetujui pada 1961.

Misinya antara lain, untuk mengelola bantuan kemanusiaan dan ekonomi bagi negara-negara asing. Melalui USAID, Amerika berharap dapat mengembangkan perwakilannya di seluruh dunia, dan lebih mendekatkan hubungan diplomatiknya terhadap negara-negara mitra kerjasamanya. Saat ini, USAID memiliki perwakilan di lebih dari 40 negara di seluruh dunia.

Sejak Amerika dan Indonesia menandatangani kerjasama perjanjian kerja sama ekonomi pada 1950, Amerika melalui USAID telah memberikan bantuan dana sebesar US$ 80 juta untuk bidang umum dan US$ 67 juta untuk membantu perbaikan akibat perang di Indonesia.

Akhir 1960, misi USAID di Indonesia adalah untuk membantu pemerintah mengataasi maslaah perkembangan penduduk di Indoensia yang semakin meningkat.

Struktur USAID

Ada empat pilar yang mewakili bidang-bidang kerja USAID antara lain:
1.    Pilar Pertumbuhan Ekonomi, Pertanian dan Perdagangan.
2.    Pilar Kesehatan Global
3.    Pilar Demokrasi, Konflik, dan Bantuan Kemanusiaan.
4.    Aliansi Pembangunan Global.

Struktur Organisasi Dalam Tubuh USAID
1.    Kantor Penyelenggara, Office of The Administration, A/AID
2.    Kantor Sekretariat Eksekutif, Office of the Executive Secretariat/ES).
3.    Kantor Sekretariat Aliansi Pembangunan Global, Global Development Alliance Secretariat.
4.    Kantor Keamanan, Office of Security/SEC
5.    Kantor Program Pemerataan Kesempatan, Office of Equal Opportunity Program.
6.    Kantor Penasehat Umum, Office of The General Counsel/GC.
7.    Kantor Inspektur Umum.
8.    Kantor Pusat Urusan Pemanfaatan Peluanmg dan  Kerugian Kecil/Pusat Pelayanan Minoritas.
9.    Biro Untuk Afrika.
10.  Biro untuk Amerika Latin dan Karibia.
11.  Biro untuk Asia dan Wilayah Timur.
12.  Biro untuk Eropa dan Euro-Asia.
13.  Biro Kebijakan dan Kordinasi Program.
14.  Biro perundang-undangan dan Urusan Publik.
15.  Biro urusan Demokrasi, Konflik, dan Bantuan Kemanusiaan.
16.  Biro Manajemen.
17.  Biro Pertumbuhan Ekonomi, Pertanian, dan Perdagangan.
18.  Biro Kesehatan Global.

Strategi USAID di Indonesia

Strategi USAID di bidang ekonomi.

1.    Mempromosikan perdagangan dan investasi. Dengan begitu, USAID berperan membantu Indonesia menjadi perantara antara pemerintah Indonesia dan perusahaan-perusahaan asing maupun dalam negeri.
2.    Mmfasilitasi Indonesia dalam penyelenggaraan penelitian-penelitian mengenai peluang bisnis di Indonesia. Tujuannya, untuk menciptakan suasana kondusif di Indonesia dan rasa aman bagi para investor asing yang mau berinvestasi di Indonesia.
3.    Memberikan pelatihan-pelatihan kepada Sumber Daya Manusia di Indonesia dalam penyusunan undang-undang baru di bidang perdagangan, ijin teknologi, hukum kerja sama dan hukum kontrak kerja.
4.    Dan yang tak kalah penting, membantu pemerintah berserta ASEAN melalui ASEAN-US Free Trade, sebagai langkah pesiapan untuk menghadapi perdagangan global melalui Wordl Trade Organization (WTO).
5.    Reformasi Sistem Perbankan, melalui reorganisasi dan rekapitulasi lembaga-lembaga perbankan yang ada, serta mengarahkan perbankan untuk lebih mempererat jalinan kerjasama dengan pengusaha-pengusaha kecil dan menengah untuk mempermudah pemberian kredit kepada mereka.
6.    USAID dengan bantuan Departemen keuangan Amerika, membentukk badan bantuan teknis untuk Indonesia yang dulu dikenal sebagai IBRA( Indonesian Bank Restructuring Agency). Fungsinya untuk menganalisis dan menangani restrukturisasi/revitalisasi Bank yang sedang bermasalah.

Sebenarnya masih banyak lagi rincian dari strategi ekonomi USAID ini, namun kiranya inilah yang penting untuk dikemukakan pada kesempatan kali ini.

Strategi Demokratisasi USAID

Dalam merealisasikan program-program USAID mendukung demokrasi, salah satu  strategi menonjol yang mereka terapkan adalah membangun kapasitas parlemen, melalui bantuan teknis dan pelatihan terhadap DPR, DPD, DPRD, DPRD II dalam membuat perundang-undangan, perbaikan prosedur pembangunan pemerintah dalam membuat peraturan, memperbaiki hubungan masyarakat sipil dan para pembuat undang-undang dan hubungan antar-partai.

Tak heran jika muncul berbagai pandangan bahwa USAID banyak ikut campur dan mengarahkan para anggota DPR dalam menghasilkan berbagai undang-undang yang sesuai dengan kepentingan strategis ekonomi-bisnis Amerika Serikat di Indonesia.

Begitu pula dalanm program dukungan tata pengelolaan pemerintahan lokal(The Local Governance Support Program/LGSP, USAID memberi bantuan pelatihan teknis terhadap pejabat pemerintah dan lembaga-lembaga pemerintah di tingkat lokal maupun pusat.

Bahkan dalam kasus Papua, USAID memberi dukungan terhadap pelaksanaan otonomi khusus bagi Papua serta dukungan kelembagaan terhadap Dewan Presidium Papua (PDP).

Tak heran jika iklim politik yang memicu gerakan separatisme di Indonesia, khususnya Papua, menjadi cukup kondusif.

Betapa tidak, melalui kebijakabn USAID dalam bidang demokratisasi dan HAM, maka diselenggarakanlah beberapa pelatihan yang melibatkan tim Universitas Cendrawasih dalam penyusunan draft otonomi khusus.Juga beberapa LSM seperti LP3BH, ELSAM, Yayasan Wasur Lestari, dan lain sebagainya.

USAID dan Agenda Tersembunyi Amerika

Beberapa program USAID yang dipaparkan tadi, hanya sekadar gambaran sekilas betapa USAID melalui berbaga program bidang kerjanya, berpotensi untuk menjadi alat terselubung politik luar negeri Amerika.

Sejatinya, memang ada hubungan erat antara agenda ekonomi dan agenda politik Amerika di balik program-program USAID membantu Indonesia dalam penyelesaian berbagai masalah yang terjadi. Tujuannya, mengamankan semua kepentingan Amerika yang sudah berjalan di Indonesia, khususnya dalam bidang ekonomi dan bisnis.

Alhasil, berbagai produk hukum dan perundang-undangan baik dalam bidang ekonomi maupun politik di Indonesia yang melibatkan bantuan USAID, diarahkan menuju model sistem politik dan ekonomi liberal.

Dengan kata lain, USAID digunakan Amerika untuk mempromosikan program-program liberalisasi di semua bidang dan sektor. Maka tak heran gagasan privatisasi atau swastanisasi BUMN maupun sektor-sektor publik, secara gencar dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat dengan bantuan USAID maupun beberapa lembaga donor internasional seperti Ford Foundation, Asia Foundation, dan lain sebagainya..

16 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar

MRP Papua Barat Dianggap Ilegal

Mendagri Stop Adu Domba Orang Papua

Sikap “mbalelo” yang diprakarsai sejumlah anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) asal Provinsi Papua Barat  untuk membentuk MRP sendiri,  terlepas dari MRP Provinsi Papua dilaporkan telah memilih kepemimpinan tersendiri, masing masing Ketua Vitalis Yumte, Wakil Ketua I  Zainal  Abidin Bay serta Wakil Ketua II Anike TH  Sabami.
Para pimpinan MRP ini,  tengah menunggu pelantikan yang konon  kabarnya oleh Mendagri Gamawan Fauzi  dianggap ilegal oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua lantaran pembentukan MRP di Provinsi Papua Barat diprakarsai kepentingan oknum- oknum tertentu bukan untuk  kepentingan  rakyat atau bukan juga untuk kepentingan Tanah Papua. Pasalnya, pembentukan  MRP di Provinsi Papua Barat bertentangan dengan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua. Apabila Mendagri mengakomodir dan  melantik MRP di Provinsi Papua Barat,  justru  ia juga ingin supaya Papua terus menerus dilumuri konflik, mengadu domba, memprovokasi sesama orang Papua.
Demikian disampaikan Sekretaris Komisi A DPR Papua Julius Miagoni SH ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya, Selasa (14/6). Sebelumnya, Kepemimpinan MRP periode 2011-2016 telah terpilih masing masing Ketua Ny. Dorkas Duaramuri, Wakil Ketua I Pdt. Herman Saud STh MTh serta Wakil  Ketua II Timotius Murib. Kini juga tengah melantih pelantikan yang direncanakan oleh Mendagri.   
Di mengatakan, pihaknya berharap Mendagri tak boleh mengakomodir dan tak boleh melantik. Apabila dilantik dasar  hukumnya apa kalau dilantik dua  kali.
Dia  menjelaskan, Mendagri  diharapkan memahami aturan hukum karena Ketua  dan sebagian anggota MRP  berkedudukan di Jayapura Ketua MRP kan dari Papua Barat. 
“Ini nanti sama dengan kehadiran Provinsi Papua Barat dulu.  Kehadirannya sangat bertentangan dengan UU Otsus  dari belakang baru ada regulasi yang turun untuk mengamankan itu,” tukasnya.
Menurutnya, sesuai amanat UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua yang kemudian  dituangkan didalam Perdasus No 4 Tahun 2010 tentang pemilihan anggota MRP  tak pernah ada klausal yang berbicara tentang MRP Papua dan MRP Papua Barat berdiri terpisah. Tapi  hanya terdapat satu MRP yang berkedudukan di  ibukota Provinsi Papua yakni di Jayapura dan perwakilan MRP berkedudukan di ibu kota Provinsi Papua Barat di Manokwari. 
“Apabila Mendagri paksakan melantik MRP di Provinsi Papua Barat itu berarti  sama dengan dulu ketika kehadiran Provinsi Papua Barat juga begitu. Jadi kami  juga tak heran kalau memang lakukan sesuatu yang ilegal berarti memang sudah biasa begitu jadi,” ujarnya.
Ketika ditanya pembentukan MRP di Provinsi Papua Barat  ada kaitan dengan pemilihan Gubernur, dia mengatakan, pihaknya juga mencurigai ada  indikasi kepentingan politis dibalik pembentukan MRP di Provinsi Papua Barat.
“Jadi mungkin ada kepentingan politis dia merasa tak akan diakomodir di MRP sehingga memprovokasi  oknum oknum tertentu lalu  bikin keadaan seperti ini,” katanya.
Apakah  ada sanksi  apa  yang patut diberikan kepada anggota MRP yang berlawanan dengan UU Otsus, sambungnya, dari sisi regulasi  belum pernah dibicarakan  masalah sanksi kepada pihak  yang mbalelo.
“Jadi kami sekarang berharap kita berbuat yang  baik. Kita juga tak mungkin mau berusaha untuk  mau pecat atau apa itu memang belum ada regulasi kearah itu,” cetusnya.
Terpisah, Wakil Ketua  Badan Legislasi DPR Papua Albert Bolang SH MH menegaskan, tuntutan pembentukan MRP di Provinsi Papua  Barat merupakan sesuatu yang serba dilematis apakah MRP dapat dimekarkan atau tidak sebagaimana pemekaran Provinsi Papua Barat.   Hal ini merupakan wewenang dan keputusan politik dari Provinsi induk karena menyangkut soal kultur dan budaya jadi tak bisa dipecah pecahkan dari landasan dan  filosofi pembentukan UU No 21 Tahun 2001.
Dia menegaskan, dari struktur budaya adat Papua itu tak bisa dibedakan  antara Papua Barat dan Papua karena keduanya mempunyai etnis dan karateristik yang sama sehingga keberaadaan MRP ini juga harus diproteksi. Kalau tak diproteksi maka gaung Otsus bisa salah arah.
Dasar hukumnya, kata dia, UU No 21 Tahun 2001 tentang  Otsus Papua adalah salah satu gambaran postur tubuh  UU Otsus harus ada eksekutif, legislatif kemudian MRP sebagaimana   Pasal 5 Ayat 2 dari UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua pemerintahan daerah Provinsi Papua terdiri dari DPR Papua sebagai legislatif dan pemerintah provinsi sebagai  badan eksekutif.
Selanjutnya Ayat 2 dalam rangka menyelenggarakan Otsus di Provinsi Papua dibentuk Majelis Rakyat Papua (MRP) dia merupakan suatu representatif kultur  orang asli Papua  yang memiliki kewenangan tertentu  dalam rangka perlindungan hak hak orang asli Papua dengan berdasarkan pada penghormatan terhadap adat, budaya, pemberdayaan perempuan dan pemantapan  kerukunan hidup beragama.   “UU ini  menginstruksikan untuk MRP dan DPR Papua harus ada di ibu kota Provinsi,” tuturnya.(Binpa)

16 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar

Periode kepemimpinan Gubernur Papua periode 2006-2011, Barnabas Suebu, SH seperti periode yang hilang ( Missing Period),

Periode kepemimpinan Gubernur Papua periode 2006-2011, Barnabas Suebu, SH seperti periode yang hilang ( Missing Period), lima tahun berjalan sejak menang dalam pemilukada Provinsi Papua 2006 silam indeks pembangunan manusia Papua tidak menunjukan angka signifikan.
Tiap tahun, di lembah, pegunungan, pesisir tanah Papua selalu direcoki trilyunan rupiah dari pemerintah Indonesia yang konon katanya guna membangun manusia Papua yang adil dan beradab.
Namun setali tiga uang, tetesan trilyunan rupiah makin tidak terasa ke akar rumput, rakyat Papua hingga saat ini makin dibuai oleh mimpi-mimpi seorang Barnabas Suebu “ I Have A Dream”.
Tak heran, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono( 29 Juli 2010 )mengatakan bahwa dana pembangunan manusia Papua tertinggi di indonesia namun seolah-olah tidak ada perubahan, rakyat Papua secara struktural miskin, terbelakang dibandingkan daerah-daerah lain di indonesia.
Program –program primadona Gubernur Papua seperti RESPEK dengan 100 juta per kampung, pembangunan jalan lingkar Ring Road, jalan kualitas tol, Turkam maupun infrastruktur lainnya masih seputar retorika belaka.
Bayangkan dengan era kepemimpinan Gubernur sebelumnya Bapak J.P Solossa, dengan dana yang relatif kecil tidak sebesar sekarang.
Dia sukses membuka daerah-daerah terisolir menuju pedalaman Papua seperti jalan tembus Jayawijaya –Mulia, Sorong -Sorong selatan sedangkan infrastruktur perhubungan Kapal Papua I- Papua III sudah melayani rute kawasan pesisir Papua.
Memang Pemprov Papua saat ini telah ada kapal Papua Baru namun kondisinya sekarang hanya berlabuh didepan kantor Gubernur Papua, kapal yang berasal dari dana APBD tidak dipergunakan sebagaimana lazimnya.
Bahkan, Gubernur Papua Barnabas Suebu beberapa waktu lalu sempat direcoki DPRP terkait sejumlah proyek fiktif seperti Pembangunan ruas jalan Arso-Puay senilai 14 miliar, peningkatan ruas jalan Bongkran-Depapre senilai 21 miliar, pembangunan jembatan Kali Kopi di Timika senilai 4,8 miliar yang dibangun dan dikerjakan oleh PT.Freeport yang diperuntukan untuk masyarakat sekitar namun ada anggaran yang sama di APBD. Kemanakah dana tersebut….???????
Kembali menyangkut dana respek, APBK hanya dinikmati oleh segelintir aparat kampung maupun distrik, ini terbukti hampir setiap minggu Bar-Bar yang tersebar dikota Jayapura disesaki pengunjung yang notabane adalah kepala kampung maupun distrik. Tak heran banyak aparat kampung di Papua tertular HIV AIDS.
I Have A Dream adalah realita bagi kami Rakyat Papua yang dibumbui sebuah retorika kosong tanpa arti. Pertanyaannya adalah kemiskinan di Papua dengan mengalirnya trilyunan rupiah di era kepemimpinan Gubernur Papua periode 2006-2011 apakah ini sebuah periode yang hilang atau secara sengaja rakyat Papua “dimiskinkan” oleh sistem .
Padahal sejak bergulirnya otonomi khusus( Otsus) sejak 2001 kondisi pemerintahan di Provinsi Papua hampir 99 persen dikuasai putra-putri asli Papua.

15 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar

Ini Revisi Atas Undang-undang MK

Pembahasan revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi akhirnya selesai. Pemerintah dan DPR sudah bersepakat dalam pengambilan putusan tingkat pertama. Revisi itu tinggal disahkan dalam paripurna atau pengambilan putusan tingkat kedua.

Rupanya, dalam revisi itu ada sejumlah kewenangan MK yang dikurangi. Di situ dipertegas larangan bagi MK mengeluarkan putusan ultra petita (melebihi permohonan). “Apa yang diminta, itu yang diputuskan. Jangan apa yang tidak diminta juga diputuskan,” kata Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar di DPR, Selasa, 14 Juni 2011.

Ketentuan dalam revisi itu juga mengatur larangan bagi MK masuk pada area legislatif review, yakni membuat norma baru bila Undang-Undang yang diuji dibatalkan. “Kalau MK tadinya, kadang-kadang suka masuk pada areal legislatif review. sekarang digiring supaya tidak lagi legislatif review. Legislatif review itu harus pembuat UU. Kalau ada yang salah batalkan UU itu,” jelasnya.

Bila ada ayat atau pasal dibatalkan, dikembalikan pada DPR untuk dibahas kembali bersama pemerintah. “Sekarang tidak boleh mengganti pasal. Harus dibatasi,” ujarnya. “Kalau melanggar, bisa kena kode etik.” tambahnya.

Kenapa harus dikembalikan ke DPR?

“Kami buka pintu dengan DPR, setiap saat ada pembatalan UU lewat MK langsung dikembalikan ke DPR. Supaya DPR dan pemerintah punya kesadaran bahwa ada yang salah,” ujar Patrialis.

Berikut ini ketentuan baru dalam revisi UU MK, antara lain:

Pasal 27 A
Untuk menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk majelis kehormatan mahkamah konstitusi yang anggotanya terdiri dari :
a.1 orang hakim konstitusi
b.1 orang anggota komisi yudisial
c.1 orang dari unsure DPR yang menangani bidang legislasi
d.1 orang dari unsure pemerintah yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang hokum.
e.1 orang hakim agung

Pasal 45A
Putusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh memuat amar putusan yang tidak diminta oleh pemohon atau melebihi permohonan pemohon, kecuali terhadap hal tertentu yang terkait dengan pokok permohonan.

Pasal 57
(1)Putusan MK yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan UUD 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
(2)Putusan MK yang amar putusannya menyatakan bahwa pembentukan UU dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945, UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hokum mengikat.

Pasal 59
1.Putusan MK mengenai pengujian UU terhadap UUD 1945 disampaikan kepada DPR, DPRD, Presiden dan MA.
2. Jika diperlukan perubahan terhadap UU yang telah diuji, DPR atau presiden segera menindaklanjuti putusan MK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

15 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar

Ada 115 Kursi Haram di DPR ” kursi haram” demokrat terbanyak (31), golkar (20), pdip (15)”

Kabar adanya kursi haram di DPR begitu mengejutkan banyak pihak. Apalagi adanya kursi haram tersebut diduga akibat permainan lembaga penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU). Lalu siapa pemilik kursi haram DPR?

Berita yang beredar di publik sebanyak 2 anggota DPR diduga sebagai orang haram di DPR. Dua nama yang muncul adalah Dewi Yasin Limpo dan Dewi Coryati. Kursi haram untuk Dewi Yasin Limpo dari Partai Hanura berhasil digagalkan karena ketahuan Mahkamah Konstitusi (MK).

Kursi Dewi Yasin kini sudah ditempati pemiliknya yang sah yakni Mestariyani Habie dari Partai Gerindra. Selidik punya selidik ternyata ada pemalsuan surat keputusan MK. Surat yang menyatakan Dewi Yasin sebagai orang yang berhak menjadi anggota DPR dari Dapil Sulsel tertanggal 14 Agustus 2010 ternyata palsu. Surat MK yang asli justru menyatakan Mestariyani lah sebagai pemilik sah kursi dewan.

Terkait kasus pemalsuan tersebut MK sudah melaporkan mantan anggota KPU Andi Nurpati ke polisi. Tapi entah kenapa Andi hingga kini belum diperiksa.

Selain Dewi Yasin Limpo, nama yang dituding sebagai pemilik kursi haram adalah Dewi Coryati. Nama Dewi Coryati disebut oleh Patrice Rio Capella, Ketua Umum Nasdem. Rio yang saat pemilu 2009 menjadi caleg PAN merasa dicurangi Dewi Coryati, koleganya di PAN.

Saat itu Rio berada di nomor urut 1 di Dapil Bengkulu. Sementara Dewi berada di nomor urut 2 di Dapil yang sama. Rio dan Dewi pernah bersengketa soal hasil Pemilu di MK. Menurut Rio, setelah Pemilu Dewi menggugat KPU tentang hasil Pemilu ke MK.

Dalam gugatan di MK, Rio terkejut karena suara Dewi tiba-tiba melambung di atas perolehan suara dirinya. Jumlah suara yang dimiliki Dewi menjadi lebih banyak 200 suara di atas perolehan suara yang diraih Rio.

Padahal yang Rio tahu sebelumnya dia mempunyai 38 ribu suara sementara Dewi hanya 20 ribu suara. Menurut Rio, pada saat menggugat KPU, Dewi Coryati membawa hasil Pemilu palsu yang tidak sesuai dengan hasil Pemilu yang sebenarnya.Dewi dituding membuat sendiri hasil Pemilu dengan memalsukan semua dokumen.

“Karena KPU tidak hadir, maka (Dewi) dimenangkan oleh MK tanpa memeriksa alat bukti yang diajukan, tanda tangan orang dipalsukan. Semua dipalsukan. Dikarang-karang sama dia, aku kalah 200 suara. Padahal aku mendapat 38 ribu suara dan dia 20 ribu suara,” kesal Rio.

Namun Dewi Coryati hingga kini belum bisa dimintai klarifikasi. Saat detikcom menghubungi seluler Dewi Coryati, yang bersangkutan tidak mengangkat telepon. Begitu juga saat dikirimi pesan pendek, tidak dibalas.

Jumlah kursi haram di DPR dipercaya tidak hanya dua. Keyakinan ini antara lain disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo. Keyakinan Ganjar berdasarkan indikasi yang diberikan Badan Pengasa Pemilu (Bawaslu). Ia menduga setidaknya ada empat kursi haram di DPR.

“Bawaslu punya dua, Mahfud MD (Ketua MK) juga punya dua. Berarti ada empat ‘kursi haram’ di DPR. Akan dibaca dulu empat nama itu, sama atau tidak dan sebut nama atau tidak,” kata Ganjar.

Mahfud MD sendiri mengakui setidaknya ia mengantongi 11 surat palsu. Namun Mahfud masih tidak mau membuka nama anggota legislatif yang tercantum surat palsu tersebut.

Para mantan calon legislatif dalam Pemilu 2009 lalu juga meyakini jumlah kursi haram di DPR sangat banyak. Bahkan diduga di DPR saat ini ada seratusan lebih kursi haram. Kursi ini diisi oleh anggota DPR yang sebenarnya tidak sesuai dengan perolehan suaranya yang diatur di dalam UU Pemilu tahun 2008.

“Kalau menurut aturan UU Pemilu itu ada sekitar 115 nama caleg yang seharusnya duduk di DPR, tapi kenyataannya yang duduk di sana tidak sesuai dengan nama yang diatur sesuai perolehan suara dalam UU,” kata eks calon legislatif dari Partai Demokrat untuk Dapil IX Jawa Tengah dengan nomor urut 2, Brahmana, kepada detikcom.

Brahmana mengatakan, saat dilakukan gugatan uji materi sejumlah caleg dari beberapa partai politik yang merasakan dirugikan ke MK, khususnya saat MK menangani gugatan uji materi Syamsul Maarif, ditemukan ada 115 nama yang seharusnya duduk di DPR sesuai UU Pemilu, termasuk Brahmana sendiri. Namun, KPU telah memutuskan bahwa keputusan penetapan caleg menjadi anggota legislatif itu melalui keputusan MK.

“Padahal MK sendiri hanya menangani dan memutuskan perkara sengketa perolehan suara, bukan memutuskan siapa yang akan duduk di DPR. KPU kenapa memutuskan nama yang tidak sesuai UU, tapi malah menyerahkan kembali ke MK, yang sebenarnya bukan untuk memutuskan nama itu duduk di DPR atau tidak,” ujar Brahmana.

Brahmana menambahkan, dari 115 nama yang seharusnya duduk di DPR yang sesuai UU Pemilu itu terdiri dari sejumlah caleg yang berasal dari beberapa partai politik. Di antaranya 31 nama caleg dari Partai Demokrat, 20 caleg Partai Golkar dan 15 caleg dari PDIP.

“Ini untuk partai besar ini karena adanya penambahan suara. Sementara untuk partai kecil peluangnya seperti Partai Gerindra dan Partai Hanura. KPU lebih enak bermain di partai kecil, kalau partai besra agak berisiko,” ungkapnya lagi.

Poempida Hidayatulloh Djati Utomo yang sempat menjadi caleg Partai Golkar dari Dapil I Sumatera Barat juga mengakui kemungkinan begitu banyaknya ‘kursi haram’ DPR.Kursi haram ini terjadi karena lemahnya koordinasi antara KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Keduanya tidak melakukan pemantauan. Seharusnya KPU bertanggung jawab kepada masyarakat melakukan audit independen mengenai surat-surat suara lebih. Nah itu kemana? Dibalikin ke pusat atau dibakar kan tidak jelas dan tidak ada proses untuk itu,”kritik Poempida.

Sedangkan Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini mengaku tidak mengetahui banyak soal adanya caleg atau anggota DPR yang telah melakukan pemalsuan dokumen keabsahan anggota legislatif itu. Nur Hidayat mengaku dirinya sudah bertemu dengan Ketua MK Mahfud MD untuk menanyakan persoalan itu.

“Saya sudah ketemu Pak Mahfud itulah dan wakil ketua dan sekjen. Jadi saya tidak mengatakan, dan belum bisa mengatakan yang namanya palsu. Itu belum terbukti” katanya.

14 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar

Aneh, Papua Ada Dua MRP

Pasca pleno Majelis Rakyat Papua (MRP) pada 30 Mei lalu sudah sepakat bahwa MRP Papua dan Papua Barat hanya satu,  namun ternyata para anggota MRP  dari Provinsi Papua Barat membentuk MRP Papua Barat membuat geram sejumlah anggota DPR Papua.  Pasalnya, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) menilai dorongan untuk membentuk lagi satu MRP di Papua Barat adalah  sesuatu yang tak mungkin (baca:Imposible), apabila ada pihak tertentu yang memaksakan kehendak untuk membentuk lagi MRP di Papua Barat. Pasalnya, pembentukan kelembagaan MRP telah sesuai  Perdasus No 4 Tahun 2010  Bab II Pasal 3 menyebutkan keberadaan MRP merupakan satu satunya lembaga yang berkedudukan di ibukota Provinsi Papua dan Perwakilan MRP Papua Barat berkedudukan di ibukota Provinsi Papua Barat.  Selanjutnya, pengisian keanggotaan lembaga  MRP sebagaimana dimaksud pada pasal  1 ayat 1 dilaksanakan melalui mekanisme  pemilihan yang demokrasi.                            
Demikian disampaikan Sekretaris Pansus Pemilihan MRP  DPRP Julius Miagoni SH dikonfirmasi di ruang kerjanya, Jumat (10/6). Menurut dia,  DPR Papua menghimbau  kepada anggota MRP yang baru masuk  jangan membuat pekerjaan tambahan.  Pasalnya, persoalan MRP menjadi satu atau dua  telah dilalui pemerintah Provinsi Papua Barat, Pemerintah Provinsi Papua, DPR Papua serta DPR Papua Barat bahkan sampai konsultasi bersama pemerintah pusatpun  telah dilalui dengan berbagai perdebataan  panjang sehingga anggota MRP yang baru terpilih tak perlu  lagi pro kontra  MRP satu atau dua.
“Bila bicara MRP satu atau dua harus dilihat dasar hukumnya. Pemilihan dan seleksi MRP  bukan asal asal pilih tapi melalui sebuah mekanisme atau  melalui dasar hukum yakni Perdasus No 4 Tahun 2010 tentang pemilihan anggota MRP,” katanya.
Dia mengatakan, pembentukan MRP telah melalui  sebuah proses yang  dijalani dengan perbagai tantangan sehinggta tak perlu  memaksakan lagi. Kalau memilih menjadi MRP dua berarti harus  ada dasar hukum yakni  mengubah Perdasus sekaligus klausal klausal tertentu dalam Perdasus itupun  harus diubah. Apalagi kewenangan untuk  mengubah Perdasus  kewenangan ada  di DPR Papua  bukan di MRP sehingga MRP  yang baru  terpilih tak perlu  berbicara lagi tentang  sesuatu yang  bukan kewenangan MRP.
“Apabila  ada kelompok orang yang mengatasnamakan masyarakat Papua dan  memprovokasi keadaan untuk mengubah MRP menjadi dua itu sesuatu yang tak benar karena pemerintah daerah Papua Barat dan Papua kini sibuk dengan Pemilihan Gubernur sehingga tak perlu lagi membuat pekerjaan pekerjaan tambahan yang sebenarnya tak masuk akal,” tambahnya.
Dia mengatakan, pihaknya juga menghimbau kepada MRP  agar tak  perlu menanggapi kondisi ini dan tetap fokus menjalankan fungsinya sebagai MRP.
“DPR Papua juga tak terlalu menanggapi karena pasti ada kepentingan oknum oknum tertentu yang ingin Papua tak aman dan terpecah pecah,” tukasnya.    
Sementara itu, Ketua Komisi A DPR Papua Ruben Magay SIP terpisah menegaskan DPR Papua berharap segera melalui Mendagri memandatkan kepada Gubernur untuk segera melantik Ketua dan Wakil Ketua MRP definitif. Pasalnya,  apabila pelantikan Ketua dan Wakil Ketua MRP  adalah agenda negara, maka secepatnya didorong pemerintah pusat  harus segera melantik Ketua dan Wakil Ketua MRP terpilih. Tapi,   pemerintah pusat bertugas hanya memberikan penguatan kelembagaan MRP dan tak boleh  menjadikan MRP sebagai boneka buatan Jakarta.
Kalau orang Papua sudah sepakat untuk mereka orang bangun dirinya didalam sebuah lembaga MRP dalam menata adat, kultural, perempuan, agama dan masyarakat pemerintah pusat bertugas hanya memberikan penguatan dan tak boleh ibarat melepas ekor tapi menarik lehernya.(Binpa)

14 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar

Lima Kadistrik di Supiori Dilantik

Fred :  Terpenting Adalah Menata Kembali Aparatur

SUPIORI—Sesuai visi dan misinya untuk membangun dari kampung, Bupati Kabupaten Supiori, Fredrik Menufandu SH. MH, MM., tidak serta merta melakukan pergantian secara besar-besaran di lingkungan Pemkab Supiori. Ia lebih memilih untuk memperkuat pemerintahan di gugus paling depan, dengan melantik lima kepala distirik di Pemerintahan Kabupaten Supiori.

Pelantikan lima kepala Distrik di Kabupaten Supiori akan dilangsungkan di gedung sasana krida Kantor Bupati Supiori lantai II, Selasa (14/6) hari ini yang dipimpin langsung oleh Bupati  Supiori, Fredrik Menufandu SH MH MM. Kabupaten Supiori sendiri terdiri dari lima distrik yaitu, Distrik Supiori Timur, Distrik Supiori Barat, Distrik Supiori Utara, Distrik Supiori Selatan serta Distrik Kepulauan Aruri.

Fred sapaan Bupati Supiori ini mengatakan, penataan aparatur Pemerintah Daerah yang dilakukan untuk pertama kalinya bersama Wakil Bupati Supiori, Drs. Yan Imbab, dengan melantik lima kepala distrik, adalah langkah awal dalam rangka mengembalikan serta meletakkan dasar yang tepat untuk membangun Supiori.

“Kami mulai dengan penataan birokrasi dari gugus terdepan, yaitu kepala distrik. Semua harus dikembalikan pada aturan yang benar. Personil harus diletakkan sesuai dengan kepangkatan, dan kariernya ke depan,” jelas Bupati

“Mereka harus tetap berorientasi serta mengimplementasikan tugas-tugas yang nantinya dipercayakan, dengan tetap berorientasi pada fokus untuk membangun prestasi, serta memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh lapisan masyarakat, sehingga tidak ada istilah lompat pagar yang terdengar selama ini di internal Pemerintan kabupaten Supiori,” lanjutnya.

Fred mengatakan, pelantikan lima kepala distrik selain karena perjenjangan serta tuntutan karier, juga sambung Fred, dalam rangka menindaklanjuti SK Gubernur Provinsi Papua yang diluncurkan pertengahan tahun 2010, yang intinya membatalkan SK Pelantikan Pejabat Eselon II di Lingkungan Pemkab Supiori yang dilakukan Bupati Kabupaten Supiori, Julianus Mnusefer.

“SK Gubernur Papua itu  setelah kami konsultasikan ke Jayapura, masih berlaku. Sebenarnya tugas ini menjadi tugas Karateker yang waktu itu menjabat Bupati, tapi entah mengapa dia tidak bisa eksekusi SK

GUbernur tersebut, ini yang sangat kami sayangkan, padahal beliau adalah perpanjangan tangan Gubernur,” ungkap Fred.

“Memang, wewenang saat ini ada pada kami selaku Bupati Supiori, namun Gubernur selaku pembina Pegawai Negeri Sipil di Provinsi Papua dengan SK Pembatalannya tersebut, kami rasa perlu menjaga kredibilitas beliau sebagai Gubernur sekaligus PNS di Papua,” ujarnya.

Walaupun demikian, kata Fred, perekrutan pejabat eselon II di lingkungan Pemkab Supiori tidak sepenuhnya didasarkan pada SK Gubernur tersebut, pasalnya, saat ini dirinya selaku Bupati Supiori

dan bukan lagi pemimpin kelompok atau golongan tertentu. Sehingga semua anak-anak Supiori yang memenuhi syarat secara administrasi pemerintahan dan terbaik dibidangnya serta memiliki kemampuan tetap akan dipertahankan.

“Anak-anak kami punya kemampuan. Sayang kan kalau potensi ini disia-siakan. SK Gubernur tidak secara mentah kami pakai. Kami ingin, Supiori ini sama dengan daerah lain. Siapa terbaik itulah yang akan kita pakai, karena pekerjaan kita sangat berat,” ungkapnya.

Fred menambahkan, ia sudah meminta para kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) untuk tetap bekerja fokus, namun santai dan bertanggungjawab.

“Jangan dengar kabar-kabar burung, tetap kerja santai, serius dan bertanggung jawab, karena kalau tidak begitu, maka kita akan sia-sia,” tandasnya. (Binpa)

14 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar

Fred Menufandu Harap Rakyat Tidak Mudah Terprovokasi

SUPIORI—Ketakutan banyak pihak terutama yang berasal dari internal birokrasi pemkab Supiori tentang isu penggantian pejabat eselon II di setiap SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) sampai juga di telinga Fredrik Menufandu SH MH MM dan Drs Yan Imbab selaku Bupati dan Wakil Bupati Supiori terpilih.

Fred meminta kepada seluruh masyarakat Supiori dan PNS di Lingkungan Pemkab Supiori agar tidak mudah terprovokasi dengan isu-isu yang mengganggu roda pemerintahan. “Karena semua yang kami lakukan saat ini adalah untuk Supiori, menata kembali sistem pemerintahan yang bobrok, ada yang tidak senang, silahkan saja, itu hak anda, tapi anda tidak bisa menghalangi kami untuk menata sistem ini,” tegas Fred sapaan Bupati Supiori ini, belum lama ini.

Sejak awal memimpin Supiori, Fred dan Yan, lebih memilih untuk melakukan penertiban terhadap keuangan daerah, asset daerah serta administrasi apparatur pemerintahan. Pekerjaan itu, menurut Fred sangat berat, bahkan terkadang memunculkan ketidakpuasan dari pihak-pihak tertentu.

“Ada yang tidak senang, itu hal yang biasa dalam demokrasi, tapi jangan ganggu roda pemerintahan, karena pemerintahan harus tetap jalan,” tegasnya.

Idealnya, kata Fred, pemerintahan harus ditata kembali, karena ada yang sudah sesuai dengan aturan namun banyak pula yang tidak sesuai. Yang tidak sesuai inilah yang sering membuat pelayanan pemerintah tidak sampai dititik, dan menimbulkan penilaian buruk setiap tahun. “Kita tata dulu, jadi mari sama-sama kita perbaiki sistem di internal yang tidak jalan,” ucap Ferd.

“Kita harus malu dengan daerah lain. Image yang ada tentang Supiori sangat buruk, mau angkat kepala saja berat. Jadi jangan ada gerakan-gerakan tambahan, karena kita mau kerja bangun Supiori, Ini pemerintahan, kalau ada yang datang dan ganggu pemerintahan, ya dia berhubungan dengan alat Negara,” katanya melanjutkan.

Menyikapi isu-isu yang kemungkinan dihembuskan oleh pihak yang merasa kepentinganya diganggu, Amos Bab, salah satu tokoh masyarakat Supiori mengatakan pihaknya sangat mendukung kerja-kerja yang telah dan akan dilakukan oleh Bupati dan Wakil Bupati Supiori, Fredrik Menufandu dan Yan Imbab.

“Pak Bupati, kami senang dengan tindakan bapak, kami harap bapak ungkap semua. Supiori ini uang banyak, tapi itu hanya kami dengar saja, bapak bongkar semua saja,” ungkap Amos Bab, guru plus sopir bus TK Pembina Sorendiweri.

Amos mungkin saja mewakili ratusan teman gurunya, menurutnya, tindakan Bupati Fredrik Menufandu SH MH MM dan Drs. Yan Imbab untuk membuka semua tetekbenget di Internal Pemda Supiori terutama yang menyangkut dengan masalah keuangan, harus terus dilakukan, mengingat, selama ini, dana-dana terutama untuk pendidikan, merembes entah kemana.

“Kami ini hanya guru kecil, selama ini kami dengar dana pendidikan paling besar. Otsus terus tambah lagi dana yang dari pusat, tapi tidak tahu kemana semua itu, jadi Bapak Bupati jangan takut untuk ungkap kebenaran. Kami dukung, biar pendidikan di Supiori tambah maju,” ujarnya. (Binpa)

14 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar

Enam Kabupaten i Papua Terancam Dihapus

Enam Kabupaten di Papua, masing-masing-masing empat di Provinsi Papua dan 2 di Papua Barat, terancam dihapus (digabungkan). Keenam kabupaten itu yakni,  Kabupaten Puncak, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Paniai serta 2 Kabupaten di Provinsi Papua Barat, yakni  Kabupaten Tamrauw dan Kabupaten Maybrat.   Keenam kabupaten itu,  termasuk dalam kategori 10 daerah terburuk setelah dilakukan Evaluasi Daerah Otonomi Hasil Pemekaran April 2011 dengan skor masing-masing-masing-masing-masing, Kabupaten Puncak dengan skors 10,59, Kabupaten Deiyai (9,20), Kabupaten Puncak Jaya (1,98), Kabupaten Paniai (1,18), Kabupaten Tamrauw (8,03) dan Kabupaten Maybrat (8,46). Sebagaimana dikutip dari  Suara Pembaruan Jumat 10 Juni 2011.  Pemerintah akan melakukan penggabungan, penghapusan atau penyesuaian terhadap daerah pemekaran atau daerah otonomi baru (DOB) yang dinilai gagal. Pemerintah berani  melakukannya karena  hal itu  merupakan perintah UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No 78 Tahun 2007 tentang  Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Pengabungan Daerah.
Namun langkah tegas itu belum dapat dilakukan sekarang ini. Sikap itu baru dilakukan  setelah diberikan penguatan kapasitas terhadap DOB yang gagal selama tiga   tahun. Jadi baru pada tahun 2014, ada DOB yang dipastikan gagal dan digabungkan kembali dengan wilayah induknya, dihapuskan atau disesuaikan lagi.
“Bulan April 2011 lalu, kami telah umumkan evaluasi DOB. Evaluasi itu bersifat ad hoc artinya hanya sekali evaluasi terhadap DOB. Evaluasi terhadap 205 DOB yang terjadi sejak 1999-2009. Tak ada lagi evaluasi  tahun depan. Dari evaluasi itu, terhadap daerah yang gagal diberikan penguatan kapasitas selama tiga  tahun. Karena nanti setelah itu masih tak ada perubahan maka apa boleh buat harus penggabungan, penghapusan atau penyesuaian,”ujar Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan kepada wartawan di Jakarta, Kamis (9/6).
Ia menjelaskan, penguatan kapasitas berupa pendampingan, pengawasan, pengarahan dan pelatihan terhadap daerah yang gagal. Namun dia tak menyebut DOB mana saja yang masuk dalam penguatan kapasitas. Ia hanya menyuruh agar melihat peringkat pada evaluasi DOB, April lalu.
“Penilaianya berdasarkan empat kriteria yang diumumkan, yakni tingkat kesejahteraan, daya saing, good government, dan pelayanan publik. Peningkatan kapasitas dilakukan atas empat hal itu. Mana yang kurang dari DOB, itu yang akan diberikan penguatan kapasitas,” ujarnya.
Menurut Djohermansyah, saat ini pemerintah masih mempertahankan moratorium pemekaran. Sikap serupa diharapkan dilakukan DPR. Ia mengaku bahwa saat ini ada banyak usulan pemekaran baru baik lewat DPR maupun pemerintah. Namun, pemerintah dan DPR sepakat untuk  tak memprosesnya.
Usulan itu baru  diproses setelah selasai revisi  UU No 32 Tahun 2004. Namun dalam UU itu, syarat pemekaran diperketat. Sebuah daerah juga  tak bisa langsung menjadi otonomi murni. Dia harus melewati tahap persiapan selama tiga tahun. Dalam tahap persiapan  harus dipersiapkan dulu ibu kota, aparatur, tapal batas, perangkat daerah dan ketersediaan lainnya. Jika  dalam tiga tahun belum memenuhi itu, maka belum bisa langsung menjadi DOB. “Revisi UU No 32 Tahun 2004 diharapkan akan masuk DPR pada akhir Juni ini. Saat ini kami sedang lakukan finalisasi,” ungkapnya.  
Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap mengatakan, Komisi II DPR tak sependapat dengan pemberian sanksi terhadap daerah daerah pemekaran yang dinilai gagal atau buruk dalam menerapkan Otda. Otda merupakan konsensus dan solusi politik nasional, dalam sudah tertuang dalam UU. Sehingga yang harus dilakukan  dalam Otda adalah penguatan penguatan agar kualitas daerah meningkat seiring penerapan Otda,” katanya.
Chairuman mengatakan, pemerintah  pasti sudah mengetahui persoalan Otda sehingga ada kegagalan atau malah berhasil. “Bukan  berarti gagal. Perlu ada terapi bagi daerah yang pertumbuhannya rendah. Daerah  yang pertumbuhannya tinggi juga perlu kita evaluasi,” katanya.
Ditanya apakah daerah pemekaran yang gagal digabungkan saja, Chairuman mengatakan, pada intinya Otda itu harus mensejahterakan masyarakat.
Selaras dengan itu, anggota Komisi II DPR  dari PKB Abduk Malik Haramain menilai, meskipun ada PP No 78/2007 yang membuka peluang penggabungan kembali  daerah pemekaran yang gagal, namun hal itu sangat sulit dilakukan. “Penggabungan daerah pemekaran sangat sulit sekali. Mengapa? Itu berkaitan dengan banyak  hal. Sebut saja bagaimana Kepala Daerah, bagaimana tapal batas, bagaimana struktur politik dan sebagainya. Selain itu, UU No 32/2004 memberikan juga peluang pemekaran,” tukasnya

14 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | 2 Komentar

Indonesia Dijajah

Ada yang menarik dari pidato mantan presiden BJ Habibie pada peringatan Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni di Gedung MPR beberapa waktu lalu. Ia antara lain menegaskan, pengalihan kekayaan alam Indonesia ke pihak asing di era globalisasi ini merupakan bentuk VOC gaya baru. VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), adalah sebuah organisasi kamar dagang Belanda yang mengeruk kekayaan Tanah Air saat zaman penjajahan dulu. (detiknews.com, 1/6/2011).

Beberapa Agenda Penjajahan Gaya Baru

Sebetulnya, sejak masa Orde Baru, Indonesia telah masuk dalam cengkeraman penjajahan gaya baru. Pasca Reformasi cengkeraman itu makin kuat. Semua agenda penjajahan gaya baru itu ironisnya dilaksanakan dengan cukup baik dan sigap oleh pemerintahan selama ini. Diantaranya adalah:

1. Privatisasi.

Pemerintah telah memprivatisasi 12 BUMN pada periode 1991-2001 dan 10 BUMN pada periode 2001-2006. Pemerintah, pada tahun 2008, melalui Komite Privatisasi BUMN yang diketuai Menko Ekuin Boediono saat itu, mengharapkan agar dari 139 BUMN diprivatisasi menjadi 69 BUMN. Karenanya, privatisasi itu akan terus berjalan.

Kebijakan privatisasi di Indonesia semacam ini sebetulnya banyak didektekan oleh asing seperti dalam LoI dengan IMF; dan telah diatur sedemikian rupa seperti yang tertuang dalam dokumen milik Bank Dunia yang berjudul, Legal Guidelines for Privatization Programs. Dalam dokumen USAID Strategic Plan for Indonesia 2004-2008 disebutkan juga bahwa lembaga bantuan Amerika Serikat ini bersama Bank Dunia aktif dalam permasalahan privatisasi di Indonesia. Bank Pembangunan Asia (ADB)-dalam News Release yang berjudul, Project Information: State-Owned Enterprise Governance and Privatization Program, tanggal 4 Desember 2001-memberikan pinjaman US$ 400 juta, juga untuk program privatisasi BUMN di Indonesia.

2. Pencabutan Subsidi.

Pencabutan subsidi dijadikan sebagai pintu masuk bagi asing untuk melakukan agenda penjajahan. Pencabutan subsidi BBM, misalnya, meniscayakan harga BBM dijual dengan harga pasar. Itu berarti akan memberikan bagi perusahaan asing ikut bermain dalam bisnis migas di sektor hilir. Juga pencabutan subsidi di bidang pertanian (seperti pencabutan subsidi pupuk), kesehatan, pendidikan, dll.

3. Penguasaan SDA dan perekonomian oleh Asing.

Di bidang perminyakan, penghasil minyak utama didominasi oleh asing. Diantaranya, Chevron 44%, Pertamina & mitra 16%, Total E&P 10%, Conoco Phillip 8%, Medco 6%, CNOOC 5%, Petrochina 3%, BP 2%, Vico Indonesia 2%, Kodeco Energy 1 % lainnya 3% (sumber: Dirjen Migas, 2009).

Sementara disektor hilir migas, mulai November 2005 keran investasi hilir migas dibuka bagi investor swasta dalam negeri dan asing. Pada tahun 2005 saja, menurut Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro saat itu, sudah ada 7 investor yang sudah menyatakan komitmen melakukan investasi di sektor hilir migas tersebut. (CEO, No. 5. Th. I, Februari 2005).

Di bidang pertambangan, lebih dari 70% dikuasai asing. Porsi operator minyak dan gas, 75 % dikuasai asing. Asing juga menguasai 50,6% aset perbankan nasional per Maret 2011. Total kepemilikan investor asing 60-70 persen dari semua saham perusahaan yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek. Dari semua BUMN yang telah diprivatisasi, kepemilikan asing sudah mencapai 60 persen. Begitu pula telekomunikasi dan industri sawit pun juga lebih banyak dikuasai asing (lihat, Kompas, 22/5).

4. Utang Luar Negeri.

Total utang pemerintah Indonesia hingga April 2011 mencapai Rp 1.697,44 triliun. Rincian pinjaman yang diperoleh pemerintah pusat hingga akhir April 2011 adalah: Bilateral: US$ 42,98 miliar, Multilateral: US$ 23,18 miliar; Komersial: US$ 3,21 miliar; Supplier: US$ 60 juta dan Pinjaman dalam negeri US$ 60 juta (detikfinance.com, 12/5). Perkembangan jumlah utang pemerintah bisa dilihat di tabel berikut:

Tahun

Utang (Triliun Rp)

2000

1.234,28

2001

1.273,18

2002

1.225,15

2003

1.232,50

2004

1.299,50

2005

1.313,50

2006

1.302,16

2007

1.389,41

2008

1.636,74

2009

1.590,66

2010

1.676,15

April 2011

1.697,44

Dampak Penjajahan Baru

Di antara dampak nyata penerapan agenda penjajahan baru di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Kemiskinan.

Akibat penjajahan baru, di Indonesia saat ini terdapat sekitar 100 juta penduduk miskin menurut kategori Bank Dunia (Okezone, 18/8/2009).

2. Beban berat utang luar negeri.

Dalam APBN 2011, pembayaran utang negara (cicilan pokok+bunga utang) meningkat menjadi Rp 247 triliun (Rp 116,4 triliun hanya untuk membayar bunga saja) (Detikfinance.com, 9/1/2011).

3. Kekayaan lebih banyak dinikmati asing.

Penerimaan pajak, deviden dan royalti Pemerintah dari PT Freeport selama 2010 (sampai bulan September) adalah sebesar Rp 11,8 triliun (Kompas.com, 14/12/2010). Berapa penghasilan PT Freeport? Dengan saham 91,36%, penghasilan PT Freeport kira-kira Rp 106,2 triliun (Rp 11,8 triliun x 9). Hal yang serupa juga terjadi pada pengeloaan SDA migas dan tambang lainnya.

4. Kesenjangan.

Di Kaltim, batubara diproduksi sebanyak 52 juta meter kubik pertahun; emas 16.8 ton pertahun; perak 14 ton pertahun; gas alam 1.650 miliar meter kubik pertahun (2005); minyak bumi 79.7 juta barel pertahun, dengan sisa cadangan masih sekitar 1.3 miliar barel. Namun, dari sekitar 2.5 juta penduduk Kaltim, sekitar 313.040 orang (12.4 persen) tergolong miskin.

Di Aceh, cadangan gasnya mencapai 17.1 tiliun kaki kubik. Hingga tahun 2002, sudah 70 persen cadangan gas di wilayah ini dikuras oleh PT Arun LNG dengan operator PT Exxon Mobile sejak 1978. Namun, Aceh menjadi daerah termiskin ke-4 di Indonesia dimana 28,5 % penduduknya miskin.

Legislasi: Jalan Mulus Penjajahan Baru

Penjarahan kekayaan negeri ini bisa berjalan mulus diantaranya karena UU. Tercatat saat ini, Indonesia telah menerapkan kurang lebih 19 UU bernuansa kapitalistik Neoliberal.

Melalui legislasi perundang-undangan ini, perampasan kekayaan alam milik rakyat Indonesia menjadi legal dan karenanya tidak kentara. Padahal masing-masing undang-undang tersebut, bila dianalisis, berdampak pada kehancuran dahsyat bagi perekonomian nasional dan lingkungan; meningkatkan jumlah kemiskinan struktural, pengangguran, keegoisan, kebodohan, kematian, kelaparan dan chaos

13 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar

Mega Proyek Ratusan Triliun Dimulai!!

Pemerintah meluncurkan 79 proyek infrastruktur berskala besar tahun ini. Proyek-proyek itu dituangkan dalam Buku Rencana Proyek atau Project Plan Book 2011.

Total investasi keseluruhan proyek yang ditawarkan dengan skema kerja sama pemerintah dan swasta atau Public Private Partnership itu sebesar US$53,4 miliar atau sekitar Rp456,41 triliun.

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Armida S Alisjahbana, mengatakan, dari 79 proyek itu, sebanyak 13 di antaranya merupakan proyek baru senilai US$27,52 miliar atau sekitar Rp234,4 triliun.

“Inti pembangunan infrastruktur dengan skema kerja sama pemerintah dan swasta ini adalah untuk menciptakan iklim investasi yang kompetitif, khususnya dalam menarik minat swasta membiayai pembangunan infrastruktur di Indonesia,” ujar Armida di kantornya, Jakarta, Kamis 9 Juni 2011.

Armida menambahkan, infrastruktur menjadi faktor utama dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara, termasuk Indonesia. Tahun ini, pemerintah bertekad untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, menilai keterlibatan swasta dalam sejumlah proyek infrastruktur hanya akan berhasil jika pemerintah menjamin kepastian hukum.

“Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah. Selain kepastian hukum, juga pembebasan lahan,” kata Sofjan kepada VIVAnews.com, kemarin.

Kendala pembebasan lahan yang sering ditemukan dalam setiap proyek infrastruktur itu, dia menjelaskan, dapat menghambat masuknya perusahaan swasta. “Bukan lalu kami pesimis, tapi memang persoalan itu yang masih jadi hambatan,” tuturnya.

Armida melanjutkan, Buku Rencana Proyek 2011 tersebut memiliki tiga fungsi utama.

Pertama, merencanakan proyek-proyek infrastruktur dengan skema kerja sama pemerintah dan swasta yang di dalamnya akan bersinergi dengan kebijakan-kebijakan nasional dan alokasi belanja.

Kedua, menginformasikan kepada kalangan swasta tentang persiapan proyek infrastruktur, inisiasi proyek-proyek baru, dan tender proyek siap jual dari berbagai negara. Ketiga, memonitor perencanaan dan pembangunan proyek-proyek infrastruktur.

“Dalam skema proyek kerja sama pemerintah dan swasta itu ada tiga kategori, yaitu proyek siap ditawarkan, proyek prioritas, dan proyek potensial,” kata Armida.

Proyek siap ditawarkan sebanyak 13 proyek senilai US$27,52 miliar. Sedangkan proyek prioritas sebanyak 21 proyek dengan nilai US$10,38 miliar (Rp88,4 triliun) dan 45 proyek potensial senilai US$15,5 miliar (Rp132 triliun).

Selain itu, ada juga 16 proyek kerja sama yang sedang dan akan transaksi pada 2011 dengan nilai US$32,33 miliar (Rp274,5 triliun).

Seluruh proyek yang ditawarkan dalam skema itu diharapkan dapat menjadi penghubung bagi pemerintah dan swasta guna membangun sektor infrastruktur di Indonesia. Apalagi, sistem administrasi dan organisasi skema kerja sama pemerintah dan swasta itu juga melibatkan tiga institusi pemerintah, yaitu Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Bappenas.

Update Proyek Pembangunan:

Berikut ini beberapa proyek yang nilai investasinya di atas Rp 1 triliun:

Pertama, proyek pembangunan Kawasan Industri Kelapa Sawit Sei Mangke, yang akan dilaksanakan oleh PT Perkebunan Nusantara III, berlokasi di Sei Mangke, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Nilai investasi Rp2,5 triliun dimulai tahun ini dan diperkirakan selesai 2014.

Kedua, proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Peusangan 1 dan 2 (2×44 MW) di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam yang terletak di Takengon, Ibukota Kabupaten Aceh Tengah di dataran tinggi Gayo. Proyek ini rencananya akan dibiayai oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) dengan estimasi biaya Rp1,53 triliun.

Ketiga, proyek pembangunan pabrik baja modern yang merupakan joint operation antara PT Krakatau Steel dan POSCO, Korea Selatan. Investasi senilai Rp60 triliun untuk dua tahap.

Keempat, proyek Floating Storage and Regasification Unit Jawa Barat. Nilai proyek Rp59 triliun.

Kelima, proyek perluasan pabrik stamping, engine, casting, dan assembling kendaraan bermotor oleh PT Astra Daihatsu Motor berlokasi di Kawasan Industri Surya Cipta Karawang. Nilai investasi Rp2,4 triliun dengan produksi pertama mulai beroperasi pada 2014.

Keenam, proyek jalan bebas hambatan Tanjung Priok seksi E2 dan NS yang berlokasi di Jakarta. Proyek ini dibiayai oleh Japan Bank for International Cooperation, pemerintah pusat, pemda, PT Angkasa Pura, dan PT Jasa Marga Tbk dengan nilai investasi Rp1,6 triliun.

Ketujuh, proyek Chemical Grad Alumunium berlokasi di Tayan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat sebagai rangkaian terakhir. Pelaksana proyek ini adalah PT Aneka Tambang Tbk yang diperkirakan selesai 2013 dengan nilai investasi Rp4,3 triliun.

Kedelapan, proyek perluasan pembangunan bandara internasional Ngurah Rai dengan sumber dana oleh BUMN dengan nilai proyek Rp1,94 triliun. Dan pembangunan proyek jalan raya dari Merauke-Waropko sepanjang 600 kilometer dengan nilai investasi Rp1,2 triliun.

Kesembilan, proyek pertambahan dan pengolahan nikel serta kobal dengan tenaga hidrometalurgi di Kabupaten Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, di Provinsi Maluku Utara. Proyek ini didanai oleh PT Weda Bay Nickel senilai Rp50 triliun. Diharapkan dapat menyerap tenaga 2000 orang saat operasi

12 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar

Daftar Nama Yayasan dan perusahaan yang mengusai seluruh kekayaan Indonesia dan menjadi mesin pemiskinan di Indonesia

Anda mungkin kenal dengan Yayasan dan perusahaan yang mengusai seluruh kekayaan Indonesia dan menjadi mesin pemiskinan di Indonesia :

Berikut  Yayasan yang pernah di laporkan Tempo yang memiliki hubungan langsung ataupun langsung dengan Penguasa ORBA :

Yayasan Supersemar
Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais)
Yayasan Dana Abadi Karya Bakti (Dakab)
Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila
Yayasan Serangan Umum 1 Maret
Yayasan Bantuan Beasiswa Jatim Piatu Tri Komando Rakyat, disingkat Yayasan Trikora
Yayasan Dwikora
Yayasan Seroja
Yayasan Nusantara Indah
Yayasan Dharma Kusuma
Yayasan Purna Bhakti Pertiwi
Yayasan Dana Sejahtera Mandiri
Yayasan Harapan Kita
Yayasan Kartika Chandra
Yayasan Kartika Djaja
Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan
Toyota Astra Foundation
Yayasan Astra Dharma Bhakti

Yayasan Dana Bantuan Astra

Yayasan Dharma Satya Nusantara

Yayasan Abdi Bangsa

Yayasan Tiara Indonesia

Yayasan Dharma Setia

Yayasan pendidikan tinggi di Dili
Yayasan Tiara Putra, yang dipimpin Tutut bersama iparnya, Halimah Bambang Trihatmojo
Yayasan Bimantara yang diketuai Bambang Trihatmojo sendiri

Yayasan Bhakti Putra Bangsa

Yayasan IMI (Ikatan Motoris Indonesia) Lampung

Yayasan Badan Intelejen ABRI (BIA)

Yayasan Veteran Integrasi Timor Timur

Yayasan Hati

yayasan pemilik obyek wisata Taman Buah Mekarsari (TMB)

Yayasan Bunga Nusantara
Yayasan Tri Guna Bhakti
Yayasan Pembangunan Jawa Barat
Yayasan 17 Agustus 1945
Yayasan Pendidikan Triguna
Yayasan Balai Indah yang diketuai Hashim Djojohadikusumo
Yayasan Mangadeg
Yayasan Kemusuk Somenggalan

Kemudian beberapa perusahaan yang terlibat langsung dengan ekspor impor dan dukungan keuangan dari beberapa Bank milik mereka sendiri :

Bank Duta
Bank Windu Kentjana
Bank Umum Nasional (BUN)
Bank Bukopin
Bank Umum Tugu
Bank Muamalat Indonesia (BMI)
PT Multi Nitroma Kimia
PT Indocement Tunggal Prakarsa
PT Nusantara Ampera Bakti (Nusamba)
PT Teh Nusamba
PT Gunung Madu Plantations
PT Gula Putih Mataram
PT Werkudara Sakti
PT Wahana Wirawan
Wisma Wirawan
PT Fendi Indah
PT Kabelindo Murni
PT Kalhold Utama
PT Kertas Kraft Aceh
PT Kiani Lestari
PT Kiani Murni
PT Sagatrade Murni
PT Bogasari Flour Mills

PT Bank Windu Kencana
PT Kalhold Utama
PT Fatex Tory
PT Gula Putih Mataram

PT Gunung Madu Plantation

PT Hanurata

PT Harapan Insani

PT Kartika Chandra
PT Kartika Tama

PT Marga Bima Sakti

PT Rimba Segara Lines

PT Santi Murni Plywood

RS Harapan Kita

Ditulis dengan WordPress untuk Blackberry

12 Juni 2011 Posted by | Tidak Dikategorikan | Tinggalkan komentar